Bareksa.com – Bisnis travel umrah kembali jadi perhatian khalayak luas. Kita masih ingat betul bagaimana First Travel yang gagal memberangkatkan jemaahnya dan menghasilkan kerugian hingga Rp850 miliar. Kini, kejadian serupa terjadi pada jemaah Abu Tours.
Bisnis travel milik PT Amanah Bersama Ummat itu diduga menyelewengkan dana hingga Rp1,8 triliun milik 86.720 jemaahnya. Alhasil, jemaah Abu Tours harus menanggung kerugian akibat gagal berangkat umrah.
Kementerian Agama pun tak tinggal diam. Pada Selasa, 27 Maret 2018, Kemenag resmi mencabut izin operasional travel yang berdomisili di Makassar itu. Pencabutan izin operasional Abu Tours bersamaan dengan pencabutan izin tiga Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) lainnya yakni Solusi Balad Lumampah (SBL) di Bandung, Mustaqbal Prima Wisata di Cirebon, dan Interculture Tourindo di Jakarta.
“SK pencabutan telah disampaikan kepada masing-masing pihak melalui Kanwil Kemenag setempat,” tulis Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Nizar Ali.
Kemenag juga telah menerbitkan regulasi baru terkait penyelenggaraan ibadah umrah. Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.Terbitnya PMA ini otomatis menggantikan aturan sebelumnya, yaitu PMA Nomor 18 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.
Nizar mengatakan, regulasi baru ini diberlakukan untuk membenahi industri umrah. Saat ini umrah semakin diminati umat Islam sehingga berkembang menjadi bisnis yang besar. Dalam setahun rerata jemaah umrah dari Indonesia mencapai hampir 1 juta orang.
“PMA ini kami buat untuk menyehatkan bisnis umrah sekaligus melindungi jemaah. Selama ini ibadah umrah terganggu oleh pelaku bisnis yang nakal sehingga jemaah rentan menjadi korban,” jelas Nizar.
Dalam aturan baru terkait umrah, kata Nizar, terdapat sejumlah hal penting. Dari sisi model bisnis, ada kewajiban bagi PPIU untuk mengelola umrah dengan cara yang halal atau berbasis syariah. Tidak boleh lagi ada penjualan paket umrah menggunakan skema ponzi, sistem berjenjang, investasi bodong, dan sejenisnya yang berpotensi merugikan jemaah.
“Penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah bukanlah “bisnis” sebagaimana umumnya. Umrah adalah ibadah. Karenanya, pengelolaan perjalanannya harus benar-benar berbasis syariah,” tegas Nizar.
Sehubungan dengan itu, melalui regulasi ini, izin penyelenggaraan umrah akan diperketat. PMA mengatur keharusan diterapkannya prinsip-prinsip syariah dalam asas penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah. Ini disebabkan banyak indikasi bisnis umrah dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan syariah, misalnya penjualan dengan skema ponzi, penggunaan dana talangan yang berpotensi menjerat jemaah, dan lain-lain.
Selain itu, izin menjadi PPIU hanya akan diberikan kepada biro perjalanan wisata yang memiliki kesehatan manajemen dan finansial, tidak pernah tersangkut kasus hukum terkait umrah, taat pajak, dan tersertifikasi. Secara berkala PPIU akan diakreditasi oleh lembaga yang ditunjuk Kemenag.
Beleid ini juga memuat tentang patokan Biaya Perjalanan Ibadah Umrah (BPIU) atau harga referensi disertai standar pelayanan minimum (SPM). “Hal ini sebagai acuan bagi masyarakat dalam menimbang tawaran paket umrah dari PPIU,” terang Nizar.
Hal lain yang diatur adalah soal mekanisme pendaftaran jemaah. Sebelumnya, rekrutmen jemaah dilakukan secara bebas tanpa melapor kepada Kemenag selaku regulator. Sekarang, pendaftaran harus dilakukan melalui sistem pelaporan elektronik dengan pembatasan keberangkatan paling lama enam bulan setelah tanggal pendaftaran dan paling lama tiga bulan setelah pelunasan. Melalui sistem yang terpusat ini, Kemenag berharap lebih efektif mengawasi penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah. Selain itu, Kanwil Kemenag Provinsi dan Kankemenag Kabupaten/Kota lebih dilibatkan sejak proses perizinan hingga pengawasan PPIU.
“Dengan regulasi ini, kami berharap penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah akan semakin baik dan jemaah makin terlindungi,” tandasnya.
Mengembangkan SIPATUH
Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (SIPATUH) adalah layanan berbasis elektronik (web dan mobile) yang dikembangkan Kementerian Agama. Keberadaan SIPATUH diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah dan haji khusus.
Prinsip dasar kerja SIPATUH adalah memberikan ruang bagi jemaah untuk dapat memantau rencana perjalanan ibadah umrahnya, sejak mendaftar hingga sampai pulang kembali ke Tanah Air.
Untuk itu, SIPATUH memuat sejumlah informasi, di antaranya:a)Pendaftaran jemaah umrah; b)Paket perjalanan yang ditawarkan PPIU; c)Harga paket; d) Pemantauan penyediaan tiket yang terintegrasi dengan maskapai penerbangan; e) Pemantauan akomodasi yang terintegrasi dengan sistem muassasah di Arab Saudi; f) Alur pemesanan visa yang terintegrasi dengan Kedutaan Besar Saudi Arabia; g) Validasi identitas jemaah yang terintegrasi dengan Dukcapil; dan h) Pemantauan keberangkatan dan kepulangan yang terintegrasi dengan Imigrasi.
Melalui SIPATUH, jemaah akan memperoleh nomor registrasi pendaftaran sebagai bukti proses pendaftaran yang dilakukan sesuai peraturan. Artinya, proses akhir pendaftaran adalah keluarnya nomor registrasi umrah (sejenis nomor porsi dalam pendaftaran ibadah haji).
Dengan nomor registrasi ini, jemaah dapat memantau proses persiapan keberangkatan yang dilakukan oleh PPIU, mulai dari pengadaan tiket, pemesanan akomodasi, hingga penerbitan visa. Saat ini, SIPATUH sedang dalam tahap uji coba sampai dengan 31 Maret 2018 dan akan aktif diberlakukan per April 2018 setelah diresmikan Menteri Agama.
Ke depan, jemaah yang akan mendaftar umrah agar memperhatikan lima hal berikut:
1. Pilih travel umrah berizin resmi (cek di web Kemenag atau tanyakan ke Kantor Kemenag Kab/Kota setempat);
2. Menakar harga paket umrah yang ditawarkan (mendekati atau sama dengan harga referensi);
3. Pastikan saat mendaftar memperoleh nomor registrasi untuk mengecek proses pemberangkatan melalui SIPATUH;
4. Pastikan paket yang ditawarkan sesuai standar pelayanan minimal yang meliputi: bimbingan ibadah, transportasi, akomodasi dan konsumsi, kesehatan, perlindungan jemaah, serta perlindungan jemaah;
5. Segera melapor jika menemukan masalah melalui SIPATUH.
“Jadi, untuk lebih aman, gunakan SIPATUH saat mendaftar umrah. PPIU yang terdaftar di SIPATUH sudah dipastikan mendapat izin resmi dari Kementerian Agama. Paket yang ditawarkan pun sudah memenuhi standar pelayanan minimal,” tutup Nizar. (hm)