Obligasi Pemerintah Beri Return 2,3% di November, Masihkah Menarik?
Spread yield obligasi Indonesia 10 tahun dengan US Treasury sebesar 7,56 ppt
Spread yield obligasi Indonesia 10 tahun dengan US Treasury sebesar 7,56 ppt
Bareksa.com - Potensi imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia semakin membaik pada November. Pasar obligasi rupiah pun semakin menarik seiring dengan sentimen positif yang datang dari domestik.
Yield obligasi pemerintah mulai bertenor setahun hingga tujuh tahun mencatatkan perbaikan pada November dibanding bulan sebelumnya (month to date/mtd), meskipun sejak awal tahun (year to date/ytd) masih membukukan kenaikan. Yield obligasi berbanding terbalik dengan harga, sehingga bila yield semakin tinggi, harga obligasi semakin rendah.
Handy Yunianto, Head of Fixed Income Research di PT Mandiri Sekuritas menjelaskan sejumlah katalis positif terhadap pasar obligasi pemerintah datang dari bank sentral dan investor domestik.
Promo Terbaru di Bareksa
"Kondisi ekonomi makro semakin positif bagi pasar obligasi termasuk nilai kredit macet perbankan yang menurun, rendahnya tingkat suku bunga penjaminan, inflasi melambat dan defisit perdagangan yang semakin menipis. Inflasi rendah ini juga dapat mendorong bank sentral untuk menurunkan suku bunga acuan BI Rate pada tahun depan," ujarnya dalam Riset Mandiri Sekuritas terbit 10 Desember 2015.
Tabel: Perbandingan Yield Obligasi Pemerintah Indonesia
Sumber: Riset Mandiri Sekuritas
Mandiri Sekuritas memperkirakan inflasi berada di kisaran 4 - 5 persen pada 2015 dan 2016. Oleh sebab itu, BI Rate dapat diturunkan 50 basis poin menjadi 7 persen pada akhir 2016.
Selain itu, Handy juga menilai kebijakan pemerintah untuk menerbitkan surat utang pada awal tahun (front loading policy) mendorong pasar obligasi Indonesia. Faktor lain yang mendorong kinerja obligasi pemerintah Indonesia adalah yield obligasi sudah meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga deposito bank.
Obligasi Pemerintah Indonesia masih mencatatkan kenaikan imbal hasil (return) tertinggi di antara sejumlah negara emerging market pada November, yaitu sebesar 2,3 persen dalam rupiah. Total return dalam dolar AS mencapai 1,1 persen, tertinggi di kawasan Asia.
Return positif itu melanjutkan kenaikan yang dibukukan sebesar 12,4 persen pada Oktober akibat penguatan rupiah. Akan tetapi, secara year to date, return Indonesia masih minus 8 persen, kedua terburuk setelah Malaysia yang minus 17,9 persen.
Grafik: Perbandingan Yield Obligasi Emerging Asia
Sumber: Riset Mandiri Sekuritas
Dari sisi investor, arus dana asing yang masuk masih besar. Meskipun kepemilikan asing pada obligasi pemerintah masih yang terbesar, nilai beli bersihnya sepanjang 11 bulan ini lebih kecil dibanding tahun lalu. Namun, bank, Bank Indonesia, dan reksa dana mencatatkan pembelian bersih yang lebih besar dibanding angka pada sepanjang tahun lalu.
Asing masih mendominasi kepemilikan obligasi Indonesia dengan porsi 37 persen atau senilai Rp532,2 triliun per November 2015. Adapun total outstanding obligasi Indonesia sebesar Rp1.424,2 triliun, naik 18 persen dari akhir tahun lalu.
Grafik: Kepemilikan Obligasi Pemerintah Per November 2015
Sumber: DJPPR, Mandiri Sekuritas
Seperti terlihat dalam grafik, investor asing sepanjang 2014 mencatat beli bersih dalam obligasi pemerintah sebesar Rp137,5 triliun. Akan tetapi selama 11 bulan tahun ini nilai beli bersih yang dilakukan asing baru sebesar Rp70,8 triliun.
Sebaliknya, jumlah beli bersih bank meningkat menjadi Rp47,1 triliun selama 11 bulan ini dibanding pada tahun lalu hanya Rp25,4 triliun. Bank Indonesia juga melakukan beli bersih Rp16,1 triliun dibanding sebelumnya Rp11,9 triliun. Adapun Reksa dana mencatat lonjakan terbesar, yaitu pembelian bersih Rp16,2 triliun selama 11 bulan ini dibanding sebelumnya hanya Rp3,3 triliun.
Grafik: Nilai Beli Bersih Investor Selama 2014 Vs. YTD 2015
Sumber: DJPPR, Mandiri Sekuritas
Dari segi valuasi, obligasi pemerintah Indonesia bertenor 10 tahun dinilai masih atraktif. Pasalnya selisih (spread) yield obligasi Indonesia 10 tahun dengan surat utang Amerika Serikat (US Treasury) bertenor sama mencapai 7,56 poin persentase per September 2015. Selisih tersebut merupakan yang tertinggi semenjak Indonesia mendapatkan peringkat investasi (investment grade) dan juga lebih tinggi dibanding 3 standar deviasi di atas rata-rata.
Investor asing masih memegang obligasi Indonesia karena memang valuasinya masih atraktif. Obligasi Indonesia menawarkan real yield (potensi imbal hasil nyata setelah dikurangi perkiraan inflasi) tertinggi kedua terbesar dalam daftar emerging market, setelah obligasi pemerintah Brazil. Real yield obligasi Indonesia mencapai 5,38 persen, hanya kalah dibanding Brasil yang mencapai 7,09 persen.
Namun, ada risiko arus dana keluar akibat kebijakan fiskal pemerintah yang kurang seimbang. Lambatnya pengumpulan pajak dan belanja yang terlalu cepat bisa membuat defisit anggaran negara membesar. Akan tetapi, defisit tersebut dapat dikompensasi dengan realisasi belanja yang memang melambat.
Handy menyarankan investor untuk mewaspadai sejumlah sentimen dari global dan melakukan investasi dalam horison yang lebih panjang. "Investor harus bersiap menghadapi pasar obligasi yang lebih volatil karena Federal Reserve mungkin akan menaikkan suku bunga pertama kali sejak 2006," ujarnya.
Adapun isu domestik, risiko utama adalah pasokan obligasi yang besar dan kemungkinan dana asing keluar bila rupiah melemah lebih dalam dibanding dengan level balik modal (break even level) investasi asing.
Di sisi lain, katalis positif datang dari rendahnya perkiraan inflasi dan anggaran negara yang sehat karena pemerintah merencanakan subsidi tetap yang dapat memberi outlook positif dari lembaga pemeringkat dan mengurangi penerbitan obligasi pada kuartal keempat. "Selain itu, Bank Indonesia juga memiliki kapasitas cukup besar untuk membeli obligasi pemerintah."
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,88 | 0,45% | 4,28% | 7,56% | 8,64% | 19,14% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,54 | 0,42% | 4,45% | 7,00% | 7,43% | 2,63% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.080,63 | 0,65% | 4,10% | 7,18% | 7,82% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.845,73 | 0,55% | 3,96% | 6,73% | 7,42% | 17,09% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.272,77 | 0,85% | 3,99% | 6,65% | 7,27% | 20,21% | 35,67% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.