Bareksa.com - Berikut adalah perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin, 27 Juli 2020 :
Harga Emas
Harga emas 24 karat Antam pada 25 Juli 2020 kembali menyentuh rekor baru sepanjang sejarah. Harga emas per gram dibanderol Rp989.000, naik Rp5.000 dibandingkan dengan posisi sehari sebelumnya.
Dilansir Bisnis.com, berdasarkan informasi Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia Antam, harga emas ukuran terkecil yakni 0,5 gram naik Rp2.500 menjadi Rp522.000.Kemudian, berturut-turut harga emas untuk satuan 5 gram naik Rp25.000 ke posisi Rp4.725.000. Sementara untuk satuan 10 gram juga mengalami kenaikan jadi Rp9.385.000. Kemudian untuk cetakan 100 gram dihargai Rp93.112.000.
Sementara itu harga jual kembali (buyback) emas Antam ada di level Rp889.000 per gram, naik Rp5.000. Perlu diingat, harga jual kembali ini belum mempertimbangkan pajak jika nominalnya lebih dari Rp10 juta.
Berdasarkan PMK No 34/PMK.10/2017, penjualan kembali emas batangan ke PT Antam Tbk. dengan nominal lebih dari Rp 10 juta, dikenakan PPh 22 sebesar 1,5 persen (untuk pemegang NPWP dan 3 persen untuk non NPWP).PPh 22 atas transaksi buyback dipotong langsung dari total nilai buyback.
Dilansir Kontan, harga emas terus melanjutkan rally dan kembali mencetak rekornya pada Senin (27/7). Pukul 07.10 WIB, harga emas untuk pengiriman Desember 2020 di Commodity Exchange ada di US$1.938,90 per ons troi, naik 0,71 persen dari akhir pekan lalu yang ada di US$1.925,20 per ons troi. Kenaikan harga emas didorong oleh pelemahan dolar dan kekhawatiran ekonomi global yang mendorong permintaan aset safe haven.
Jouska
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyatakan penutupan situs milik PT Jouska Finansial Indonesia dapat dilakukan setelah ada rekomendasi dari Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi atau Satgas Waspada Investasi.
"Penutupan situs akan dapat dilakukan jika ada rekomendasi dari Satgas Waspada Investasi atau dengan kata lain rekomendasi SWI yang akan menjadi acuan dan pertimbangan Kominfo cq Dirjend Aptika," kata Menkominfo dilansir Antara (25/72020).
Satgas Waspada Investasi menghentikan kegiatan PT Jouska Finansial Indonesia setelah laporan masyarakat yang merasa dirugikan dengan layanan perencanaan dan konsultasi keuangan perusahaan tersebut.
Satgas Waspada Investasi juga meminta Kominfo untuk memblokir situs web, aplikasi dan akun media sosial Jouska, juga PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta Investa Indonesia karena diduga melalukan kegiatan sebagai penasihat investasi, manajer investasi atau perusahaan sekuritas tanpa izin.
Kominfo, yang juga bagian dari Satgas Waspada Investasi bersama Otoritas jasa Keuangan, mengatakan langkah yang akan mereka tempuh untuk kasus Jouska ini berdasarkan rekomendasi dari Satgas. "Saat ini website Jouska sudah ditutup sementara oleh pemiliknya," kata Johnny.
Reksadana Syariah
Meskipun membukukan rapor hijau, kinerja produk reksadana syariah ternyata tak terlalu bergairah di tengah momentum pemulihan pasar, khususnya untuk reksa dana berbasis saham. Absennya saham perbankan jadi penyebabnya. Berdasarkan data Infovesta Utama selama tiga bulan terakhir, yakni 23 April 2020—23 Juli 2020, kinerja produk reksadana syariah masih kalah dibandingkan dengan produk konvensional.
Dalam periode tersebut, reksa dana saham syariah yang diilustrasikan dalam Infovesta Sharia Equity Fund Index tercatat meningkat 4,77 persen. Sementara itu, reksadana saham konvensional yang digambarkan dalam Infovesta 90 Equity Fund Index naik 10,25 persen.
Lesunya kenaikan kinerja juga berdampak pada dana kelolaan. Berdasarkan data OJK per 30 Juni 2020, reksadana syariah tercatat menyumbang dana kelolaan Rp58,06 triliun, atau 12,03 persen dari total dana keloaan industri Rp482,54 triliun.
Persentase tersebut sedikit mengecil dibandingkan dua bulan terakhir. Pada Mei 2020 misalnya, kontribusi produk syariah terhadap dana kelolaan 12,2 persen, sedangkan pada April 2020 sebesar 12,29 persen.
Head of Research Market Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan kinerja reksadana konvensional terdorong oleh kenaikan IHSG yang mulai merangkak naik sejak kuartal II 2020. Dalam kondisi ini, jelas Wawan, kinerja reksadana saham konvensional naik sejalan dengan IHSG. Sebaliknya, kenaikan IHSG memiliki dampak yang berbeda pada pertumbuhan kinerja reksadana syariah.
Sebab reksadana syariah tidak memiliki saham-saham perbankan dalam portofolionya. Padahal saham perbankan menjadi salah satu motor penggerak kenaikan IHSG dan reksadana saham. “Terutama yang big four itu kan kapitalisasinya besar jadi ya konvensional diuntungkan dari situ, sedangkan syariah porsi perbankannya jauh lebih kecil dibandingkan konvensional," ujar Wawan (24/7/2020) dilansir Bisnis.com.
Schroders Indonesia
PT Schroder Investment Management Indonesia (Schroders Indonesia) menjagokan saham-saham dari sektor konsumer dan telekomunikasi untuk semester II 2020. Sebab emiten konsumer dan telekomunikasi diperkirakan mampu mempertahankan pendapatan di tengah perlambatan ekonomi saat ini.
Irwanti, Direktur Investasi Schroders Indonesia, menjelaskan pihaknya menerapkan strategi berimbang dalam memilih saham untuk dijadikan aset dasar produk reksadana. Balanced strategy itu dilakukan dengan berinvestasi ke saham defensif maupun siklikal.
Untuk sektor defensif, dipilih nama-nama perusahaan yang memiliki fundamental dan likuiditas yang baik dengan valuasi saham yang menarik. “Namun demikian, kami juga melirik saham-saham yang diuntungkan oleh pemulihan ekonomi karena memiliki fundamental dan entry point yang baik,” jelas Irwanti dilansir Bisnis.com (25/7/2020).
Irwanti memperkirakan kondisi pasar saham domestik pada paruh kedua tahun ini akan tetap kondusif. Sentimen positif tampak akan datang dari kemajuan penemuan vaksin Covid-19 dan pembukaan kembali ekonomi negara-negara di dunia. Hal itu secara langsung juga dapat meningkatkan minat investor asing untuk mengambil risiko yang lebih besar di pasar negara berkembang (emerging markets) termasuk Indonesia.
Adapun hingga 23 Juli 2020, investor asing mencatatkan aksi jual bersih atau net sell senilai Rp17,63 triliun. Di sisi lain, kekhawatiran mengenai penyebaran Covid-19 gelombang kedua dan meningkatnya ketegangan antara AS dan China disebut Irwanti bisa menjadi noise di pasar.
“Saat ini valuasi pasar saham Indonesia secara relatif masih lebih murah dibandingkan negara lain dan kebijakan pemerintah yang dovish juga memberikan dukungan bagi pasar,” kata Irwanti.
PT Bank Tabungan Negara Indonesia Tbk (BBTN)
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) mengatakan pihaknya berencana untuk kembali melakukan penggalangan dana di semester II 2020 lewat skema sekuritisasi. Direktur Keuangan, Perencanaan dan Tresuri Bank BTN Nixon LP Napitupulu bilang nilainya ditargetkan bisa mencapai Rp2 triliun.
Akan tetapi, berbeda dari sekuritisasi BTN sebelumnya, kali ini pihaknya sedang mencoba skema restrukturisasi ritel. "Kalau biasanya kan kami wholesale, ini kami ingin coba yang ritel. Kuponnya bagus dan rating-nya AAA," jelasnya dalam video conference di Jakarta, Jumat (24/7) dilansir Kontan.
Menurut Nixon, instrumen sekuritisasi ritel ini akan menjadi tawaran investasi yang menarik bagi investor ritel. Lantaran, berbeda dengan obligasi atau surat utang lainnya, sekuritisasi memiliki underlying yang kuat yakni kredit KPR BTN.
Artinya, risikonya sangat rendah. Selain bunga yang kecenderungannya lebih menarik, sekuritisasi ritel juga memiliki ciri outstanding yang terus menurun secara bertahap. "Kalau misalnya beli ORI (Obligasi Ritel Indonesia) dengan tenor 3 tahun, akan ada risiko pembayaran dilakukan di tahun ketiga. Kalau sekuritisasi ini dibayar terus tapi outstanding-nya menurun," lanjutnya.
Nixon mengatakan sudah menunjuk perusahaan manajer investasi untuk melancarkan aksi korporasi ini. Sekaligus menggandeng PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) sebagai mitra. Walau belum final, dimungkinkan aksi tersebut bisa berlangsung pada Agustus 2020 mendatang. Ini bukan menjadi kali pertama aksi korporasi BTN di tahun ini. Terbaru, BTN sudah menerbitkan obligasi berkelanjutan IV. Pada tahap I obligasi berkelanjutan ini BTN berencana menggalang dana Rp1 triliun yang akan dipakai untuk memperluas ekspansi kredit.
Obligasi ini sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB) BTN tahun 2020 - 2022, yang akan digunakan perseroan untuk memperkuat bank dalam mengembangkan bisnis pembiayaan perumahan. Selain itu, bank spesialis pembiayaan perumahan ini juga telah menerbitkan Junior Global Bond US$300 juta yang terbit dan oversubscribed lebih dari 13 kali permintaan pada awal tahun 2020 ini.
(*)