Suku Bunga Acuan BI Tetap 5 Persen, Ini Dampaknya ke Reksadana Pasar Uang
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,1 persen pada 2019 dan 2020 membaik ke kisaran 5,1-5,5 persen
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,1 persen pada 2019 dan 2020 membaik ke kisaran 5,1-5,5 persen
Bareksa.com - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 5 persen. Apa yang membuat Gubernur Perry Warjiyo dan koleganya mengambil keputusan tersebut?
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 18-19 Desember memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate tetap 5 persen. Kebijakan moneter tetap akomodatif, dengan perkiraan inflasi yang terkendali sesuai dengan sasaran, stabilitas eksternal yang terjaga, dan upaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah global yang melambat," kata Perry dalam konferensi pers usai RDG BI edisi Desember 2019 di kantor BI, Jakarta, Kamis (19/12/2019) seperti dilansir CNBC Indonesia.
Beberapa indikator ekonomi menjadi alasan ditahannya suku bunga acuan. Dari sisi inflasi, BI memperkirakan sepanjang 2019 berada di kisaran 3,1 persen. Sedikit lebih baik dibandingkan 2018 yaitu 3,13 persen.
Promo Terbaru di Bareksa
Sementara di sisi stabilitas eksternal, indikatornya adalah Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Pada kuartal III 2019, NPI tercatat defisit US$46 juta. Jauh membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang tekor nyaris US$2 miliar.
"NPI pada triwulan IV-2019 akan terus membaik. Surplus transaksi modal dan finansial relatif besar serta defisit transaksi berjalan yang terkendali," kata Perry.
Lalu di sisi pertumbuhan ekonomi, BI memperkirakan berada di sekitar 5,1 persen pada 2019 dan 2020 membaik ke kisaran 5,1-5,5 persen. "Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjaga ditopang konsumsi rumah tangga, ekspansi fiskal, dan perbaikan ekspor. Keyakinan konsumen meningkat sehingga dapat menopang konsumsi rumah tangga," ungkap Perry.
Menurut analisis Bareksa, ruang penurunan suku bunga masih terbuka cukup lebar karena inflasi yang sejak awal tahun hingga akhir November masih dalam level yang rendah di 3,06 persen.
Sekadar informasi, spread wajar inflasi dan suku bunga rata-rata berada di level 1,5 persen, berarti suku bunga wajar harusnya di sekitar level 4,5 persen. Jadi secara bertahap suku bunga memang sedang mengarah turun.
Apalagi, pemerintah kini sedang mengejar pertumbuhan ekonomi. Karena itu suku bunga rendah diperlukan untuk mendorong konsumsi yang menjadi motor utama ekonomi Indonesia.
Kinerja Reksadana Pasar Uang
Di sisi lain, seiring dengan dimulainya era suku bunga yang rendah, kinerja reksadana pasar uang berpotensi mengalami tekanan. Penurunan suku bunga acuan akan mempengaruhi imbal hasil reksadana pasar uang yang memiliki aset dasar deposito.
Sebagaimana diketahui, reksadana pasar uang adalah jenis reksadana yang 100 persen berinvestasi di instrumen pasar uang seperti sertifikat bank indonesia (SBI), deposito berjangka dan obligasi yang jatuh tempo di bawah 1 tahun.
Karena itu, jika suku bunga deposito megalami penurunan, maka manajer investasi akan menerima bunga deposito yang lebih rendah, sehingga pada akhirnya akan membuat nilai aktiva bersih portofolionya menurun.
Sumber: Bareksa
Sebagai informasi, sejauh ini rata-rata kinerja reksadana pasar uang menempati urutan kedua dengan return tertinggi secara year to date (YtD) per 20 Desember 2019.
Berdasarkan data Bareksa, indeks reksadana pasar uang tercatat telah naik 4,65 persen YtD, hanya kalah dari indeks reksadana pendapatan tetap dengan kenaikan 8,35 persen YtD.
Adapun di urutan ketiga indeks reksadana campuran dengan kenaikan 1,87 persen YtD, dan di posisi akhir ada indeks reksadana saham yang ambrol 12,15 persen YtD.
Strategi MI untuk Menjaga Kinerja
Meski suku bunga deposito diprediksiakan menciut, para manajer investasi bisa menjaga imbal hasil reksadana pasar uangnya agar tetap optimal dengan cara berinvestasi lebih banyak pada obligasi bertenor kurang dari satu tahun. Racikan porsi portofolio yang bisa diatur kurang lebih 60 persen di obligasi, dan 40 persen di deposito.
Secara umum, imbal hasil obligasi korporasi dengan tenor kurang dari satu tahun lebih tinggi dari obligasi pemerintah dengan tenor sama. Sekarang obligasi korporasi dengan rating BBB masih bisa memberikan imbal hasil 9,5 persen, angka tersebut cukup tinggi.
Sebagai informasi, biasanya reksadana pasar uang ditujukan untuk investasi dengan likuiditas tinggi, bukan untuk mengejar imbal hasil yang tinggi. Karena itu, umumnya manajer investasi memilih obligasi pemerintah karena memiliki likuiditas tinggi (mudah ditransaksikan).
Namun, jika manajer investasi fokus mengincar imbal hasil tinggi, maka obligasi korporasi lebih cocok dipilih dengan catatan bahwa risiko likuiditas yang lebih rendah dari obligasi pemerintah.
Perlu diketahui, reksadana ialah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
Sementara itu, reksadana pasar uang adalah jenis reksadana yang melakukan investasi pada jenis instrumen investasi pasar uang dangan masa jatuh tempo kurang dari satu tahun.
Bentuk instrumen investasinya dapat berupa time deposit (deposito berjangka), certificate of deposit (sertifikat deposito), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) dan berbagai jenis instrumen investasi pasar uang lainnya.
Tujuannya untuk menjaga likuiditas dan pemeliharaan modal. Risikonya relatif paling rendah dibandingkan reksadana jenis lainnya.
Demi kenyamanan berinvestasi pastikan dulu tujuan keuangan dan profil risiko kamu.
(KA01/AM)
***
Ingin berinvestasi di reksadana?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.