Bareksa.com - Pelaku pasar modal tampaknya bisa bersiap-siap mendapatkan cuan besar dari bursa saham domestik pada tahun ini. Sebab jika mengikuti pola atau kecenderungan yang terjadi dalam setiap tahun penyelenggaraan pemilu, terjadi anomali di mana kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan melesat.
Seperti diketahui bahwa salah satu gagasan penting dalam analisis teknikal adalah bahwa sejarah cenderung berulang, terutama dalam hal pergerakan harga. Sifat berulang dari pergerakan harga dikaitkan dengan psikologi pasar.
Dengan kata lain, pelaku pasar cenderung memberikan reaksi yang konsisten terhadap rangsangan pasar yang sama dari waktu ke waktu.
Bisa jadi ini bukan pola baku, tetapi paling tidak statistik telah membuktikan bahwa pada saat pemilu rata-rata IHSG bisa naik hingga 55,97 persen.
Angka tersebut dihitung berdasarkan kinerja IHSG selama empat pemilu terakhir pasca era reformasi.
Berikut historikal pergerakan IHSG dalam empat pemilu terakhir.
Sumber : BEI
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa IHSG konsisten mencatatkan kenaikan bahkan dengan persentase yang cukup fantastis di kala tahun pemilu. Dari kecenderungan tersebut, kita boleh optimistis bahwa IHSG bisa mencatatkan kinerja positif di tahun 2019.
Dari empat pemilu sebelumnya, pelaku pasar selalu bisa dengan senang hati menerima presiden baru. Hal yang sama kemungkinan bisa terjadi juga pada tahun ini dan tentunya menjadi harapan besar pelaku pasar.
Namun di sisi lain, besaran kenaikan IHSG diperkirakan akan sulit untuk mencapai angka rata-rata seperti di atas. Hal tersebut dikarenakan faktor eksternal masih menjadi perhatian utama pelaku pasar dalam menentukan keputusan investasinya.
Pada awal tahun saja, perbincangan perlambatan pertumbuhan ekonomi global mulai mencuat. Amerika Serikat (AS) dan China, yang merupakan dua negara dengan kekuatan ekonomi dunia yang masih bertikai soal perang dagang, juga menghadapi risiko terbesar perlambatan ekonomi tersebut.
Risiko perlambatan ekonomi juga mungkin terjadi dengan Eropa yang saat ini masih bergejolak dengan perserkutuan Uni Eropa yang mulai retak. Inggris yang sudah menyatakan akan keluar dari blok ekonomi tersebut, sebenarnya punya keraguan yang besar untuk keluar karena ada risiko pertumbuhan ekonomi yang semakin melambat.
Menghadapi kenyataan tersebut, Bank Sentral AS (The Fed) sedikit mulai melunak. Kebijakan moneternya yang kelewat agresif dalam menaikkan suku bunga mulai menjadi bumerang bagi ekonomi Negeri Adidaya.
Namun jika kenyataannya inflasi di AS memang sulit dikendalikan, bukan tidak mungkin sikap The Fed yang mulai dovish tersebut kembali lagi menjadi hawkish.
Itulah berbagai tantangan eksternal yang mungkin akan dihadapi IHSG tahun ini, di samping gejolak harga komoditas yang punya pengaruh cukup besar juga terhadap pasar saham domestik.
Namun, pergerakan IHSG di pekan pertamanya pada tahun ini yang telah menunjukkan performa cukup baik dengan kenaikan 1,29 persen, serta investor asing yang mencatatkan pembelian bersih (net buy) senilai Rp788,86 miliar, bukan mustahil IHSG akan menjalani periode yang manis di tahun 2019.
(KA01/AM)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.