Bareksa.com - Pasar saham Indonesia telah bangkit dari titik terendahnya saat krisis Covid-19, didorong oleh sejumlah faktor. Pada 2021, masih ada faktor lain yang bisa mendorong pasar saham serta investasi reksadana saham.
Schroders dalam Market Outlook 2021 menyebutkan setidaknya ada enam faktor (katalis) yang bisa mendorong pasar karena belum tercermin (priced-in) dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Berita positif tentang efektivitas vaksin dari berbagai perusahaan bisa mendorong sentimen investor. Penyaluran yang berhasil dan lancar juga dapat memberi dorongan bagi pasar.
"Melihat bagaimana ekonomi China pulih di semester kedua tahun lalu dan bagaimana pasar bereaksi, kami yakin bahwa pemulihan ekonomi lebih lanjut dan luas di seluruh dunia akan merangsang pertumbuhan dan kepercayaan investor. Maka, bisa memberi dorongan bagi pasar," tulis Schroders dalam riset yang sudah dibagikan pada nasabah.
Kebijakan Biden sebagai presiden terpilih yang lebih mendukung emerging market, didukung kongres yang mayoritas Demokrat bisa mendorong pasar saham Indonesia.
Implementasi Omnibus Law yang berjalan lancar bisa menjadi faktor utama pendorong pasar Indonesia di 2021.
Dengan The Fed melanjutkan pelonggaran kuantitatif dan belum ada tanda perlambatan, dolar AS terus melemah. Kemenangan Biden juga mendorong arus dana dari AS ke emerging market yang membuat dolar melemah sehingga bisa memperkuat rupiah dan positif bagi pasar Indonesia.
Pemerintah Indonesia sudah berkomitmen dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional dengan stimulus fiskal senilai Rp357 triliun. Kebijakan tambahan fiskal dan moneter secara global bisa mendukung pergerakan pasar.
Dengan reli pasar saham yang kuat di akhir 2020, Schroders melihat sebagian kenaikan 2021 sudah tercermin akhir tahun lalu. Namun, indeks saham IHSG masih memiliki potensi naik karena belum sepenuhnya kembali ke level sebelum Covid-19.
"Dengan melimpahnya likuiditas, kami pikir investor akan mencari keuntungan di pasar saham menimbang suku bunga deposito rendah dan kinerja pasar obligasi yang sudah terlalu tinggi. Sementara itu, dibandingkan dengan indeks saham negara lain, IHSG terbilang tertinggal dalam hal kinerja dan valuasi," kata Schroders.
Namun, masih ada risiko pasar yang datang dari pandemi saat ini. Maka dari itu, Schroders masih mempertahankan strategi seimbang dalam saham dengan penempatan di saham defensif dan siklikal. Bahkan, Schroders mengambil langkah berisiko (risk-on) dengan mengurangi kas untuk meningkatkan penempatan di saham.
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.