Bareksa.com - Setelah Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve menaikkan suku bunga acuannya pada Rabu sebesar 25 basis poin (bps) atau 0,25 persen jadi 1,75 persen, kini giliran Bank Sentral Cina (PBOC) memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan jangka pendek pada Kamis, 22 Maret 2018 kemarin.
Kenaikan itu menjadi pertanda bahwa Beijing memantau pergerakan pasar global meski sedang berkutat dengan masalah keuangan dalam negeri.
People's Bank of China (PBOC) memutuskan menaikkan tingkat suku bunga 7-day Reverse Repurchase Agreement atau Reverse Repo, yang digunakan untuk mengontrol tingkat likuiditas sistem perbankan, sebanyak 5 basis poin (bps) atau 0,05 persen, dari sebelumnya 2,5 persen menjadi 2,55 persen, seperti dilansir dari Reuters.
Keputusan yang diambil PBOC pada Kamis telah lama diperkirakan dan merupakan kebijakan besar pertama oleh bank sentral di bawah komando gubernur yang baru, Yi Gang, yang ditunjuk oleh parlemen Cina pada Senin sebagai bagian dari perombakan kabinet di bawah kepimimpinan Presiden Xi Jinping.
Selain memutuskan untuk menaikkan suku bunga, PBOC juga “mengguyur” dana senilai 10 miliar yuan (US$1,58 miliar atau setara dengan Rp21,7 triliun) ke dalam sistem keuangan.
Banyak pengamat pasar telah memperkirakan PBOC akan menaikkan tingkat suku bunga pasar uang antarbank sebesar 5 - 10 bps (0,05 – 0,1 persen).
Selain untuk mencegah spread kenaikan tingkat bunga yang terlalu tinggi antara AS dan Cina, yang dapat memicu kenaikan arus modal keluar (outflow) dari Cina.
Para analis menganggap langkah ini juga merupakan pengingat bagi bank-bank dan institusi keuangan lainnya bahwa pemerintah tahun ini berupaya menekan risiko sistem keuangan.
PBOC juga telah menaikkan tingkat suku bunga di operasi pasar terbuka dan fasilitas pinjaman jangka menengah 5 bps (0,05 persen) setelah The Fed menaikkan tingkat suku bunga acuannya terakhir kali 25 bps (0,25 persen) pada Desember 2017.
PBOC mulai menaikkan tingkat suku bunga jangka pendeknya sejak awal 2017 sebagai upaya otoritas menekan praktik keuangan yang memiliki lebih banyak risiko, namun juga mengusahakan agar langkahnya tidak menekan pertumbuhan ekonomi.
Saat pasar global mengharapkan pengetatan moneter lebih lanjut di Negeri Paman Sam, para ekonom berpikir Negeri Panda akan mengikuti langkah tersebut dengan menaikkan tingkat suku bunga lagi ke depannya, meskipun tidak ada konsensus yang jelas tentang seberapa tinggi kenaikan itu.
Nie Wen, seorang ekonom di Hwabao Trust di Shanghai, mengharapkan PBOC menaikkan suku bunga 25 bps tahun ini, atau mungkin sebanyak 50 bps jika inflasi konsumen di Cina naik di atas 3 persen.
Namun, sebagian besar fokus pemerintah tahun ini diperkirakan untuk terus memperketat peraturan dengan sejumlah langkah yang sudah diumumkan dalam beberapa bulan terakhir.
Sementara itu, analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Cina akan melambat jadi 6,5 persen tahun ini, dibandingkan pertumbuhan 6,9 persen pada 2017.
Hal ini diakibatkan oleh bunga pinjaman yang lebih tinggi dan berkurangnya investasi di pasar properti. Konsensus Reuters tersebut sejalan dengan target pemerintah Cina.
Bursa Saham China dan Indonesia Kompak Melemah
Menanggapi keputusan bank sentral Cina yang menaikkan suku bunga, Bursa Saham Cina terpantau mengalami koreksi dengan Shanghai Composite mencatatkan penurunan 0,53 persen.
Sementara itu, bursa saham dalam negeri juga mengalami penurunan cukup tajam. Setelah diterpa sentimen kenaikan suku bunga AS kemudian disusul dengan kenaikan suku bunga Cina, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup tergelencir 0,93 persen.
Saham-saham big caps dari sektor perbankan terpantau menekan pergerakan IHSG diantaranya BBRI (-3,41 persen), kemudian BMRI (-2,74 persen), dan BBNI (-3,77 persen).
Sedangkan secara sektoral, hampir sektor berakhir di zona negatif pada perdagangan kemarin dengan tekanan terdalam terjadi pada sektor keuangan (-1,78 persen), kemudian industri dasar (-1,45 persen), dan properti (-1,14 persen).
Sementara itu, hanya ada dua sektor yang berakhir di zona positif yaitu sektor aneka industri dan sektor perdagangan dengan masing-masing kenaikan tipis 0,45 persen dan 0,06 persen. (AM)