Bareksa.com - Terlepas dari berbagai pro kontra yang ditimbulkan, UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh pemerintah bersama DPR pada Senin (5/10/2020) dinilai dapat memberikan dampak positif terhadap industri pasar modal dan reksadana.
Omnibus Law akan berdampak positif yang berdampak secara langsung pada industri reksadana, khususnya reksadana berbasis saham adalah mengenai dividen yang bukan menjadi objek pajak lagi.
Untuk diketahui, dividen merupakan bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham, yang biasanya diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Sekadar informasi, pada bagian ketujuh tentang Perpajakan Pasal 111 RUU Omnibus Law Cipta Kerja menyebutkan pengecualian Pajak Penghasilan (PPh) atas dividen berlaku bagi wajib pajak orang pribadi (WP OP) dan WP Badan dalam negeri sepanjang dividen tersebut diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam jangka waktu tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut :
• Wajib pajak perorangan dari final 10 persen menjadi 0 persen
• Wajib pajak badan dalam negeri dari final 15 persen menjadi 0 persen
• Wajib pajak luar negeri tetap final 20 persen
Insentif tersebut merupakan sentimen positif yang berdampak positif terhadap industri pasar modal dan dapat dinikmati langsung. Di sisi lain, Bank Dunia juga telah memberikan pandangan positif terhadap Omnibus Law.
Mereka menyebut UU Cipta Kerja sebagai upaya reformasi besar yang dapat menjadikan Indonesia lebih kompetitif dan mempunyai daya saing. Selain itu, menurut Bank yang bermarkas di Washington DC tersebut, UU Cipta Kerja ditujukan untuk mendukung cita-cita jangka panjang bangsa menjadi masyarakat yang sejahtera.
Dengan menghapus berbagai pembatasan yang berat pada investasi dan keterbukaan Indonesia untuk bisnis, Bank Dunia menilai produk hukum sapu jagad tersebut dapat menarik investor, menciptakan lapangan kerja, dan membantu Indonesia mengurangi angka kemiskinan.
Bursa Saham dan Reksadana Merespons Positif
Sejak disahkannya Omnibus Law pada 5 Oktober 2020 lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memang terlihat dalam tren positif dengan terus mencatatkan kenaikan di awal kuartal IV ini. Terhitung sejak tanggal tersebut hingga penutupan perdagangan akhir pekan lalu (16/10/2020), IHSG telah naik 2,92 persen.
Sumber: Bareksa
Kenaikan yang dialami IHSG tentu berdampak positif terhadap kinerja reksadana secara umum. Berdasarkan data Bareksa, indeks reksadana saham dan indeks reksadana saham syariah kompak mencatatkan kenaikan masing-masing 2,86 persen dan 1,9 persen dalam dua pekan terakhir.
Kondisi tersebut menjadi salah satu indikasi bahwa pelaku pasar merespons positif pengesahan Omnibus Law yang tercermin dari akumulasinya terhadap aset berisiko seperti saham maupun reksadana saham, terlepas dari berbagai sentimen lain yang mewarnai bursa saham domestik.
Perlu diketahui, reksadana ialah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
(KA01/Arief Budiman/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana