Bareksa.com - Setelah dua hari beruntun menguat di awal pekan ini, pasar saham Indonesia harus mengalami koreksi pada perdagangan kemarin.
Namun, penurunan yang dialami bursa saham tanah air terlihat masih lebih baik dibandingkan mayoritas bursa saham Asia yang turun relatif lebih dalam. Sebut saja Nikkei-Jepang (-0,53 persen), KLCI-Malaysia (-0,57 persen), Straits Time-Singapura (-0,61 persen), Shanghai-China (-0,61 persen), Kospi-Korea (-0,62 persen), dan Hang Seng-Hong Kong (01,62 persen).
Positifnya rilis data ekonomi kemarin tidak mampu berbicara banyak. Bursa saham kawasan regional tetap saja ditutup pada zona merah.
Kemarin pagi, Nikkei Manufacturing PMI Singapura periode November 2018 diumumkan di level 53,8, lebih tinggi dibandingkan capaian bulan sebelumnya yang sebesar 52,6.
Kemudian di China, Caixin Composite PMI periode November 2018 diumumkan di level 51,9, mengalahkan capaian bulan sebelumnya yang sebesar 50,5. Caixin Service PMI periode yang sama diumumkan di level 53,8, juga mengalahkan capaian bulan sebelumnya yang sebesar 50,8.
Beralih ke Korea Selatan, posisi cadangan devisa per akhir November 2018 diumumkan sebanyak US$402,99 miliar, lebih tinggi dari capaian per akhir Oktober 2018 yang sebesar US$402,75 miliar.
Aksi saling balas komentar terkait perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China menimbulkan sentimen negatif di bursa utama dunia, termasuk regional Asia.
"Kami akan mencoba menyelesaikan (negosiasi). Namun jika tidak, ingat bahwa saya adalah manusia bea masuk (Tariff Man)!," kicau Presiden Trump di Twitter.
Komentar tersebut memancing kembali kekhawatiran investor akan ketidakjelasan dari kondisi global. Data yield obligasi pemerintah AS juga menimbulkan kekhawatiran. Yield tenor 2 tahun dan 3 tahun kini lebih tinggi dibandingkan tenor 5 tahun yang mengindikasikan adanya indikasi resesi ekonomi.
Risiko tersebut dicerna oleh pasar sebagai sentimen negatif signifikan karena belum pernah terjadi selama 10 tahun terakhir. Melihat hal tersebut, investor pun meninggalkan instrumen berisiko seperti saham dan beralih ke aset-aset aman (safe haven).
Kondisi tersebut memicu pelaku pasar berburu dolar AS, yang akibatnya menyebabkan mata uang dunia (termasuk rupiah) mengalami tekanan. Hingga penutupan pasar spot pukul 16:00 WIB kemarin, US$1 dibanderol Rp14.390. Rupiah melemah 0,74 persen dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Menutup perdagangan Rabu, 5 Desember 2018, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,32 persen dengan berakhir di level 6.133,12.
Aktivitas perdagangan terlihat masih cukup ramai di mana tercatat 10,01 miliar saham ditransaksikan dengan total mencapai Rp8,48 triliun.
Secara sektoral, mayoritas sektor berakhir di zona merah pada perdagangan kemarin dengan tiga sektor yang turun paling dalam yakni sektor aneka industri (-1,7 persen), properti (-0,78 persen), dan pertambangan (-0,68 persen).
Beberapa saham yang menjadi pemberat IHSG antara lain :
1. Saham ASII (-2,3 persen)
2. Saham BBRI (-1,6 persen)
3. Saham BMRI (-1,0 persen)
4. Saham UNVR (-0,6 persen)
5. Saham ACES (-6,9 persen)
Sebanyak 171 saham menguat, 236 saham melemah, dan 122 saham tidak mengalami perubahan harga. Di sisi lain, investor asing terpantau cukup banyak melepas kepemilikan di pasar saham domestik dengan membukukan penjualan bersih (net sell) senilai Rp709,16 miliar.
Saham-saham yang paling banyak dilepas asing kemarin :
1. Saham BBRI (Rp188,76 miliar)
2. Saham BBCA (Rp118,43 miliar)
3. Saham BMRI(Rp70,72 miliar)
4. Saham BBNI (Rp68,02 miliar)
5. Saham ASII (Rp36,39 miliar)
Analisis Teknikal IHSG
Sumber: Bareksa
Menurut analisis Bareksa, secara teknikal candle IHSG pada perdagangan kemarin membentuk hammer dengan posisi yang lebih rendah dibandingkan candle sehari sebelumnya.
Kondisi tersebut sebenarnya menggambarkan pergerakan IHSG cukup baik karena setelah sempat turun cukup dalam, IHSG mampu berbalik arah hingga berakhir di level tertingginya.
Secara intraday, pergerakan IHSG terlihat dibuka pada zona merah dengan turun cukup dalam, namun setelah itu secara konsisten IHSG terus merangkak naik hingga mampu ditutup pada level tertingginya.
Indikator relative strength index (RSI) terpantau sedikit bergerak, mengindikasikan IHSG sedang rehat sejenak dari fase uptrend-nya yang memang diperlukan. Dilihat dari sudut pandang teknikal, pergerakan IHSG pada hari ini berpotensi melemah terbatas dengan potensi rebound yang mulai terbuka.
Di sisi lain, kondisi bursa saham Wall Street yang diliburkan pada perdagangan kemarin setidaknya bisa sedikit mengurangi faktor tekanan untuk pergerakan IHSG pada hari ini.
(KA01/AM)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.