Bareksa.com - Kemarin, tanggal 15 Mei 2017, Morgan Stanley Capital International (MSCI) mengumumkan perubahan komposisi (rebalancing) indeks terutama untuk kategori berkapitalisasi pasar kecil, atau MSCI Global Small Cap Indexes, yang akan berlaku efektif mulai tanggal 1 Juni 2017. Rebalancing MSCI dilakukan secara berkala dua kali dalam setahun pada bulan Mei dan November.
MSCI Index seringkali menjadi patokan bagi investor dan manajer investasi bagi portofolio mereka sehingga perubahan ini kerap memengaruhi pasar saham Indonesia seperti pada 30 November 2016 lalu saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat naik 0,8 persen.
Untuk periode ini, MSCI Indonesia Small Cap Index -- yang terdiri dari saham-saham berkapitalisasi lebih kecil -- menyambut 10 anggota baru (additions) dan mengeluarkan lima saham (deletions). Saham yang dihapus dari indeks adalah APLN, ARNA, BISI, LPCK, MLPL sedangkan saham yang dimasukkan adalah BIRD, BUMI, DOID, HRUM, MEDC, NIKL, BHIT, INAF, TBLA, WBSP.
Meski belum berlaku efektif dalam indeks, pengumuman ini telah menjadi sentimen bagi saham-saham small cap terkait. Saham-saham yang menjadi anggota baru pun mengalami peningkatan harga hari ini (16 Mei 2017) sedangkan mereka yang dihapus dari daftar pun terpaksa tertekan. (Baca juga: Masuk Daftar Terbaru Indeks MSCI, Mayoritas Saham Small Cap Ini Menguat)
Tabel: Rebalancing MSCI Indonesia Small Cap Index
Sumber: MSCI, diolah Bareksa.com
Akibatnya, pada perdagangan hari ini, saham yang dikeluarkan dari MSCI Indonesia Small Cap Index, seperti BISI terkena sentimen negatif dan harus turun sebesar 5,8 persen. Pada saat yang sama, MLPL turun 2,9 persen, ARNA turun 1,7 persen, APLN turun 1,5 persen dan LPCK turun 1,3 persen.
Sementara itu, saham-saham yang ditambahkan dalam daftar seperti saham MEDC naik 6,6 persen, BHIT naik 3,4 persen, INAF naik 3,2 persen dan TBLA naik hingga 2,5 persen hingga jeda siang ini.
Grafik: Perubahan Harga Saham Setelah Pengumuman Rebalancing
*data hingga jeda siang 16 Mei 2017, Sumber: Bareksa.com
Rieska Afriani, Analis Oso Securities, menyatakan masuknya saham-saham itu ke dalam MSCI akan menjadi sentimen positif bagi mereka. Masuknya saham dalam indeks ini menandakan saham tersebut memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam MSCI Global Index.
“Secara spesifik memang tidak ada penjabaran khusus kriteria yang masuk ke dalam MSCI. Namun, menurut saya, prospek emiten merupakan hal yang menjadi point paling penting. Lalu, hal lain adalah likuiditas dan kapitalisasi dalam pemilihan saham yang masuk ke dalam MSCI,” kata Rieska.
Dari 10 emiten yang masuk tersebut, delapan emiten mencatatkan pertumbuhan laba bersih yang lebih tinggi di tahun 2016, seperti BUMI, DOID, HRUM, MEDC, NIKL, BHIT, TBLA, WSBP. Sementara BIRD dan INAF masih mengalami penurunan kinerja pada tahun 2016.
Peningkatan tersebut juga terlihat dari rilisnya kinerja di kuartal pertama 2017, yang menunjukkan kenaikan laba bersih signifikan. Contohnya, pada periode tiga bulan ini, laba bersih BUMI naik 292 persen dibandingkan perolehan pada periode sama tahun lalu. Hal serupa juga terjadi pada DOID yang mencatat peningkatan laba bersih hingga 684 persen dalam periode tersebut. Adapun kinerja laba HRUM naik 850 persen dan TBLA naik 328 persen.
Dari sisi likuiditas perdagangan, 10 saham yang masuk ke dalam MSCI Small Cap memang mengalami peningkatan transaksi di Bursa Efek Indonesia. Adapun tiga saham yang paling banyak ditransaksikan adalah BUMI, WSBP dan DOID.
Bareksa memantau perdagangan tiga saham ini dalam periode 30 November 2016 -- waktu efektif berlakunya indeks MSCI terakhir -- hingga kemarin (15 Mei 2017). Dalam periode hampir enam bulan ini, saham BUMI ditransaksikan hingga 758 juta lot dengan nilai Rp28,9 triliun.
Dalam periode yang sama, saham WSBP ditransaksikan hingga 85,2 juta lot dengan nilai transaksi mencapai Rp4,7 triliun. Adapun saham DOID ditransaksikan 65,5 juta lot saham senilai Rp4,8 triliun.
Pada saat yang sama, saham yang mengalami lonjakan kapitalisasi paling tinggi -- seiring dengan harga sahamnya -- sejak 30 November 2016 adalah NIKL, MEDC dan DOID.
Kapitalisasi NIKL kini melonjak tiga kali lipat telah menjadi Rp13 triliun dari sebelumnya hanya Rp4,2 triliun. Kapitalisasi saham MEDC juga melonjak dua kali menjadi Rp9 triliun dari sebelumnya Rp4,4 triliun dan saham DOID kini memiliki kapitalisasi sekitar Rp7 triliun dari sebelumnya Rp4,12 triliun. (hm)