Bareksa.com - Sepekan kemarin, pergerakan pasar saham Tanah Air terlihat bergerak cukup positif hingga mampu berakhir di zona hijau. Dalam periode 18 hingga 22 Maret 2019, Indeks Harga Saham Gabungan(IHSG) tercatat naik 0,99 persen point to point dengan ditutup pada level 6.525,27.
Secara sektoral, hampir seluruhnya berakhir di zona hijau pada pekan kemarin, kecuali pertanian dan konsumer yang masing-masing melemah 1,56 persen dan 0,73 persen.
Sementara itu, tiga sektor yang mencatatkan kenaikan tertinggi pada pekan kemarin yaitu keuangan (2,27 persen), properti (2,16 persen), dan industri dasar (1,79 persen).
Di sisi lain,investor asing terpantau cukup banyak masuk ke pasar saham domestik dengan mencatatkan pembelian bersih (net buy) di seluruh pasar sepanjang pekan lalu senilai Rp1,34 triliun.
Alhasil jika sejak awal tahun 2019 hingga saat ini, investor asing mencatatkan pembelian bersih (net buy) senilai Rp11,23 triliun.
Saham-saham yang terbanyak diburu oleh investor asing dalam sepekan kemarin :
1. Saham BBRI (Rp1,01 triliun)
2. Saham BBNI (Rp453,8 miliar)
3. Saham BMRI (Rp182,29 miliar)
4. Saham CTRA (Rp180,68 miliar)
5. Saham HMSP (Rp116,12 miliar)
Berbagai Sentimen Pekan Lalu
Dibandingkan dengan bursa utama kawasan Asia, penguataan bursa saham Tanah Air menduduki peringkat kedua yang terbaik sepanjang pekan lalu, hanya kalah dari Indeks Shanghai (China) yang melaju 2,7 persen. Peringkat ketiga hingga kelima ditempati oleh Indeks Nikkei (Jepang) menguat 0,82 persen, Kospi (Korea Selatan) naik 0,5 persen, dan Hang Seng (Hong Kong) bertambah 0,35 persen.
Sepanjang pekan lalu ada dua faktor utama yang mempengaruhi pergerakan IHSG yakni sikap kalem (dovish) Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang menjadi sentimen positif, sementara sentimen negatif datang dari negosiasi dagang AS dengan China yang sedikit mengalami kemunduran.
Melihat performa sejak awal pekan lalu, IHSG mencatat kenaikan dalam empat hari, sementara penurunan hanya terjadi sekali pada perdagangan Selasa (19/03/19) ketika muncul isu saling tidak percaya antara AS - China dalam negosiasi dagang.
Secara keseluruhan, sikap dovish The Fed dengan menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga acuan atau Federal Funds Rate (FFR) di tahun ini benar-benar menjadi pendongkrak kinerja bursa saham. Tanpa kenaikan FFR, arus modal yang balik ke AS akibat tingginya imbal hasil kemungkinan akan tertahan, dan kembali masuk ke negara berkembang (emerging market).
Pelaku pasar bahkan memperkirakan The Fed berpeluang memangkas FFR akhir tahun ini. Melihat perangkat FedWatch milik CME Group, per Jumat kemarin pelaku pasar melihat probabilitas 36,5 persen The Fed akan memangkas FFR sebesar 25 basis poin ke level 2 persen - 2,25 persen saat mengumumkan kebijakan pada 11 Desember waktu setempat atau tanggal 12 Desember waktu Indonesia.
Pada pengumuman kebijakan Kamis (21/03/19) lalu, The Fed mempertahankan FFR di level 2,25 persen - 2,5 persen serta menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut.
The Fed juga mengindikasikan akan mengakhiri normalisasi neracanya pada September mendatang. Hal ini berarti The Fed akan berhenti menyedot likuiditas dari pasar keuangan.
Sementara itu, dari sisi negosiasi dagang, sikap saling tidak percaya muncul setelah pejabat terkait masing-masing negara mengeluarkan pernyataannya. Pihak AS menyatakan kecemasannya jika China kemungkinan tidak akan mematuhi beberapa kesepakatan, sebaliknya pihak China menyatakan ragu jika AS akan mencabut tarif impor setelah kesepakatan terjadi.
Statement tersebut menunjukkan alotnya negosiasi antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut. Meski begiitu, Presiden AS Donald Trump menyatakan negosiasi berjalan dengan lancar dan akan berlanjut pekan depan, di mana negosiator AS akan datang ke Beijing.
Sementara dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memprediksi neraca pembayaran Indonesia akan mengalami surplus di kuartal I tahun ini. Hal itu diungkapkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo setelah mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen pasca Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan lalu.
Analisis Teknikal IHSG
Sumber: Bareksa
Menurut analisis Bareksa, secara teknikal pergerakan IHSG sepanjang pekan lalu terlihat mengalami pergerakan yang positif karena mampu menguat selama empat hari dari lima hari perdagangan yang ada.
Penguatan IHSG sudah terlihat sejak awal pekan lalu, meskipun pada Selasa sempat mengalami koreksi, namun pada tiga hari berikutnya IHSG mampu mencatatkan pengautan beruntun.
Selain itu, pola pergerakan IHSG saat ini terus mencoba bergerak di atas serta menjauhi garis middle bollinger band yang menandakan adanya sinyal positif dalam jangka pendek.
Di sisi lain, indikator relative strength index (RSI) juga terpantau terus bergerak naik meskipun mulai mendekati area jenuh beli, mengindikasikan adanya momentum penguatan dengan resisten terdekat berada di level 6.582.
(KA01/AM)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.