Bareksa.com - Kinerja pasar saham nasional yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat pada perdagangan kemarin, di tengah ancaman perlambatan ekonomi global akibat penerapan lockdown (penguncian wilayah) di China.
Sebab penerapan lockdown akibat lonjakan kasus Covid-19 di Negeri Panda beberapa waktu terakhir dikhawatirkan akan menghambat rantai pasokan global yang sekitar 20 persennya berasal dari China.
Namun, menurut analisis Bareksa, investor tetap optimistis terhadap pasar keuangan RI setelah pemerintah menyatakan stabilitas keuangan Indonesia berada dalam kondisi terjaga di tengah meningkatnya tekanan eksternal. Hal ini turut menopang kenaikan kinerja mayoritas reksadana berbasis saham.
Pada perdagangan Rabu (13/4/2022), IHSG ditutup dengan kenaikan 0,67 persen ke level 7.262,78 yang merupakan level penutupan tertinggi baru sepanjang sejarah (all time high).
Sementara itu, pasar obligasi masih mengalami tekanan terdampak tingginya inflasi di Amerika Serikat yang mendorong kenaikan imbal hasil (yield) acuan obligasi. Hal ini mengakibatkan pelemahan mayoritas kinerja reksadana pendapatan tetap.
Seperti diketahui, ekspektasi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Negara Paman Sam (Federal Reserve/The Fed) di atas 50 basis poin (bps) semakin tinggi, menyusul rilis data inflasi di Negara Adidaya melampaui perkiraan pasar.
Departemen Tenaga Kerja AS pada Selasa malam WIB melaporkan indeks harga konsumen (inflasi) Negara Adikuasa melonjak 8,5 persen secara tahunan pada Maret 2022. Angka ini merupakan yang tertinggi dalam 40 tahun terakhir atau sejak 1981.
Angka inflasi AS Maret sedikit lebih tinggi dari perkiraan 8,4 persen dan juga naik lebih kencang dari Februari yang 7,9 persen. Secara bulanan, inflasi AS naik 1,2 persen pada Maret dari 0,8 persen di Februari.
Baca : Bareksa Raih Pendanaan Seri C dari Grab, Kukuhkan Sinergi Grab - Bareksa - OVO
Analisis Bareksa memperkirakan reksadana saham masih akan bergerak terbatas karena investor mencermati perkembangan kasus Covid-19 di China yang semakin tinggi dan membuat hampir semua provinsi besar di Negara Tirai Bambu menerapkan lockdown.
Analisis Bareksa menyarankan investor dapat mencermati reksadana berbasis saham yang porsi impor bahan baku serta barang jadi dari China tidak terlalu besar.
Pasar obligasi dalam negeri diprediksi kembali melemah dengan yield menyentuh level 6,93 persen pada perdagangan kemarin. Hal ini dinilai masih dalam rentang wajar karena untuk menjaga selisih yield dengan obligasi AS tetap atraktif.
Analisis Bareksa menyarankan saat ini, investor dapat mempertimbangkan reksadana pendapatan tetap basis obligasi korporasi.
Baca : Kerahkan Sinergi Ekosistem, Grab-OVO Ikut Mendukung Perluasan Distribusi SBN Melalui Bareksa
Beberapa produk reksadana pendapatan tetap, reksadana saham dan reksadana indeksberkinerja cemerlang yang bisa dipertimbangkan oleh investor dengan profil risiko moderat dan agresif adalah sebagai berikut :
Imbal Hasil 1 Tahun (per 13 April 2022)
Principal Index IDX30 Kelas O : 20,16 persen
Syailendra MSCI Indonesia Value Index Fund Kelas A : 19,7 persen
TRIM Syariah Saham : 11,96 persen
BNP Paribas Solaris : 9,13 persen
Imbal Hasil 1 Tahun (per 13 April 2022)
Syailendra Pendapatan Tetap Premium : 5,71 persen
Sucorinvest Stable Fund : 7,96 persen
Baca : Kolaborasi PT Pegadaian - Bareksa, Hadirkan Tabungan Emas Online untuk Investasi Terintegrasi
(Sigma Kinasih/Ariyanto Dipo Sucahyo/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.