Bareksa.com - Pemerintah berencana untuk menurunkan bunga kredit perumahan murah melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan perumahan menjadi 5 persen dari 7,25 persen. Analis menilai hal ini dapat meningkatkan risiko bagi sektor perbankan.
Seperti yang diberitakan, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menargetkan untuk mengalokasikan Rp5,1 triliun untuk 60.000 unit rumah dalam program FLPP di tahun 2015. Hal ini dilakukan pemerintah untuk mendorong pemenuhan kebutuhan rumah dari backlog perumahan 13,5 juta.
Analis Deutsche Bank Indonesia Francois Gontha dalam komentar yang dikirimkan kepada nasabah mengatakan bahwa intervensi bunga untuk kredit perumahan murah itu berisiko bagi segmen tertentu, khususnya pensiunan pegawai negeri.
"Intervensi ini dapat menjadi kontra-produktif bagi sektor perbankan. Penentuan suku bunga pinjaman yang terlalu rendah dapat menyebabkan penurunan harga pembiayaan, sehingga bank enggan untuk melakukan ekspansi kredit," ujarnya dalam email kepada nasabah.
Sementara itu, kebijakan ini datang dibarengi dengan keputusan pemerintah untuk menurunkan harga semen produksi perusahaan milik negara. Banyak yang menilai pemerintah terlalu campur tangan.
Di sisi lain, Riset Mandiri Sekuritas menilai hal ini sedikit positif terutama bagi PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN). BBTN per Desember 2014 menyalurkan 96 persen dari fasilitas ini sementara sisanya oleh BNI Syariah (1,45 persen), BNI (0,82 persen) dan 21 bank lain.
"Selain mendapat tambahan nasabah, BTN sepertinya akan mengalami perbaikan dalam kualitas KPR disubsidi," ujar Analis Mandiri Sekuritas Tjandra Lienandjaja dalam riset yang dikirim kepada nasabah.(al)