Bareksa.com - PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam, dua emiten pelat merah yang direncanakan mendapat suntikan dana dari pemerintah tahun ini masih menunggu keputusan harga untuk eksekusi penerbitan saham dengan hak memesan efek (rights issue).
ADHI dan Antam pun harus menghadapi penurunan harga saham di bursa efek seiring ketidakpastian di pasar global.
Direktur Pengembangan dan Plh Direktur Keuangan ANTM Johan Nababan mengatakan bahwa perseroan masih menunggu penentuan harga di tingkat pemegang saham, yaitu pemerintah meskipun perseroan sudah menyiapkan kelengkapan dokumen rights issue.
Pemerintah, seperti tertera dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015, akan menyuntikkan Rp3,5 triliun untuk ANTM melalui rights issue tersebut.
"Kami harus menunggu persetujuan dari Kementerian BUMN, lalu dari Kementerian Keuangan, hingga dari Menteri Koordinator Perekonomian. Maklum birokrasi perusahaan harus mengikuti pemegang saham, yaitu pemerintah," katanya ketika dihubungi Bareksa.com pada 20 Agustus 2015.
ANTM sudah menunjuk tiga sekuritas BUMN untuk menjadi penjamin emisi (underwriter) pelaksanaan aksi korporasi ini yaitu Bahana Securities, Mandiri Sekuritas dan Danareksa Sekuritas. Perseroan juga menunjuk agen penjual internasional, yaitu Credit Suisse dan CIMB untuk menggaet investor asing bila publik tidak mengeksekusi hak mereka.
Meskipun belum dapat mengeluarkan kisaran harga, Johan berharap harga rights issue bisa lebih tinggi dari harga pasar saat ini, yaitu Rp530 pada penutupan sesi pertama perdagangan hari ini. Kondisi ekonomi global yang melemah dan tertekannya harga komoditas juga menyeret harga saham ANTM hingga level terendah dalam 10 tahun terakhir ini.
"Saham mencerminkan perilaku investor. Masak harga saham national mining company lebih murah daripada kerupuk. Kami tentunya ingin harga rights issue lebih tinggi daripada harga pasar, karena pemerintah juga sudah pasti menyuntikkan Rp3,5 triliun untuk Antam," ujarnya.
Adapun dana hasil penerbitan saham baru yang diproyeksikan hingga mencapai total Rp5,39 triliun itu akan digunakan untuk mendanai dua proyek prioritas Antam, yaitu Smelter Feronikel di Halmahera Timur Maluku dan Anoda Slime di Jawa Timur. Aksi korporasi ini juga akan meningkatkan modal perseroan yang memberi ruang gerak lebih besar untuk melakukan ekspansi.
Sementara itu ADHI, yang sudah lebih dahulu memberi kisaran harga rights issue di Rp1.510 - 2.400 dalam prospektusnya, juga masih harus menunggu rapat umum pemegang saham pada 27 Agustus nanti. Rencananya, pemerintah akan menyuntik Rp1,4 triliun dalam rights issue dengan total raihan berkisar antara Rp2,7 - 4,3 triliun.
Dana yang akan meningkatkan modal perusahaan konstruksi itu akan digunakan untuk membangun proyek transportasi massal berbasis kereta api (light rail transit/LRT). Akan tetapi, ADHI pun masih menunggu peraturan presiden (Perpres) terkait penunjukkan proyek LRT tersebut.(Baca juga: ADHI Harapkan Perpres Penunjukkan LRT Selesai Sebelum 17 Agustus)
Selama menanti kepastian harga rights issue, kedua emiten tersebut musti menghadapi penurunan harga saham yang cukup dalam di pasar. (Baca juga: Perjalanan Saham ANTM Sebelum Rights Issue, Akankah Seperti WSKT & ADHI?)
Harga saham ANTM selama setahun terakhir sudah anjlok 56,68 persen menjadi Rp535 pada 19 Agustus 2015. Penurunan itu lebih dalam dibanding indeks harga saham gabungan (IHSG) yang turun 13,6 persen dan indeks pertambangan yang turun 43 persen pada periode sama sejak 20 Agustus 2014.
Grafik Return Harga Saham ANTM vs Indeks
Sumber: Bareksa.com
Harga saham ADHI juga turun 33,86 persen selama setahun terakhir hingga penutupan perdagangan kemarin ke Rp2.080. Padahal, indeks sektor infrastruktur hanya turun 17,51 persen. Penurunan ini juga sebagian dipengaruhi dengan penentuan harga rights issue yang berada jauh di bawah harga pasar.
Grafik Return Harga Saham ADHI vs Indeks
Sumber: Bareksa.com
Imbal hasil setahun terakhir kedua saham itu jauh lebih buruk dibandingkan saudaranya PT Waskita Karya Tbk (WSKT) yang sudah lebih dahulu menikmati suntikan dana rights issue sesuai target Rp5,3 triliun. Return saham WSKT dalam setahun terakhir ini mencapai 90,71 persen. Hal itu juga ditopang dengan kinerjanya yang jauh lebih baik setelah mendapat suntikan dana.
Sebagai informasi, dalam Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016, pemerintah mengalokasikan suntikan dana kepada BUMN sebesar Rp48,21 triliun, lebih rendah 31,5 persen dari alokasi APBNP 2015. Namun, dalam rencana 2016 jumlah BUMN penerima suntikan itu ada 40, lebih banyak dibandingkan yang sudah disetujui 24 BUMN pada 2015.
Dari 40 BUMN tersebut, 4 di antaranya adalah perusahaan terbuka yang mendapat porsi hingga Rp8,7 triliun dalam bentuk tunai dan non-tunai. Keempat perusahaan itu adalah PT Jasa Marga Tbk (JSMR) Rp1,25 triliun, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) Rp3 triliun, PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) Rp2 triliun, dan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) Rp2,45 triliun.