IHSG Anjlok 2,7 Persen di 5.851, Lima Saham Ini Terbanyak Dilepas Asing

Bareksa • 10 Sep 2018

an image
Karyawan beraktivitas di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/12). Menjelang libur Natal 2017 dan Tahun Baru 2018, IHSG mencatat rekor baru yaitu ke posisi 6.221,01 naik 37,52 poin atau 0,61 persen. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Sepanjang pekan lalu dana asing keluar Rp2,8 triliun, sejak awal tahun arus modal asing yang keluar Rp53,05 triliun

Bareksa.com - Menutup pekan pertama di bulan September 2018, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau mengalami tekanan pada pekan lalu. Tercatat dalam periode 3 - 7 September 2018, IHSG anjlok 2,77 persen dan ditutup di level 5.851,47.

Secara sektoral, seluruhnya kompak berakhir di zona merah sepanjang pekan lalu. Tiga sektor yang mencatatkan penurunan terdalam yaitu pertambangan (-6,09 persen), industri dasar (-5,14 persen), dan properti (-4,97 persen).

Investor asing tercatat melakukan penjualan bersih (net foreign sell) dalam sepekan kemarin senilai Rp2,86 triliun. Jika diakumulasikan sejak awal tahun, arus modal asing yang keluar dari pasar saham domestik senilai Rp53,05 triliun.

Saham - saham yang terbanyak dilepas investor asing dalam sepekan kemarin antara lain :

- Saham BBRI (Rp565,26 miliar)
- Saham BMRI (Rp323,13 miliar)
- Saham TLKM (Rp288,24 miliar)
- Saham UNTR (Rp175,54 miliar)
- Saham BBNI (Rp166,4 miliar)

Sentimen Negatif

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjadi faktor utama yang menekan bursa saham tanah air. Sepanjang pekan lalu, mata uang Garuda melemah 0,61 persen terhadap greenback di pasar spot, dari sebelumnya Rp14.725 per dolar AS menjadi Rp14.815 per dolar AS.

Setidaknya ada tiga hal yang membuat rupiah tidak berdaya sepanjang pekan lalu :

Pertama, krisis nilai tukar yang terjadi di Turki dan Argentina. Pelemahan yang dialami lira dan peso membuat investor melepas mata uang dari negara-negara yang mengalami current account deficit (CAD) yang lebar seperti Indonesia.

Pada kuartal II 2018, CAD Indonesia berada pada level 3,04 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Padahal pada kuartal sebelumnya, nilainya masih 2,21 persen dari PDB.

Kedua, mencuatnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali oleh Bank Sentral AS (The Fed) turut menekan nilai tukar rupiah. Hal tersebut terjadi seiring dengan positifnya data-data ekonomi yang dirilis oleh Negeri Paman Sam. ISM Manufacturing PMI periode Agustus diumumkan di level 61,3 lebih tinggi dari konsensus yang dihimpun oleh Reuters di level 57,7.

Klaim pengangguran untuk pekan yang berakhir pada 27 Agustus diumumkan di level 203.000, lebih rendah dari estimasi yang sebesar 214.000. Kemudian, ISM Non-Manufacturing PMI periode Agustus diumumkan di level 58,5, lebih tinggi dari estimasi yang sebesar 56,8.

Ketiga, tensi perang dagang antara AS dengan China dan Kanada yang masih cenderung memanas membuat investor lebih memilih memburu serta menyimpan dolar AS.

Selain itu, data domestik berupa pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa Indonesia mencatatkan deflasi 0,05 persen MoM sepanjang Agustus juga menjadi sentimen lain yang menekan IHSG.

Adanya deflasi menunjukkan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia cenderung lemah, yang cukup mengkhawtirkan mengingat konsumsi merupakan motor utama penggerak pertumbuhan PDB.

Analisis Teknikal IHSG


Sumber : Bareksa

Menurut analisis Bareksa, secara teknikal pergerakan IHSG selama sepekan kemarin cenderung bervartiatif. Pada tiga hari pertama IHSG mengalami tekanan yang begitu hebat. Namun menjelang akhir pekan, IHSG terlihat sedikit berhasil rebound meskipun masih menyisakan gap di level 5.869 - 5.889.

Tekanan yang dialami IHSG pada pekan lalu membuat potensi terbentuknya pola inverted head and shoulders yang akan terkonfirmasi jika mampu menembus resisten di level 6.116 gagal. Kini IHSG dijaga oleh support terdekat di level 5.558

Adapun indikator relative strength index (RSI) terpantau mulai mengalami rebound setelah mendekati area jenuh jual mengindikasikan momentum kenaikan yang mulai terbuka. Namun di sisi lain, untuk pekan ini sejumlah sentimen patut untuk dicermati karena bisa menjadi tekanan yang kembali menghampiri pasar saham domestik.

Akhir pekan lalu, Bank Indonesia (BI) justru mengumumkan bahwa cadangan devisa Indonesia per Agustus berada di level US$117,9 miliar, turun US$410 juta dari periode sebelumnya.

Selain itu, pernyatan Presiden AS Donald Trump yang mengatakan siap untuk mengenakan tambahan impor senilai US$267 miliar dolar atas produk China, di atas usulan sebelumnya US$200 miliar juga bisa menjadi sentimen lain yang menekan IHSG pada pekan ini.

(AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.