Bareksa.com - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 18-19 Agustus 2020, memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 4 persen. Selain itu, diputuskan juga suku bunga deposit facility 3,25 persen dan suku bunga lending facility 4,75 persen.
Onny Widjanarko, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI menyampaikan keputusan BI ini konsisten dengan perlunya menjaga stabilitas eksternal, di tengah inflasi yang diprakirakan tetap rendah.
Menurut analisis Bareksa, kondisi suku bunga yang masih dalam level rendah membuat prospek reksadana pendapatan tetap masih akan menarik hingga akhir tahun 2020. Hal itu dikarenakan ketika suku bunga berada dalam level rendah, membuat yield obligasi semakin menarik dan layak untuk dilirik.
Di sisi lain, keputusan BI dengan mengikuti langkah bank sentral negara lain untuk melakukan pelonggaran moneter, dengan cara mengikuti siklus penurunan suku bunga dan ini dapat menjadi sentimen positif menopang pasar obligasi, yang akhirnya menyebabkan adanya capital inflow ke emerging market yang tercermin dari nilai tukar rupiah yang kembali stabil.
Indonesia sebagai negara berkembang yang menawarkan yield relatif tinggi di kisaran 6,8 persen (SUN 10 tahun, per 19 Agustus 2020) bakal menjadi incaran investor. Bahkan, investor asing diyakini dapat kembali masuk ke pasar surat utang negara (SUN).
Hal itu setidaknya sudah mulai terlihat pada kepemilikan investor asing atas Surat Berharga Negara (SBN) yang bertambah Rp10,04 triliun sepanjang Juli 2020.
Reksadana Pendapatan Tetap Juara YtD
Sejauh ini, reksadana berbasiskan surat utang memang masih menjadi yang paling moncer dibandingkan dengan reksadana jenis lain.
Berdasarkan data reksadana yang dijual di Bareksa, 10 besar reksadana dengan imbal hasil (return) tertinggi dari awal tahun hingga 19 Agustus 2020, seluruhnya ditempati oleh produk reksadana pendapatan tetap dengan imbal hasil antara 6,44 persen hingga 8,08 persen. Adapun setahun terakhir, 10 reksadana itu mencatatkan return 8,21 persen hingga 12 persen.
Sumber: Bareksa
Dalam jangka pendek, reksadana berbasis surat utang masih akan jadi pilihan yang paling menarik. Kinerja reksadana pendapatan tetap akan didorong oleh tingkat inflasi yang masih rendah dan kebijakan moneter dengan suku bunga rendah, belum lagi adanya opsi pembelian Surat Utang Negara (SUN) oleh BI.
Perlu diketahui, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
Adapun reksadana pendapatan tetap wajib menempatkan minimal 80 persen portofolionya dalam efek surat utang atau obligasi. Maka dari itu, reksadana ini sangat terpengaruh dengan pasar obligasi.
Reksadana jenis ini cocok untuk tujuan investasti jangka 1-3 tahun serta pilihan tetap bagi investor yang memiliki profil risiko konservatif-moderat, yakni mereka yang tidak ingin menerima fluktuasi tinggi namun mengharapkan pertumbuhan dana yang stabil.
(KA01/AM)
***
Ingin berinvestasi yang aman di reksadana dan diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.