Manulife AM : Pasar Naik dan Turun Takut, Kapan Sebaiknya Investasi Reksadana?
Di satu sisi, anjloknya pasar saham dapat dilihat sebagai peluang bagi investor untuk masuk dan berinvestasi
Di satu sisi, anjloknya pasar saham dapat dilihat sebagai peluang bagi investor untuk masuk dan berinvestasi
Bareksa.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun cukup dalam hingga ke level 4.895,75 pada Kamis (12/3). Jika dihitung sejak awal tahun (YtD), IHSG sudah anjlok 22,28 persen, termasuk yang terdalam di antara bursa saham di Asia.
Di satu sisi, anjloknya pasar saham dapat dilihat sebagai peluang bagi investor untuk masuk dan berinvestasi. Di lain pihak, kita pun harus terus mencermatinya dengan hati-hati, apakah saat itu adalah saat yang paling tepat untuk berinvestasi?
Apa yang sebaiknya harus dilakukan oleh investor? Freddy Tedja, Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) mengenai gejolak pasar akhir-akhir ini akibat wabah virus corona.
Promo Terbaru di Bareksa
Menurut Freddy, pelemahan pada bursa-bursa saham di Asia yang dibebani oleh ketidakpastian wabah novel coronavirus (Covid-19), dan kejatuhan harga minyak dunia setelah OPEC gagal mencapai kesepakatan dengan sekutunya mengenai pemotongan produksi, turut berpengaruh ke kondisi pasar modal Indonesia sepanjang pekan ini.
Anjloknya IHSG yang diikuti dengan volatilitas tinggi membuat investor cenderung menahan diri untuk masuk ke pasar saham. Pasar saham memang memiliki tingkat volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan pasar obligasi atau pasar uang.
"Kadang, pasar saham berada dalam tren penguatan (bullish), kadang dalam tren pelemahan (bearish), atau terkadang berada dalam pola mendatar (sideways). Untuk itulah pasar saham hanya cocok bagi investor yang memiliki profil risiko agresif dan memiliki horizon jangka panjang, dalam arti dana yang diinvestasikan tidak untuk digunakan dalam waktu dekat," ujar Freddy dalam keterangannya (13/3/2020).
Saat IHSG mengalami penurunan, kata dia, akan muncul berita-berita pesimistis yang mudah ditemui di berbagai media baik tertulis, daring (online), maupun berita-berita yang belum jelas kesahihannya yang menyebar lewat media sosial sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi investor awam. Sebaliknya, ketika IHSG akan mudah pula ditemukan berita dan analisa yang berlebihan memprediksi seberapa menguat IHSG akan berlanjut.
Kedua kondisi tersebut, menurut Freddy, yakni terlalu optimistis atau terlalu pesimistis dapat menimbulkan kekhawatiran irasional ataupun euforia berlebihan bagi investor awam, terutama yang terbiasa dengan filosofi investasi “ikut saja apa yang orang lain lakukan”.
"Terlihat bahwa faktor lingkungan ini juga berperan signifikan dalam membentuk bias psikologi, kebiasaan investasi, atau persepsi dari seorang investor," ungkapnya.
Apakah sekarang waktu yang tepat untuk berinvestasi?
Freddy mengatakan sulit untuk menebak dengan pasti apakah IHSG masih akan terus melemah atau justru berbalik menguat. Namun yang sering terjadi adalah, ketika pasar saham turun, investor reksadana saham takut pasar saham akan terkoreksi, sehingga memilih untuk menunda investasi. Sebaliknya, ketika pasar saham menguat, investor reksadana saham pun tidak berinvestasi karena takut pasar saham sudah kemahalan.
"Kalau turun takut, naik takut, lalu kapan investasinya? Keputusan investasi seharusnya tidak dilakukan dengan cara menebak-nebak, karena pasar finansial memang tidak bisa ditebak!" dia menjelaskan.
Lakukan investasi secara berkala
Menurut Freddy, bagi investor yang memiliki profil risiko agresif, memiliki tujuan jangka panjang, memiliki dana yang tidak digunakan dalam waktu dekat, dapat berinvestasi secara berkala (regular) tanpa memperhatikan pergerakan pasar naik atau turun.
"Pernahkah kita memikirkan kerugian yang terjadi ketika kita menunda investasi karena terlalu lama menebak-nebak? Investasi secara berkala akan mengoptimalkan peluang yang dapat kita raih, namun di saat yang sama kita pun meminimalkan risiko yang terjadi dibandingkan kita berinvestasi sekaligus dalam jumlah yang sangat besar," imbuhnya.
Bagi investor dengan profil risiko konservatif atau moderat, maka pilihan bisa ke reksadana pendapatan tetap atau pasar uang. Jika ingin memperluas alokasi aset, menambah sedikit porsi investasi di reksadana saham, maksimal 20 persen. "Tentu kuncinya adalah lakukan investasi secara berkala. Sehingga mau pasar saham naik atau turun, siapa takut? Ayo berinvestasi!" kata dia.
Reksadana ialah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut, nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
Sebagaimana dikutip dari Bursa Efek Indonesia (BEI), reksadana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain itu, reksadana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.
Reksadana memberikan imbal hasil (return) dari pertumbuhan nilai aset-aset yang ada di dalam portofolionya. Imbal hasil ini potensinya lebih tinggi dibandingkan dengan deposito atau tabungan bank.
Jenis reksadana yang dipilih, bisa disesuaikan dengan karakter kita apakah seorang high-risk taker, medium-risk taker, atau low-risk taker. Jika kurang berani untuk mengambil risiko rugi, bisa memilih reksadana pasar uang.
Sementara jika cukup berani tapi masih jaga-jaga untuk tidak terlalu rugi, bisa coba fixed income (reksadana pendapatan tetap) atau balanced (reksadana campuran). Jika cukup berani ambil risiko, bisa berinvestasi di reksadana saham (equity).
Perlu diketahui soal reksadana, selain aman karena diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), reksadana juga berpotensi memberikan imbal hasil optimal, bukan objek pajak, serta sangat berpeluang bisa mengalahkan angka inflasi.
Demi kenyamanan berinvestasi pastikan dulu tujuan keuangan dan profil risiko kamu ya.
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.385,82 | 0,23% | 4,09% | 7,79% | 8,03% | 19,38% | 38,35% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,66 | 0,21% | 4,11% | 7,21% | 7,45% | 2,88% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.085,69 | 0,58% | 3,99% | 7,68% | 7,82% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.854,91 | 0,57% | 3,86% | 7,26% | 7,40% | 17,49% | 40,87% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.289,21 | 0,83% | 4,10% | 7,42% | 7,55% | 19,87% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.