Mengapa Reksadana Saham Tahun Ini Minus? Begini Penjelasan dan Proyeksi Bahana
Pada saat yang sama, reksadana pendapatan tetap justru melesat
Pada saat yang sama, reksadana pendapatan tetap justru melesat
Bareksa.com - Kinerja reksadana saham yang mayoritas asetnya berupa efek saham, sepanjang tahun ini masih membukukan imbal hasil negatif. Kondisi ekonomi domestik dan global menjadi penekan pergerakan pasar saham, meski obligasi justru diuntungkan dengan tren suku bunga turun.
Berdasarkan data Bareksa, Indeks Reksadana Saham, yang mencerminkan rata-rata pergerakan reksadana saham, terpantau minus 12,65 persen sepanjang tahun berjalan hingga 12 Desember 2019 (year to date/YTD). Adapun Indeks Harga Saham Gabungan, yang menjadi acuan pasar modal Indonesia, turun sekitar 0,68 persen pada periode sama.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini, seperti diproyeksikan oleh Bank Dunia, hanya mencapai 5 persen. Angka itu melambat jika dibandingkan tahun lalu yang sebesar 5,2 persen.
Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat, menjelaskan neraca berjalan Indonesia saat ini masih mengalami defisit. Sebab, nilai impor lebih besar daripada ekspor sementara ekspor barang Indonesia masih bergantung pada komoditas yang harganya sedang turun.
"Terkait outlook ekonomi, Indonesia harus cari daya beli selain commodity, yang sudah turun dalam 5 tahun terakhir," ujarnya dalam ketika berkunjung ke Kantor Bareksa pada Rabu, 11 Desember 2019.
Perbandingan Return IHSG, Indeks Reksadana Saham dan Indeks Reksadana Pendapatan Tetap YTD
Sumber: Bareksa.com
Akan tetapi, menurutnya tidak semua kondisi tahun ini buruk. Pada tahun ini, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI 7DRRR) turun mengikuti tren suku bunga global. Hal ini memberikan dorongan bagi pasar obligasi, atau surat utang, karena penurunan bunga mencerminkan imbal hasil lebih rendah (yield) dan mendorong permintaan sehingga mengindikasikan peningkatan harga obligasi.
Sebagai informasi, dalam tahun ini saja, Bank Indonesia sudah empat kali menurunkan suku bunga sebanyak total 100 basis poin, dari 6 persen menjadi 5 persen. Adapun The Federal Reserve, bank sentral Amerika Serikat, juga sudah menurunkan suku bunga menjadi di kisaran 1,5 persen hingga 1,75 persen.
"Dengan kondisi suku bunga yang turun, jelas wajar yang moncer duluan obligasi. IHSG minus, tetapi obligasi return-nya bisa sampai 13 persen tahun ini," jelasnya.
Berkaitan dengan kondisi ke depan, Budi mengatakan ada potensi untuk pasar saham kembali menguat. Melihat historikal setelah penurunan imbal hasil (yield) obligasi, biasanya pasar saham akan kembali naik.
"Tahun depan kami prediksi The Fed akan kembali turunkan suku bunga, dan diikuti oleh Bank Indonesia. Harga komoditas bisa bgankit, pemerintah mempertahankan daya beli, proyek infrastruktur terus berjalan, produksi meningkat, sehingga daya beli masyarakat meningkat. Dan kita harap value saham meningkat sehingga harganya juga meningkat," jelasnya.
Bahana memperkirakan IHSG pada 2020 bisa meningkat 11 persen ke 6.800, didukung oleh pertumbuhan pendapatan emiten sekitar 9,2 persen dan pemberian dividen kepada investor. Kemudian, return obligasi tahun depan bisa mencapai 10,2 persen, dengan perkiraan yield seri acuan obligasi pemerintah tenor 10 tahun di kisaran 6,45 persen.
* * *
Ingin berinvestasi di reksadana?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.