BeritaArrow iconReksa DanaArrow iconArtikel

Prospek Pasar Saham Positif, Ini Strategi Manulife AM Tangkap Potensi Cuan

Hanum Kusuma Dewi18 Agustus 2022
Tags:
Prospek Pasar Saham Positif, Ini Strategi Manulife AM Tangkap Potensi Cuan
Ilustrasi investor memantau perkembangan pasar saham melalui ponsel. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat meskipun ditekan aksi jual asing (net sell) sehingga mendongkrak kinerja reksadana berbasis saham seperti reksadana saham, reksadana indeks dan reksadana campuran. (Shutterstock)

Manajer investasi ini memiliki pandangan positif pada sektor energi terbarukan dan ekonomi digital

Bareksa.com - Kekhawatiran resesi ekonomi di sejumlah negara serta risiko dampak dari kebijakan The Fed atau bank sentral Amerika, turut mempengaruhi pergerakan pasar saham baik global maupun di Indonesia. Lalu bagaimana potensi pasar saham di dalam negeri?

Berikut ini ulasan mengenai pasar saham menurut PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), dalam tajuk Seeking Alpha Edisi Agustus 2022 yang disampaikan oleh Samuel Kesuma, CFA – Senior Portfolio Manager, Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia atau Manulife AM/MAMI.

Saumel mengatakan pasar saham global mencatat penguatan pada bulan lalu karena adanya sentimen pasar didukung oleh ekspektasi bahwa The Fed sudah mendekati puncak dari siklus kenaikan suku bunganya dan akan mulai beranjak lebih dovish di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi. Ia mengatakan, sentimen pasar juga tertopang oleh laporan keuangan emiten AS kuartal dua yang lebih baik dari ekspektasi, terutama karena ekspektasi pasar terhadap kinerja emiten sudah sangat rendah di tengah kondisi inflasi tinggi yang dapat menggerus marjin laba.

Promo Terbaru di Bareksa

Selain itu, ia melanjutkan dari perspektif valuasi, pasar saham AS sudah turun ke level yang atraktif di bulan Juli, di mana rasio P/E sudah turun ke -1 standard deviasi di bawah rata-rata lima tahun, memberikan entry point menarik bagi investor yang menilai kalau seluruh berita negatif terkait melemahnya pertumbuhan ekonomi, inflasi tinggi, dan kenaikan suku bunga yang agresif sudah diperhitungkan oleh pasar saat ini.

Berikut pandangan Samuel Kesuma, lebih lanjutnya. Ekonomi AS mengalami kontraksi minus 0,9% di Q2-2022, yang merupakan kontraksi ekonomi dua kuartal berturut-turut, apakah ini berarti AS mengalami resesi ekonomi?

Secara teknis, kontraksi ekonomi selama dua kuartal berturut-turut dapat dikatakan sebagai resesi. Tapi kami melihat kondisi saat ini lebih kompleks dari definisi tersebut. Umumnya pada kondisi resesi terdapat angka pengangguran yang meningkat, serta aktivitas industri dan konsumsi masyarakat melemah.

Namun saat ini kami tidak melihat kondisi tersebut terjadi di Amerika. Tingkat pengangguran masih sangat rendah di 3,5% dan tingkat ketenagakerjaan masih pada level kuat yang tidak mengindikasikan kalau ekonomi dalam kondisi resesi. Secara umum kami melihat data PDB Amerika ini sebagai indikasi bahwa ekonomi Amerika dalam kondisi pelemahan, kondisi yang wajar seiring dengan kenaikan suku bunga secara agresif. Kami ekspektasikan pertumbuhan ekonomi Amerika akan relatif rendah di semester dua tahun ini dan 2023.

Di tengah pelemahan ekonomi AS bagaimana Anda melihat arah kenaikan suku bunga The Fed ke depannya?

Saat ini prioritas utama The Fed adalah menanggulangi inflasi walaupun harus sedikit “mengorbankan” pertumbuhan ekonomi. Kami melihat The Fed akan melanjutkan kenaikan suku bunga di tahun ini hingga terdapat bukti kalau tekanan inflasi mereda secara konsisten.

Menariknya sudah terdapat indikasi tekanan inflasi mulai berkurang seiring dengan meredanya harga komoditas dunia. Harga minyak dunia sudah turun ke bawah US$100 per barel, turun 26% dari titik tertingginya di US$127, dan harga gandum yang sempat melesat karena konflik Rusia-Ukraina juga sudah turun 45% dari titik tertingginya. Apabila kondisi ini dapat dipertahankan, maka sangat mungkin bagi The Fed untuk mulai mengurangi intensitas kenaikan suku bunganya yang dapat menjadi kabar positif bagi pasar finansial. Ekspektasi pasar saat ini memperkirakan suku bunga The Fed dapat mencapai 3,5% di akhir tahun, dengan besaran kenaikan suku bunga tiga rapat terakhir tahun ini akan lebih kecil dibanding kenaikan 75 bps di bulan Juni dan Juli.

Lalu bagaimana dengan dampak perlambatan ekonomi global terhadap outlook ekonomi Indonesia? Apakah terdapat ancaman resesi bagi Indonesia?

Kami melihat kondisi Indonesia saat ini berbeda dengan kondisi di kawasan negara maju yang cenderung mengalami perlambatan. Indonesia berada pada siklus pemulihan ekonomi didukung pembukaan kembali ekonomi yang suportif bagi pertumbuhan konsumsi domestik. Berbagai data seperti penjualan otomotif, keyakinan konsumen, dan pertumbuhan kredit terus menunjukkan pemulihan sepanjang tahun ini.

Dari sisi ketenagakerjaan, tingkat pengangguran terus menurun mengindikasikan penyerapan kerja yang membaik. Data pertumbuhan ekonomi mengafirmasi momentum pemulihan ini dimana ekonomi tumbuh 5,44% YoY di kuartal dua 2022, naik dari 5,01% di kuartal pertama. Saat ini kami melihat risiko resesi terhadap Indonesia relatif minim, karena pemulihan konsumsi domestik memberi bantalan bagi Indonesia di tengah perlambatan ekonomi global.

Inflasi domestik merangkak naik sepanjang tahun ini dan sudah melampaui batas atas target BI. Apakah BI terlambat menaikkan suku bunga (behind the curve) seperti yang terjadi pada The Fed? Bagaimana pandangan Anda terkait kebijakan suku bunga BI?

Meskipun inflasi umum meningkat mendekati 5%, inflasi inti - yang merupakan acuan kebijakan BI - tetap terjaga di 2,86% per bulan Juli. Dengan inflasi inti yang masih terjaga maka memang belum ada urgensi bagi BI untuk menaikkan suku bunga sejauh ini.

Menariknya, nilai tukar Rupiah merupakan salah satu nilai tukar dengan kinerja terbaik di Asia tahun ini, walau BI belum menaikkan suku bunga, mengindikasikan keyakinan pasar terhadap kredibilitas kebijakan moneter BI. Sebetulnya BI juga memiliki alat kebijakan selain suku bunga untuk menyerap likuiditas domestik, seperti melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM).

Sepanjang tahun ini GWM sudah naik dari 3,5% menjadi 7,5% di Juli, jadi sebetulnya pengetatan kebijakan moneter sudah dilakukan secara gradual sepanjang tahun ini. Namun seiring dengan pemulihan ekonomi, kami melihat inflasi inti akan naik secara gradual sehingga BI berpotensi menaikkan suku bunga ke level 4,0% - 4,25% tahun ini.

Setelah menguat menyentuh rekor tertinggi di Q1-2022, IHSG bergerak fluktuatif dan belum kembali ke level tertingginya. Bagaimana pandangan Anda terhadap outlook IHSG? Berapa target level IHSG untuk akhir tahun ini?

Kami memiliki pandangan positif terhadap outlook pasar saham Indonesia. Volatilitas pasar di kuartal dua lebih disebabkan oleh sentimen global karena The Fed yang menjadi lebih agresif dan kekhawatiran resesi ekonomi. Namun secara fundamental kondisi makroekonomi domestik tidak berubah, tetap suportif di mana momentum pemulihan ekonomi terus terjadi. Meningkatnya aktivitas domestik dan harga komoditas yang suportif berdampak positif pada profitabilitas emiten dalam pasar saham.

Ekspektasi target level IHSG kami dapat mencapai 7.600 dengan ekspektasi pertumbuhan earnings di kisaran 12%. Yang dapat menjadi katalis pasar ke depannya adalah apabila terdapat perbaikan sentimen pasar global seperti The Fed yang menjadi lebih dovish atau meredanya tekanan inflasi global secara konsisten.

Bagaimana filosofi investasi dan strategi portofolio Anda untuk menghasilkan alpha?

Pengelolaan reksadana saham MAMI dilakukan secara aktif yang didasari oleh analisa fundamental dengan riset mendalam untuk membentuk portofolio yang optimal. Kami menerapkan kerangka GCMV (growth, cashflow, management, valuation) dalam pemilihan saham untuk menyaring saham dengan fundamental yang baik dan tingkat valuasi yang atraktif.

Untuk strategi portofolio, kami memiliki pandangan positif pada sektor yang menangkap potensi pertumbuhan struktural Indonesia di bidang pembangunan industri energi terbarukan dan ekonomi digital. Kami melihat eksposur di saham sektor komoditas dan teknologi dapat menangkap potensi Indonesia dalam tema ini.

(Martina Priyanti/hm)

***

Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store​
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS

DISCLAIMER

Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.


Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.382,96

Up0,58%
Up4,31%
Up7,57%
Up8,73%
Up19,20%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.094,08

Up0,44%
Up4,48%
Up7,05%
Up7,51%
Up2,61%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.079,18

Up0,60%
Up3,97%
Up7,04%
Up7,74%
--

Capital Fixed Income Fund

1.844,13

Up0,53%
Up3,89%
Up6,64%
Up7,38%
Up16,99%
Up40,43%

Insight Renewable Energy Fund

2.269,81

Up0,81%
Up3,87%
Up6,51%
Up7,19%
Up20,23%
Up35,64%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua