Bareksa.com – Bank Commonwealth kembali merekomendasikan reksadana saham sebagai pilihan investasi jangka panjang bulan November. Hal ini seiring dengan beberapa sentimen internal maupun eksternal yang mulai mereda.
Sepanjang Oktober lalu, pasar saham dan pasar obligasi Indonesia mengalami koreksi. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 2,42 persen atau minus 8,24 persen YtD 2018, sedangkan BINDO Index mencatatkan total return negatif 6,28 persen.
Namun belakangan ini, pasar modal Indonesia mulai bergairah. Investor asing mulai memborong portofolio saham dan obligasi di Indonesia.
“Fenomena ini diprediksi akan terus berlanjut di tahun politik 2019. Isu perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok pun telah mereda,” kata Head of Wealth Management & Retail Digital Business Bank Commonwealth Ivan Jaya, Rabu, 14 November 2018.
Namun di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) belum lama ini mencatat bahwa ekonomi Indonesia di kuartal III 2018 tumbuh 5,17 persen YoY. Angka tersebut lebih tinggi dari kuartal III 2017 yang sebesar 5,06 persen YoY, tapi masih lebih rendah dibandingkan dengan kuartal II 2018 yang sebesar 5,27 persen YoY.
Indonesia juga sukses menjadi tuan rumah untuk perhelatan dua acara berskala internasional, Asian Para-Games di Jakarta dan pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF) – World Bank (WB) di Bali. Pertemuan tahunan IMF-WB berhasil dimanfaatkan pemerintah Indonesia dengan mendapatkan direct investor untuk pembiayaan proyek pembangunan infrastruktur.
Indonesia juga berhasil mengantongi kesepakatan investasi US$13,5 miliar untuk pengembangan proyek infrastruktur dari pertemuan tersebut. Neraca perdagangan Indonesia bulan September lalu juga secara tidak terduga mencatat surplus US$227 miliar, ketika konsensus memperkirakan akan terjadi defisit.
“Sentimen positif lainnya datang dari laporan keuangan emiten untuk kuartal III 2018 yang tercatat positif, tertinggi sejak tahun 2011 untuk satu kuartal,” tambah Ivan.
Di tingkat global, para investor melihat ekonomi Tiongkok sebagai raksasa ekonomi terbesar kedua di dunia saat ini tumbuh melambat. Biro Statistik Nasional Tiongkok merilis data pertumbuhan ekonomi Tiongkok tumbuh 6,5 persen year on year (yoy) pada kuartal III 2018, lebih rendah dari yang diharapkan.
Di lain pihak pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang positif dan kondisi pasar tenaga kerja Amerika Serikat yang semakin ketat, meningkatkan peluang bagi The Fed untuk kembali menaikan suku bunga di penghujung tahun 2018.
“Kenaikan suku bunga yang disertai oleh pertumbuhan ekonomi umumnya positif untuk pasar saham sehingga untuk nasabah dengan profil risiko growth masih dapat mempertahankan alokasi saham 70 persen di dalam portofolio,” imbuh Ivan.
Para nasabah yang memiliki rencana investasi jangka panjang dapat memanfaatkan perkembangan kondisi pasar yang semakin positif ini.
“Kami merekomendasikan reksadana saham sebagai pilihan bagi nasabah yang ingin berinvestasi untuk jangka panjang,” tambah Ivan.
Untuk dapat mengoptimalkan investasi para nasabah, Bank Commonwealth juga menyediakan layanan wealth management melalui Dynamic Model Portfolio. Layanan ini mengumpulkan berbagai informasi pasar dan memilah mana yang paling relevan untuk setiap nasabah berdasarkan profil risiko serta tujuan investasi.
Layanan ini juga memberikan saran terkait penempatan portofolio aset nasabah. Nasabah pun bisa menggerakkan asetnya secara dinamis sehingga tidak harus sama dengan proporsi investasi yang telah ditentukan di awal. Investasi akan disesuaikan tidak hanya berdasarkan profil risiko Nasabah, namun juga risiko pasar ke depannya.
(AM)