Bareksa.com - Harga Surat Utang Negara (SUN) pekan ini diperkirakan akan meningkat dengan ditopang oleh meredanya sentimen dari US Treasury 10 years dan meningkatnya minat investor lokal terhadap obligasi negara tersebut.
Peningkatan harga SUN ini tentunya bisa berdampak positif bagi reksadana pendapatan tetap yang berbasis Surat Berharga Negara (SBN).
Associate Director, Head of Fixed Income PT Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto menjelaskan, pasca meredanya yield (imbal hasil) US Treasury, SUN bergerak stabil. Pada pekan lalu memang sempat terjadi aksi ambil untung (profit taking) sehingga menurunkan harga SUN dan membuat yield SUN bergerak di level 6,3 persen.
"Sementara untuk pekan ini, kendati pergerakannya sempit, namun yield SUN akan kembali berada di level 6,2 persen," kata dia di Jakarta akhir pekan lalu.
Dari sisi internal, Ramdhan melihat penyebaran Covid-19 masih menjadi perhatian. Meski tingkat penyebaran kasus Covid-19 sudah menurun di Jakarta, namun di luar Jawa masih belum terkendali. Karenanya, Ramdhan berharap pemerintah bisa segera menangani penyebaran kasus Covid-19 di luar Jawa dan memperluas vaksinasi.
Sementara untuk arus modal, Ramdhan belum melihat adanya pergerakan yang masif dari investor asing. Dia melihat justru investor lokal seperti perbankan yang menambah likuiditasnya di obligasi negara, seiring masih belum optimalnya tingkat intermediasi dan penyaluran kredit yang masih ketat.
"Menjelang akhir tahun ini, kami menantikan timing investor asing untuk berinvestasi di SUN sehingga semakin menambah likuiditas di obligasi negara," terang dia
Associate Director of Research and Investment PT Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, mengatakan pasar obligasi akan bergerak menguat dengan yield SUN tenor 10 tahun akan berada di rentang 6,3-6,4 persen.
Adapun beberapa agenda ekonomi yang akan diperhatikan investor, yakni data kinerja ekspor-impor, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI), Federal Open Market Committee (FOMC) meeting dan data Produk Domestik Bruto (PDB) Eropa.
Nico mengungkapkan, pada pertemuan BI pekan ini, investor akan memperhatikan sikap BI dalam menanggapi perpanjangan Pembatasan Perlakuan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Apabila BI memberikan stimulus pada saat periode perpanjangan ini, maka akan berdampak positif pada pasar obligasi dan saham.
"Selain itu, ketidakpastian akan pemulihan ekonomi di Indonesia ditambah lagi dengan penyebaran kasus kenaikan Covid-19 di dunia bisa memicu volatilitas di pasar obligasi," terang dia.
Dari sisi arus modal, Nico melihat minat yang tinggi dari investor lokal, ditopang oleh adanya lelang obligasi. Sementara untuk investor asing, sejauh ini trennya positif dengan arus modal yang masuk mencapai Rp15 triliun dibandingkan akhir tahun lalu.
Lebih lanjut, Portfolio Manager Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Laras Febriany mengatakan, pada semester II 2021 ini, pasar obligasi akan menikmati dua katalis positif.
Pertama dengan adanya kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas rupiah, inflasi yang terkendali dan upaya yang membuat BI mempertahankan kebijakan moneter akomodatif yang berdampak positif bagi pasar obligasi. Kondisi makro yang relatif positif berkontribusi pada imbal hasil riil obligasi Indonesia yang menarik.
Kedua, langkah pemerintah dalam mengurangi pasokan obligasi di paruh kedua menjadi katalis positif yang dapat mendukung pergerakan obligasi menjelang akhir tahun. Pemerintah mengurangi pembiayaan utang Rp283 triliun sehingga nilai yang ditargetkan tahun ini mencapai Rp924 triliun.
"Pemerintah juga berencana untuk mengoptimalkan penerbitan SBN Ritel yang diharapkan dapat meningkatkan gairah investor domestik berinvestasi di pasar obligasi," kata dia.
Meski terdapat katalis positif, Laras juga mencermati beberapa sentimen negatif seperti volatilitas pada imbal hasil US Treasury, flight to safety pada dolar AS, ketegangan geopolitik, dan perubahan komunikasi kebijakan Fed.
Sementara dari sisi internal, risiko yang mungkin terjadi yakni perlambatan ekonomi domestik yang disebabkan oleh pembatasan aktivitas masyarakat yang berpengaruh terhadap outlook peringkat utang Indonesia serta dampaknya terhadap defisit anggaran pemerintah.
Meningkatnya harga SUN ini bisa menjadi sentimen positif bagi instrumen berbasis obligasi, yakni reksadana pendapatan tetap. Berdasarkan daftar reksadana yang tersedia Bareksa, saat ini ada 30 reksadana pendapatan tetap. Sebanyak 28 dari 30 reksadana tersebut mencatatkan kinerja positif dalam setahun terakhir.
Syailendra Pendapatan Tetap Premium dari PT Syailendra Capital mencatat kinerja tertinggi, yakni dengan imbalan 14,36 persen. Disusul Sucorinvest Bond Fund dari PT Sucor Asset Management membukukan return (tingkat pengembalian) 11,83 persen.
(K09/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.