Target Pertumbuhan Ekonomi China Dipangkas, Ini Dampak ke Pasar Saham Indonesia

Bareksa • 06 Mar 2019

an image
Pekerja melintas dengan latar belakang pergerakan Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Jakarta, Selasa (15/5). IHSG kembali ditutup melemah, turun hingga 1,83 persen ke level 5.838. Sejak perdagangan dibuka, IHSG sudah terkoreksi 0,35 persen di level 5.926. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Pemerintah China memangkas target pertumbuhan ekonomi 2019 menjadi kisaran 6 persen hingga 6,5 persen

Bareksa.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Kamis, 6 Maret 2019, dibuka menguat di level 6.461, namun kemudian melemah di 6.430 pada pukul 09.34 WIB.

Setelah mengalami koreksi di awal pekan ini, pasar saham Indonesia terlihat kembali mengalami tekanan dengan pelemahan yang lebih dalam pada perdagangan kemarin.

Performa bursa saham domestik senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang berakhir di zona merah pada perdagangan kemarin. Indeks Nikkei (Jepang) turun 0,44 persen, Indeks Straits Times (Singapura) melemah 0,52 persen, dan Indeks Kospi (Korea) terpangkas 0,52 persen.

Sementara itu, Indeks Shanghai (China) masih mampu menguat 0,88 persen dan Indeks Hang Seng (Hong Kong) naik tipis 0,01 persen.

Kekhawatiran perlambatan ekonomi dunia membuat saham-saham di Benua Kuning dilepas pelaku pasar. Pemerintah China memangkas target pertumbuhan ekonomi 2019 menjadi kisaran 6 persen hingga 6,5 persen. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi 2019 dipatok di kisaran 6,5 persen, seperti dilansir dari Bloomberg.

Revisi tersebut disampaikan oleh Perdana Menteri Li Keqiang dalam pertemuan tahunan parlemen China yang berlangsung kemarin.

Mengingat China merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia, tentu perlambatan ekonomi di Negeri Panda akan membuat perekonomian negara-negara lain ikut berada dalam tekanan.

Namun sisi positifnya, pemerintah China juga mengumumkan pemotongan tingkat pajak dan biaya untuk korporasi senilai hampir 2 triliun yuan (US$298,31 miliar atau sekitar Rp4.222 triliun).

Stimulus fiskal tersebut diarahkan untuk mendukung pertumbuhan di sektor manufaktur, transportasi, dan konstruksi.

Sementara dari dalam negeri, pelaku pasar tampak galau menantikan rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Februari 2019. Melansir Trading Economics, data IKK periode Februari 2019 dijadwalkan dirilis hari ini (06/03/2019) oleh Bank Indonesia (BI).

Sebagai informasi, rilis data IKK periode Januari 2019 terbilang mengecewakan. IKK periode Januari 2019 tercatat di level 125,5, turun dibandingkan capaian bulan Desember 2018 yang di level 127.

Memang, sejatinya wajar jika ada penurunan IKK pada Januari. Sebab IKK bulan Desember merupakan yang tertinggi sepanjang tahun 2018. Faktor musiman yakni libur hari raya Natal dan Tahun Baru membuat IKK berada di level yang tinggi pada Desember.

Namun tetap saja, IKK pada Januari 2019 lebih rendah dibandingkan capaian Januari 2018 yang sebesar 126,1.Jika IKK kembali merosot pada bulan Februari, besar kemungkinan konsumsi masyarakat akan tertekan yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan emiten-emiten sektor barang konsumsi secara negatif.

Selasa, 5 Maret 2019 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,73 persen dengan berakhir di level 6.441,28.

Aktivitas transaksi pada perdagangan kemarin berlangsung cukup ramai, di mana tercatat 12,6 miliar saham diperdagangkan dengan nilai transaksi mencapai Rp9,43 triliun.

Secara sektoral,hampir seluruhnya berakhir di zona merah pada perdagangan kemarin, kecuali hanya aneka industri yang berhasil menguat 1,29 persen.

Sementara itu, tiga sektor yang mengalami penurunan terdalam yakni konsumer (-1,42 persen), properti (-1,26 persen), dan perdagangan (-0,95 persen)

Beberapa saham yang memberatkan IHSG kemarin :

1. Saham GGRM (-4,6 persen)
2. Saham HMSP (-1,5 persen)
3. Saham BMRI (-2,1 persen)
4. Saham BBCA (-0,7 persen)
5. Saham BDMN (-5,1 persen)

Sebanyak 142 saham menguat, 274 saham melemah dan 111 saham tidak mengalami perubahan harga. Di sisi lain, investor asing mencatatkan penjualan bersih (net sell) yang signifikan di seluruh pasar pada perdagangan kemarin senilai Rp1,17triliun.

Saham-saham yang terbanyak dilepas investor asing :

1. Saham BMRI (Rp365,55 miliar)
2. Saham LPPF (Rp173,69 miliar)
3. Saham BBCA (Rp141,18 miliar)
4. Saham ASII (Rp129,03 miliar)
5. Saham BBRI (Rp72,45 miliar)

Analisis Teknikal IHSG


Sumber: Bareksa

Menurut analisis Bareksa, secara teknikal candle IHSG pada perdagangan kemarin membentuk bearish candle dengan short lower shadow.

Kondisi tersebut menggambarkan pergerakan IHSG cenderung mengalami tekanan meskipun sempat ada aksi perlawanan yang menahan agar penurunan IHSG tidak terlalu dalam sehingga tidak ditutup pada level terendahnya.

Secara intraday, pergerakan IHSG terlihat sudah mengalami tekanan dengan langsung dibuka pada zona merah dan terus mengalami pelemahan sepanjang sesi pertama perdagangan.

Kemudian saat memasuki sesi kedua perdagangan, secara perlahan IHSG terlihat merangkak naik meskipun tidak sampai masuk ke zona hijau, namun setidaknya IHSG berhasil memangkas penurunannya.

Posisi IHSG saat ini berada di bawah garis middle bollinger band yang menandakan adanya potensi pelemahan lanjutan dalam jangka pendek.

Selain itu, indikator relative strength index (RSI) juga terlihat masih bergerak turun, mengindikasikan adanya momentum penurunan yang cukup kuat. Dilihat dari sudut pandang teknikal, pergerakan IHSG pada hari ini berpotensi mengalami tekanan, namun tidak menutup kemungkinan mulai ada potensi rebound.

Di sisi lain, kondisi bursa saham Wall Street yang ditutup kompak berakhir di zona merah meskipun dengan pelemahan yang relatif terbatas pada perdagangan kemarin diperkirakan bisa menjadi sentimen negatif yang kembali memberatkan laju IHSG pada perdagangan hari ini.

Indeks Dow Jones turun tipis 0,05 persen, kemudian S&P 500 melemah 0,11 persen, dan Nasdaq Composite terkoreksi 0,02 persen.

(KA01/AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.