Saham SRIL Raih Predikat Terbaik Bursa 2017, Ini Catatan Transaksinya Setahun

Bareksa • 28 May 2018

an image
Buruh memproduksi tekstil di Pabrik Sritex, Sukoarjo (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Namun, sepanjang tahun ini saham SRIL dalam tren melemah dengan catatan turun 12,63 persen per 25 Mei 2018

Bareksa.com – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali memberikan predikat khusus The IDX Best Blue 2017, yang tahun ini disematkan kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL). Predikat khusus ini diberikan untuk  perusahaan tercatat yang mendapatkan pertumbuhan kinerja terbaik pada tahun 2017.

Predikat The IDX Best Blue 2017 ini diberikan untuk memacu  perusahaan tercatat lainnya untuk menghasilkan kinerja yang baik dan terus bertumbuh, serta dapat memberikan manfaat yang tinggi kepada para investor dan pemegang sahamnya. Dengan kinerja yang baik dan prospektif maka diharapkan dapat terefleksi pada peningkatan harga sahamnya sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan minat masyarakat berinvestasi di pasar modal.

Atas predikat ini, tidak ada salahnya melihat lagi bagaimana pergerakan saham SRIL di sepanjang 2017 lalu. Berdasarkan catatan Bareksa, saham SRIL sepanjang 2017 lalu naik 65,22 persen dari Rp230 per akhir 2016 menjadi Rp380.

Sebelum menutup akhir tahun 2017, saham SRIL sempat menyentuh level penutupan tertingginya Rp496 yang terjadi pada 6 Maret 2017. Pencapaian level tertinggi SRIL saat itu berlangsung atas transaksi sebesar Rp694,97 miliar atas volume 15,97 juta lot.

Secara rata-rata, volume transaksi SRIL sepanjang 2017 lalu mencapai 4,12 juta lot dengan rata-rata nilai transaksi harian mencapai Rp132,51 miliar.

Pergerakan Saham SRIL Sepanjang 2017

Sumber: Bareksa.com

Direktur Utama BEI Tito Sulistio berharap, predikat yang kali ini diberikan kepada Sritex dapat memberikan sesuatu yang baru dan berbeda, serta melengkapi berbagai pencapaian yang telah diterima oleh perusahaan tercatat tersebut. “Pencapaian ini dapat menjadi pemanis bagi aktivitas perdagangan saham para  perusahaan tercatat di masa mendatang,” tulis Tito dalam keterangannya, Senin, 28 Mei 2018.

Nama IDX Best Blue 2017 terinspirasi dari istilah Blue Chip yang merupakan kumpulan saham paling likuid, sehingga dapat melambangkan pencapaian kesuksesan perusahaan dengan diikuti kepercayaan yang tinggi dari investor. Pada 2016 predikat ini diberikan kepada PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM).

Meski demikian, lanjut Tito, predikat The IDX Best Blue berbeda dengan  perusahaan tercatat yang tergabung dalam indeks LQ-45. The IDX Best Blue lebih menitikberatkan pada besarnya jumlah investor dan pertumbuhan sahamnya, sedangkan LQ-45 hanya menitikberatkan pada likuiditas transaksi dan nilai kapitalisasi perusahaan.

Saham SRIL Tahun Ini

Setelah mencermati pergerakan saham SRIL sepanjang tahun 2017, pada tahun ini saham perusahaan tekstil ini dalam tren melemah. Hingga 25 Mei 2018, saham SRIL sudah turun 12,63 persen dari Rp380 menjadi Rp332.

Bahkan, SRIL sempat menyentuh level terendahnya Rp318 pada 16 Mei 2018. Sepanjang periode ini, rata-rata volume transaksi SRIL baru mencapai 2,29 juta lot dengan rata-rata nilai transaksi harian Rp82,67 miliar.

Saham SRIL tahun ini mencapai level penutupan tertinggi pada Rp392 yang terjadi pada 29 Januari 2018. Setelah menyentuh level tertingginya ini, saham SRIL berangsur-angsur mengalami penurunan.

Adapun pada perdagangan hari ini, saham SRIL juga dalam posisi melemah 1,2 persen menjadi Rp328. Hingga pukul 14:53 WIB, sebanyak 207.847 lot saham SRIL ditransaksikan dengan frekuensi 885 kali bernilai Rp6,81 miliar.

Kriteria Pemenang

Didukung oleh data yang dimiliki oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), BEI telah mengumpulkan data serta fakta yang mencerminkan sebuah kepercayaan pasar terhadap  perusahaan tercatat yang menjadi pemenangnya.

Sampai dengan saat ini, terdapat 581 saham dari  perusahaan tercatat di BEI yang masing-masing memiliki perbedaaan dalam hal karakteristik, struktur bisnis, kekuatan keuangan, sampai kepada ukuran bisnis. Mulai dari  perusahaan tercatat yang hanya memiliki kapitalisasi pasar hanya beberapa puluh miliar rupiah, sampai dengan kapitalisasi pasar lebih dari Rp500 triliun.

Hal tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi BEI dalam menciptakan konsep yang tidak hanya menunjukkan keunikan pemenangnya, tetapi juga positioning yang menarik bagi penyandang predikat ini. Kriteria disusun dengan adil bagi semua perusahaan tercatat agar dapat memberikan perbandingan bagi yang berkapitalisasi pasar besar maupun menengah.

Berdasarkan kriteria yang digunakan, BEI memberikan predikat The IDX Best Blue 2017 terhadap perusahaan tercatat di BEI yang pada setahun terakhir, sahamnya paling diminati oleh investor, menunjukkan transaksi yang sangat aktif, memiliki pertumbuhan harga saham yang signifikan, serta berfundamental sehat.

Kriteria awal pemilihan perusahaan tercatat terbaik The IDX Best Blue 2017 adalah pertama, telah tercatat di BEI sebelum Januari 2017. Kedua, saham  perusahaan tercatat tidak pernah mendapatkan sanksi penghentian sementara perdagangannya (suspensi) yang disebabkan oleh kesalahan dari manajemen  perusahaan tercatat dan bukan suspensi yang bersifat cooling down.

Kriteria awal yang ketiga adalah memiliki jumlah saham yang beredar di publik minimal 7,5 persen dan yang keempat adalah  perusahaan tercatat sudah menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan 2016 dan Laporan Keuangan Tahunan 2017. Kriteria awal kelima  perusahaan tercatat tidak memiliki ekuitas negatif dan keenam, saham  perusahaan tercatat telah ditransaksikan paling sedikit 50 persen dari jumlah hari perdagangan bursa selama tahun 2017. Kriteria awal keenam yaitu  perusahaan tercatat tidak mengalami rugi bersih pada Laporan Keuangan Tahunan 2016 dan 2017.

Terdapat 278  perusahaan tercatat dari 581  perusahaan tercatat pada Mei 2018 yang telah memenuhi kriteria awal tersebut. Selanjutnya, sejumlah  perusahaan tercatat tersebut akan diseleksi berdasarkan rangkaian kriteria utama dengan periode data yang digunakan untuk melakukan penilaian adalah 2016 hingga 2017.

Beberapa kriteria utama tersebut adalah pertama, kepemilikan dan transaksi saham  perusahaan tercatat oleh investor dan Anggota Bursa. Variabel ini memiliki bobot tertinggi dibandingkan variabel lain, yakni 40 persen.

“Kami memberikan bobot penilaian yang besar karena kami yakin bahwa semakin banyak investor yang berinvestasi dan bertransaksi pada saham tertentu, hal itu menunjukkan saham yang memiliki penilaian serta perhatian yang besar dari kalangan investornya,” ujar Tito.

Di samping itu, lanjut Tito, penilaian ini juga sejalan dengan program Yuk Nabung Saham yang telah diluncurkan oleh BEI, yakni program untuk mengajak dan mengarahkan paradigma masyarakat dari budaya menabung menjadi budaya berinvestasi. Kriteria kedua adalah nilai rasio profitabilitas pembanding antara laba bersih perusahaan dengan aset bersihnya alias ekuitasnya (return on equity/ROE) dengan bobot penilaian sebesar 20 persen.

Penilaian atas ROE  perusahaan tercatat ini dilakukan untuk melihat kinerja fundamental  perusahaan tercatat. Penilaian ini didasarkan kepada 2 hal. Pertama, nilai ROE berdasarkan laporan keuangan tahunan 2016 dan 2017. Kedua, berdasarkan pertumbuhan ROE selama dua tahun terakhir.

Kriteria ketiga dan keempat adalah kenaikan harga saham dan aktivitas transaksi dengan bobot penilaian dari masing-masing kriteria adalah 15 persen. Variabel penilaiannya adalah pertumbuhan harga saham dalam setahun terakhir sejak Desember 2016 hingga Desember 2017.

Sedangkan variabel penilaian dari aktivitas transaksi dilakukan dengan menggunakan berbagai indikator perdagangan yakni volume, nilai, frekuensi sampai kepada jumlah hari perdagangan dan velocity saham yang bersangkutan.

Velocity yang menjadi salah satu unsur di variabel penilaian transaksi atas saham  perusahaan tercatat tersebut adalah perbandingan total nilai transaksi selama setahun dari periode Januari hingga Desember 2017 dibandingkan dengan rata-rata kapitalisasi pasar pada akhir bulan selama periode yang sama. Velocity dibatasi maksimal 500 persen.

Kriteria kelima adalah kepemilikan oleh reksa dana dengan bobot sebesar 10 persen. “Kami berkeyakinan bahwa kepemilikan saham oleh reksa dana merupakan salah satu indikator utama mengukur kinerja suatu saham,” ujar Tito. (hm)