SUN Tertekan Covid-19 dan Tapering, Reksadana Pendapatan Tetap Masih Positif
Dari 30 produk reksadana pendapatan tetap di Bareksa, hampir seluruhnya membukukan kinerja positif sebulan terakhir
Dari 30 produk reksadana pendapatan tetap di Bareksa, hampir seluruhnya membukukan kinerja positif sebulan terakhir
Bareksa.com - Harga Surat Utang Negara (SUN) berpeluang mengalami penurunan pada pekan ini karena kekhawatiran akan pengurangan pembelian kembali obligasi (tapering) oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed dan meningkatnya kasus Covid-19. Pelemahan ini secara tidak langsung bisa berdampak pada instrumen reksadana berbasis obligasi, yakni reksadana pendapatan tetap.
Associate Director of Research and Investment PT Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, imbal hasil (yield) SUN pada pekan ini akan menurun. SUN dengan tenor 5 tahun akan bergerak di level 5,45-5,55 persen dan tenor 10 tahun akan berada di level 6,4-6,5 persen. Sementara untuk tenor jangka panjang, yakni 15 dan 20 tahun akan berada di rentang 6,35-7,1 persen.
Menurut Nico, pekan ini akan menjadi pekan yang sulit bagi investor. Pasalnya, pelaku pasar dan investor tidak bisa membendung rasa trauma seperti pada 2013, saat The Fed berencana mengurangi pembelian obligasi di pasar. Sementara belum lama ini, The Fed mengumumkan akan mempertimbangkan kebijakan tapering pada pertemuan-pertemuan berikutnya.
Promo Terbaru di Bareksa
Hal ini menurut Nico menimbulkan kekhawatiran bagi investor. Pasalnya, investor harus mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi dan kondisi yang sama untuk kedua kalinya.
"Apabila tidak dilakukan, maka investor harus pasrah menghadapi tekanan yang ditimbulkan dari tapering The Fed," jelas Nico di Jakarta akhir pekan lalu.
Nico melihat, sejauh ini reaksi pasar masih wajar dalam menanggapi tapering ini, namun investor tetap mengantisipasi pergerakan pasar. Karenanya, pergerakan imbal hasil obligasi untuk tenor 10-20 tahun mengalami kenaikan karena tertekan aksi jual.
Sebaliknya, imbal hasil obligasi tenor 5 tahun mengalami penurunan. "Hal ini mengindikasikan pelaku pasar dan investor memindahkan portofolionya ke obligasi jangka pendek untuk meredam volatilitas yang terjadi di pasar ke depannya," jelas dia.
Dengan adanya tekanan di pasar obligasi, investor pada lelang SUN pada Selasa nanti akan meminta imbal hasil yang lebih tinggi dari biasanya. Kekhawatiran investor akan tapering tentu tidak bisa dihilangkan sehingga total penawaran lelang yang masuk akan berkurang dari biasanya. Kendati terjadi arus modal keluar dari obligasi, namun menurut Nico Bank Indonesia (BI) akan tetap menjaga pergerakan pasar obligasi.
"Total penawaran lelang yang masuk akan berkisar Rp30-50 triliun dengan seri yang menjadi primadona di tenor 5 dan 10 tahun," ungkap dia.
Head of Fixed Income PT Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf menjelaskan, pengumuman rencana tapering memang sempat membuat yield US Treasury 10 years (UST) meningkat. Namun, saat ini, yield US Treasury 10 tahun sudah menurun ke level sebelum dilakukannya pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC).
"Normalnya selama tahun 2021 ini yield SUN sangat mengikuti pergerakan yield UST," papar dia.
Adapun pada pekan ini, pasar obligasi sangat dipengaruhi oleh faktor domestik. Menurut Dimas, pasar sangat menunggu kebijakan pemerintah dalam menangani jumlah kasus Covid-19 yang meningkat signifikan. Pasar sangat berharap pemerintah bisa memformulasikan kebijakan yang tepat dalam membendung penyebaran Covid-19, namun tetap meminimalkan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Dengan faktor tersebut, pergerakan SUN akan bergerak bervariasi dengan kecenderungan bergerak ke tenor-tenor yang dinilai lebih defensif terhadap volatilitas," terang dia.
Pelemahan harga ini secara tidak langsung bisa mempengaruhi performa instrumen reksadana pendapatan tetap.
Namun berdasarkan daftar reksadana yang tersedia Bareksa, dari 30 produk reksadana pendapatan tetap yang ada, hampir seluruhnya masih membukukan kinerja atau tingkat pengembalian (return) yang positif dalam satu bulan (per 18 Juni 2021). Hanya Manulife Obligasi Unggulan Kelas A yang membukukan return -1,61 persen dalam satu bulan.
Sementara secara dalam kurun waktu satu tahun, 8 reksadana pendapatan tetap yang ada di Bareksa bisa membukukan imbal hasil di atas 10 persen. Sucorinvest Bond Fund dan Syailendra Pendapatan Tetap Premium menjadi reksadana pendapatan tetap yang membukukan return tertinggi, yakni 14,82 persen dan 14,38 persen.
(K09/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.