2019, OJK Bidik Kredit Naik 13 Persen dan Fund Raising Pasar Modal Rp250 Triliun

Bareksa • 14 Jan 2019

an image
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan pidato pembuka Indonesia Investment Forum 2018 saat Pertemuan Tahunan IMF World Bank Group 2018 di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10). Forum IIF 2018 tersebut akan membahas paradigma baru dalam pembiayaan infrastruktur. (ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/M Agung Rajasa)

OJK memproyeksikan tambahan 75-100 emiten baru dengan penghimpunan dana diperkirakan Rp200 triliun – Rp250 triliun

Bareksa.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis, sektor keuangan akan tumbuh positif pada 2019, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan tingkat inflasi yang rendah.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan pertumbuhan kredit pada 2019 diperkirakan akan berada di kisaran 13±1 persen, dengan target pertumbuhan dana pihak ketiga di level 8-10 persen.

"Optimisme akan pertumbuhan pada 2019 tercermin dalam rencana bisnis bank 2019, yang menargetkan ekspansi kredit dan dana pihak ketiga masing-masing 12,06 persen dan 11,49 persen," ujar dia di Jakarta akhir pekan lalu.

Di pasar modal, OJK memproyeksikan tambahan 75-100 emiten baru dengan penghimpunan dana diperkirakan Rp200 triliun – Rp250 triliun. Di industri keuangan non bank, pertumbuhan aset asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing diperkirakan tumbuh sebesar 10 - 13 persen dan 14 - 17 persen. Aset perusahaan pembiayaan tumbuh 8 - 11 persen.

Sementara, aset dana pensiun diperkirakan tumbuh moderat, sekitar 7-9 persen untuk dana pensiun pemberi kerja dan sekitar 13-16 persen untuk dana pensiun lembaga keuangan.

Untuk mendukung target tersebut, OJK sudah menyiapakan lima kebijakan yang berfokus pada pengembangan sektor-sektor prioritas. Adapun lima kebijakan tersebut adalah memperbesar alternatif pembiayaan jangka menengah melalui penerbitan efek berbasis utang/syariah, reksa dana penyertaan terbatas (RDPT), efek beragun aset (EBA), dana investasi real estate (DIRE), dana investasi infrastruktur (DINFRA), instrumen derivatif berupa Indonesia goverment bond futures (IGBF), medium term notes (MTN), dan pengembangan produk investasi berbasis syariah, di antaranya sukuk wakaf.

Kemudian, OJK mendorong realisasi program kawasan ekonomi khusus (KEK) pariwisata bekerja sama dengan instansi terkait.

"Selain itu, Kami juga mendukung percepatan peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dalam mendorong ekspor,"ucap dia.

Selanjutnya, OJK akan meningkatkan kerja sama dengan lembaga dan instansi terkait dalam memfasilitasi penyaluran KUR dengan target sebesar Rp140 triliun melalui skema klaster bagi UMKM di sektor pariwisata dan ekspor dan pendirian 100 Bank Wakaf Mikro pada akhir 2019.

OJK juga mendorong inovasi industri jasa keuangan dalam menghadapi dan memanfaatkan revolusi industri 4.0. Terakhir, OJK akan memanfaatkan teknologi dalam proses bisnis, baik dalam pengawasan perbankan berbasis teknologi, dan perizinan yang lebih cepat termasuk proses fit and proper test dari 30 hari kerja menjadi 14 hari kerja.

Kinerja 2018

Sebelumnya, OJK mencatat intermediasi sektor keuangan dapat terjaga dengan baik pada 2018. Seperti pada angka pertumbuhan kredit perbankan yang meningkat 12,9 persen, mengencang dibandingkan 2017 yang tumbuh 8,24 persen. Demikian juga kinerja intermediasi lembaga pembiayaan, yang diperkirakan tumbuh sekitar 6 persen.

Rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) gross perbankan tercatat 2,37 persen (net 1,14 persen) dan rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) gross 2,83 persen (net 0,79 persen).

Likuiditas perbankan juga cukup memadai meskipun rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) meningkat menjadi 92,6 persen. Hal ini dapat dilihat dari excess reserve perbankan yang tercatat Rp529 triliun.

Di pasar modal, jumlah emiten baru sepanjang 2018 tercatat sebanyak 62 emiten, lebih tinggi dibandingkan 2017 sebanyak 46 emiten, dengan nilai penghimpunan dana Rp166 triliun. Adapun total dana kelolaan investasi mencapai Rp746 triliun, meningkat 8,3 persen dibandingkan akhir 2017.

Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan tercatat 23,32 persen, sedangkan risk-based capital industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing 315 persen dan 412 persen, lebih tinggi dari threshold 120 persen. Gearing ratio perusahaan pembiayaan pun tercatat 2,97 kali, jauh di bawah threshold maksimal 10 kali.

(AM)