Harga BBM Naik, pada Jangka Menengah Rupiah Justru Menguat: Data Bareksa
Jika harga BBM bersubsidi dinaikkan Rp2.000 per liter, inflasi akan terdorong menjadi 7,5 persen.
Jika harga BBM bersubsidi dinaikkan Rp2.000 per liter, inflasi akan terdorong menjadi 7,5 persen.
Bareksa.com - Nilai tukar rupiah kembali melemah, kali ini imbas dari faktor eksternal yakni penguatan dolar Amerika seiring dengan pemulihan ekonomi di negeri Paman Sam. Terkait dengan rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dalam waktu dekat, bagaimana nasib nilai tukar rupiah?
Yang menarik, menurut data historis yang diolah analis Bareksa.com, dalam empat kali kenaikan harga BBM bersubsidi ada dua periode yang menunjukkan justru kenaikan itu mendorong penguatan rupiah.
Pada bulan Maret dan Oktober 2005, harga bensiun Premium masing-masing dinaikkan sebesar 32,6 persen dan 87,5 persen -- akibat dari melonjaknya harga minyak dunia dari rata-rata $28 per barel di tahun 2003 menjadi $38 per barel pada 2004.
Promo Terbaru di Bareksa
Dua bulan setelah kenaikan di awal Maret 2005 itu, nilai tukar rupiah melemah 2,7 persen menjadi Rp9.525 per dolar Amerika, dibandingkan dua bulan sebelumnya di bulan Maret yang Rp9.270.
Akan tetapi, pada kenaikan harga BBM yang kedua kalinya di tahun 2005, nilai tukar rupiah justru menguat 2,7 persen menjadi Rp10.025 per dolar dua bulan setelah pada awal Oktober berada di level Rp10.303.
Keputusan kembali mengurangi dana subsidi BBM di tahun 2005 itu diambil lantaran harga minyak terus merambat naik hingga mencapai puncaknya pada Agustus 2005 sebesar $67 per barel. Buntutnya, nilai impor minyak pada kuartal III 2005 pun membengkak hingga $5,03 miliar; dibandingkan pada kuartal sebelumnya yang $3,6 miliar. Kenaikan harga BBM bersubsidi mengerem laju konsumsi dan memicu pergerakan positif nilai tukar rupiah.
Grafik: Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Saat BBM Dinaikkan pada 2005
Sumber: Bareksa.com
Buntut dari kenaikan harga yang diputuskan akhir Mei 2008, sebesar 33 persen, rupiah juga kembali menguat. Dua bulan setelah harga dinaikkan, nilai tukar rupiah menguat 2,2 persen menjadi Rp9.141 per dolar dari sebelumnya Rp9.350.
Kali ini, kenaikan harga dipicu meroketnya harga minyak sampai lebih dari $100 per barel, yang berlangsung sejak Februari 2008 hingga puncaknya terjadi di bulan Juni 2008 sebesar $139,8 per barel.
Grafik: Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Saat BBM Dinaikkan pada 2008
Sumber: Bareksa.com
Grafik: Harga Internasional Minyak Jenis Brent
Sumber: Nasdaq.com, diolah Bareksa.com
Tren positif itu tak berlanjut pada kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir Juni 2013 lalu. Dua bulan setelah dinaikkan, nilai tukar rupiah melemah 10,67 persen menjadi Rp11.018 per dolar. Pada Juni ini, harga bensin Premium dinaikkan hingga mencapai 44,4 persen.
Namun, perlu dicatat bahwa fenomena ini terjadi karena setelah kenaikan, harga minyak dunia kembali melonjak ke level lebih dari $110 per barel. Faktor lain, sejak kuartal akhir 2011, mulai terjadi defisit nilaii transaksi berjalan akibat melebarnya defisit migas dan juga pembayaran repatriasi.
"Kenaikan harga BBM bersubsidi ternyata tidak cukup untuk menekan konsumsi BBM saat itu, sehingga impor minyak masih tinggi dan menyebabkan defisit transaksi berjalan masih tinggi," kata Juniman, Chief Economist BII kepada Bareksa.com.
Grafik: Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Saat BBM Dinaikkan pada 2013
Sumber: Bareksa.com
Setiap kali harga BBM bersubsidi dinaikkan -- artinya, dana subsidi BBM dikurangi -- muncul sentimen positif di kalangan investor. Mereka berharap hal itu akan mengurangi konsumsi BBM, menurunkan volume impor migas, membaiknya neraca perdagangan, dan lalu mendorong penguatan nilai tukar rupiah.
“Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya menaikkan harga BBM bersubsidi langsung besar sekalian. Jangan sedikit-sedikit. Jika turunnya sedikit, tidak akan bisa menopang neraca perdagangan kita,” kata Juniman.
Aldian Taloputra, ekonom Mandiri Sekuritas, mengatakan kenaikan harga BBM bersubsidi dalam waktu dekat ini -- jika benar terjadi -- akan memantik sentimen positif dan menguatkan rupiah.
"Saat ini market melihat kenaikan harga BBM sebagai hal yang positif karena sudah terencana dan merupakan proses dari reformasi struktural," kata Aldian kepada Bareksa.com.
Selain itu, angka inflasi pada tahun ini juga lebih rendah dari tahun lalu. Jika harga BBM bersubsidi dinaikkan sekitar Rp2.000, diperkirakan hanya akan mendorong inflasi menjadi sekitar 7,5 persen. Ini artinya masih di bawah tingkat inflasi tahun lalu yang mencapai 8,8-8,9 persen. "Dengan rendahnya inflasi, maka nilai tukar rupiah akan lebih stabil."
Aldian memprediksi nilai tukar rupiah hingga akhir tahun masih bergerak stabil pada kisaran Rp12.100-12.200 per dolar Amerika.
Lalu, bagaimana dengan prospek investasi di pasar keuangan pasca kenaikan harga BBM?
Menurut Juniman, dalam jangka pendek pasti pasar keuangan dan rupiah akan melesu. Di sisi obligasi, karena kenaikan harga BBM akan mendongkrak inflasi dan juga berarti akan menaikkan yield obligasi, maka investor asing besar kemungkinan akan menjual kepemilikan obligasinya.
Bagaimana di pasar saham?
Kenaikan harga BBM akan cenderung melemahkan purchasing power dan lalu berimbas pada menurunnya penjualan korporasi. Itu akan menyebabkan valuasi saham anjlok dan investor juga akan terdorong melakukan aksi jual.
Aksi jual di pasar saham dan obligasi, akibatnya berpotensi membuat pergerakan rupiah makin tertekan.
Namun, kata Juniman lagi, "Investor pasti akan juga forward looking dalam hal kenaikan harga BBM ini. Begitu kondisi mulai stabil, investor akan kembali masuk untuk berinvestasi," kata Juniman, sembari memprediksi bahwa kondisi ekonomi akan kembali stabil tiga bulan setelah harga BBM dinaikkan -- sebagaimana yang terjadi sebelum-sebelumnya. (kd)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.