Bareksa.com - Melewati perdagangan Mei 2021, bursa saham Tanah Air harus rela mengalami koreksi jika dibandingkan dengan posisi akhir April 2021. Pepatah Sell in May and Go Away tampaknya kembali terjadi pada tahun ini.
Sepanjang Mei 2021, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan penurunan tipis 0,8 persen month on month (MoM) ke level 5,947.46, dari sebelumnya di level 5,995.620 per akhir April 2021.
Di tiga pekan pertama bulan lalu, IHSG cenderung mengalami tekanan cukup hebat. Namun menjelang akhir bulan khususunya di hari terakhir perdagangan Mei, IHSG secara perlahan mengalami rebound meskipun akhirnya masih tercatat melemah secara bulanan.
Menurut analisis Bareksa, kombinasi sentimen negatif baik dari eksternal maupun internal membuat IHSG tampak loyo pada bulan Mei. Dari eksternal tepatnya di Amerika Serikat (AS), investor menyoroti kenaikan inflasi AS dan kemungkinan pengurangan pembelian obligasi oleh Bank Sentral AS atau The Fed yang dikhawatirkan dapat diikuti dengan kenaikan suku bunga acuan sehingga memicu adanya capital outflow dari emerging market.
Kemudian perkembangan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), terutama di Asia. Setelah India, sejumlah negara juga mengalami lonjakan kasus yang signifikan.
Sebagai contoh, Malaysia memberlakukan pengetatan aktivitas dan mobilitas masyarakat pada pertengahan Mei 2021. Namun ternyata kurang efektif, pasien positif bukannya berkurang malah bertambah.
Kementerian Kesehatan Malaysia mencatat, jumlah pasien positif corona sepanjang bulan lalu bertambah 163.644 orang. Rata-rata pasien bertambah 5.279 orang setiap harinya. Angka ini jauh memburuk ketimbang bulan sebelumnya. Pada April 2021, pasien positif bertambah 63.213 orang atau 2.107 orang per hari.
Sementara dari internal, tampaknya investor sedikit kecewa dengan rilis data pertumbuhan ekonomi domestik. Sekadar informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan negatif 0,74 persen year on year (YoY) pada kuartal I 2021.
Alhasil Indonesia masih mengalami resesi dan sudah mengalami penurunan empat kuartal beruntun di mana pada kuartal II 2020 minus 5,32 persen YoY, kemudian kuartal III 2020 negatif 3,49 persen, dan kuartal IV 2020 berkurang 2,19 persen.
Kondisi IHSG yang mengalami penurunan tipis pada bulan lalu, secara umum turut menekan kinerja reksadana berbasis ekuitas. Namun hal tersebut tampaknya tidak berlaku terhadap tiga jenis reksadana lainnya yang justru masih mampu mencatatkan penguatan.
Sumber: Bareksa
Berdasarkana data Bareksa, indeks reksadana saham menjadi satu-satunya jenis reksadana yang menorehkan kinerja negatif pada bulan lalu dengan koreksi 0,54 persen.
Sementara itu, kenaikan tertinggi diraih oleh indeks reksadana pendapatan tetap yang berhasil terapresiasi 0,56 persen. Adapun di posisi kedua dihuni oleh indeks reksadana pasar uang yang berhasil menguat 0,29 persen, dan di posisi ketiga ditempati oleh indeks reksadana campuran yang naik 0,11 persen.
Perlu diketahui, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
(KA01/Arief Budiman/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.