Bareksa.com - Indonesia mencatat defisit perdagangan terbesar dalam empat tahun, seiring dengan lonjakan impor pada April. Hal ini menjadi salah satu sentimen negatif penekan pasar saham yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini 15 Mei 2018.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan defisit sebesar US$1,63 miliar pada April, membalikkan kondisi surplus US$1,09 miliar pada bulan sebelumya. Hal ini di luar ekspektasi para ekonom yang menurut polling Reuters memperkirakan surplus sebesar US$700 juta pada April.
Hal pendorong utama defisit ini adalah lonjakan impor non migas hingga 34,68 persen dibandingkan angka setahun sebelumnya. BPS mengatakan impor migas dan barang konsumsi seperti bawang, daging beku dan buah-buahan melonjak tajam pada April.
Sementara itu, ekspor pada April 2018 sebesar US$14,47 miliar hanya meningkat 9,01 persen dibandingkan April tahun lalu. Pertumbuhan tersebut melampaui angka pada Maret yang hanya tumbuh 5,9 persen.
Grafik Neraca Perdagangan Indonesia 2014-2018
Sumber: BPS, diolah Bareksa.com
Pasar Saham Tertekan
Mayoritas saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia pun melemah seiring dengan rilis data perdagangan tersebut. Hingga jeda siang ini, IHSG terpantau turun 1,27 persen ke 5.871,51. Telah terjadi transaksi senilai Rp4,57 triliun untuk volume sebanyak 5,15 miliar lembar saham.
Grafik Pergerakan IHSG Sesi Pertama 15 Mei 2018
Sumber: Bareksa.com
Investor asing pun masih mencatatkan jual bersih (net sell) Rp547,74 miliar hingga tengah hari ini.
Tujuh dari sepuluh sektor saham yang ada di Bursa mencatat penurunan dengan dipimpin oleh sektor keuangan yang turun 2,22 persen.
Saham-saham yang menjadi turut menyeret IHSG pada hari ini termasuk PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang melemah 3,67 persen ke Rp3.410. Selain itu, trio saham perbankan besar PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) masing-masing turun 3,59 persen, 3,47 persen dan 1,88 persen.
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.