IHSG & Reksadana Berbasis Saham Terperosok Dalam, Bareksa Rekomendasi Produk Ini
Menjangkitnya wabah virus corona menjadi salah satu penyebab penurunan IHSG tersebut
Menjangkitnya wabah virus corona menjadi salah satu penyebab penurunan IHSG tersebut
Bareksa.com - Dalam dua terakhir, indeks harga saham gabungan (IHSG) terperosok jatuh ke bawah level 6.000. Menjangkitnya wabah virus corona menjadi salah satu penyebab penurunan IHSG tersebut.
Berdasarkan data Bareksa, IHSG pada penutupan perdagangan Senin, (3/2), ditutup di level 5.884, menurun dari penutupan perdagangan akhir pekan lalu pada level 5.940. Penurunan ini sudah terjadi sejak akhir tahun lalu, pada 30 Desember 2019, IHSG masih bertengger di level 6.299, namun saat ini harus terperosok jauh ke bawah level psikologis 6.000.
Meskipun, dari sisi nilai tukar, rupiah menunjukkan penguatan dari Rp 13.945 per dolar Amerika Serikat (AS) pada 30 Desember 2019 menjadi Rp13.725 pada Senin, 3 Februari 2020.
Promo Terbaru di Bareksa
Pergerakan IHSG Secara Year to Date (YTD)
Sumber : Bareksa
Head of Research PT MNC Sekuritas Edwin Sebayang mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan IHSG sehingga berada di bawah level 6.000. Dari sisi eksternal, virus corona memang menjadi penyebab utama dari kejatuhan IHSG. Dia mengungkapkan, korban tewas dari wabah virus corona bertambah dan ditambah pula adanya pernyataan darurat global dari World Health Organization (WHO) yang semakin menambah kekhawatiran investor.
"Sementara penyebab lainnya adalah kekhawatiran tentang resesi ekonomi setelah yield obligasi AS tenor 10 tahun yang terus menurun," ungkap dia kepada Bareksa kemarin.
Sementara dari internal, ada beberapa hal yang menyebabkan penurunan IHSG. Penyebab pertama adalah adanya aksi redemption reksadana dari sejumlah perusahaan aset manajemen. Kemudian, adanya penurunan limit marjin untuk perdagangan dan pembelian di beberapa sekuritas dan penyebab lainnya.
Dalam situasi seperti ini, menurut Edwin ada beberapa hal yang bisa dilakukan investor. Menurut dia, investor sebaiknya membeli saham yang memberikan dividen yield yang tinggi. Kemudian, dia juga menyarankan investor untuk membeli saham yang melakukan aksi korporasi yang bisa meningkatkan pendapatan dan laba bersih serta menjauhi saham yang tidak menerapkan good corporate governance (GCG) dengan baik.
Selain itu, investor juga sebaiknya tidak berinvestasi di reksadana saham yang ditawarkan oleh perusahaan manajemen investasi yang bermasalah atau yang tersangkut dengan kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri. Kendati demikian, bukan berarti investor sepenuhnya meninggalkan investasi di reksadana. Sebab, masih ada perusahaan aset manajemen lain yang berkredibilitas baik dengan instrumen produk yang juga memberikan imbal hasil yang kompetitif.
Berdasarkan data Bareksa, dari sisi imbal hasil, pergerakan indeks reksadana masih lebih tinggi dari pergerakan IHSG dalam satu tahun terakhir (year on year/yoy). indeks reksadana pasar uang dan pendapatan tetap bahkan mampu memberikan imbal hasil positif di saat IHSG mencatatkan return negatif
Perbandingan Indeks Reksadana dengan IHSG
Sumber : Bareksa
Dari grafik tersebut bisa terlihat, indeks reksadana pendapatan tetap mampu memberikan imbal hasil 9,36 persen dalam satu tahun terakhir. Sedangkan indeks reksadana pasar uang bisa memberikan imbal hasil 4,25 persen secara tahunan.
Dengan latar belakang kondisi pasar seperti dijelaskan tersebut, tim analis Bareksa merekomendasikan reksadana jenis pasar uang dan pendapatan tetap untuk saat ini. Kemudian, berdasarkan sejumlah parameter, lima produk yang dijual di Bareksa ini layak mendapatkan rekomendasi.
1. Reksadana Sucorinvest Money Market Fund (Pasar Uang)
2. Reksadana Syailendra Dana Kas (Pasar Uang)
3. Reksadana Syailendra Fixed Income Fund (Pendapatan Tetap)
4. Reksadana RHB Fixed Income Fund 2 (Pendapatan Tetap)
5. Reksadana Manulife Obligasi Negara Indonesia II (Pendapatan Tetap)
Dalam rekomendasi produk yang dijual di Bareksa, tim analis memilih produk berdasarkan lima parameter Bareksa, yakni : correlation, standar deviasi, beating index, status suspend, dan related issue. Berikut penjelasannya.
1. Correlation
Correlation pada reksadana ialah pengukuran pergerakan reksadana terhadap Indeks Reksadana Bareksa. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi correlation-nya maka reksadana tersebut bergerak di arah yang sama dengan indeks.
2. Standar Deviasi
Standar Deviasi pada reksadana merupakan satuan risiko reksadana, yang menghitung penyimpangan rata-rata dari reksadana. Hal ini juga mencerminkan besaran return suatu reksadana jika standar deviasi dianggap sebagai proyeksi return ke depan. Angka standar deviasi pada reksadana yang jauh dari rata-rata diibaratkan memiliki risiko yang besar dan juga sebaliknya.
3. Beating Index
Beating Index merupakan seberapa sering kinerja produk reksadana melampaui Indeks Reksadana Bareksa. Indeks Reksadana Bareksa merupakan rata-rata return reksadana per tipe reksadana dalam periode tertentu.
4. Status Suspend
Status Suspend merupakan pernilaian terhadap produk yang pernah dihentikan sementara oleh pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bareksa. Penilaian ini merupakan cerminan penilaian dari sisi tata kelola (good corporate governance).
5. Related Issue
Seperti halnya status suspend, penilaian Related Issue merupakan penilaian seputar isu yang beredar di media maupun forum. Penilaian ini merupakan cerminan penilaian dari sisi tata kelola perusahaan.
Perlu diketahui, reksadana ialah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
(K09/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.