Bareksa.com - Bank Indonesia memandang digitalisasi di pasar keuangan bisa mendorong akses investor domestik, khususnya ritel. Sehingga hal ini menjadi salah satu pilar dalam kerangka kerja Bank Indonesia untuk mempercepat pendalaman dan pengembangan pasar keuangan.
Donny Hutabarat, Direktur Eksekutif Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia, memaparkan bahwa sektor keuangan menjadi salah satu pendukung pertumbuhan ekonomi, di samping sektor riil termasuk infrastruktur. Namun, saat ini pasar keuangan Indonesia belum optimal sebagai sumber pembiayaan dan reltif tertinggal.
Dia menjelaskan bahwa terobosan dalam pasar keuangan adalah Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan, serta Blueprint Pengembangan Infrastruktur Pasar Keuangan Bank Indonesia untuk mencapai tiga karakteristik pasar keuangan yang dalam, yaitu sebagai sumber pembiayaan, efisien dan mampu memitigasi risiko.
"Blueprint pengembangan infrastruktur pasar keuangan 2025 sebagai pilar utama dalam mendukung efektivitas transmisi kebijakan moneter dan pembiayaan ekonomi. Dalam hal ini kami fokus pada 3 pilar yang harus dikembangkan," ujar Donny dalam paparannya secara virtual di Bareksa-Kontan-OVO 4th Fund Awards 2020 pada Rabu, 21 Oktober 2020.
Ketiga pilar tersebut adalah pertama, mendorong digitalisasi dan penguatan financial market infrastructure (FMI). Kedua, memperkuat efektifitas kebijakan moneter. Ketiga, mengembangkan sumber pembiayaan ekonomi dan pengelolaan risiko, termasuk mendorong peran investor ritel domestik.
Strategic Framework Pengembangan Pasar Keuangan
Digitalisasi, lanjutnya, mendorong investor ritel domestik. Pada saat yang sama, literasi keuangan menjadi mudah dilakukan. Sehingga, pasar keuangan Indonesia, baik pasar saham maupun pasar obligasi, tidak bergantung lagi pada investor asing, yang sangat rentan terhadap sentimen negatif.
Di tengah pandemi ini, pertumbuhan investor ritel memang pesat sudah mencapai 4,16 juta, menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia. Kepemilikan instrumen investasi di pasar modal oleh investor domestik juga sudah mendominasi 58 persen terhadap investor asing.
Namun, jumlah investor ritel di Indonesia porsinya masih sangat kecil bila dibandingkan dengan total populasi. Dengan jumlah sekitar 4 juta investor, dari populasi produktif 189 juta, porsinya hanya sekitar 2 persen.
Angka ini jauh bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang sudah 9 persen. Adapun di negara maju, seperti di Amerika Serikat yang mencapai 55 persen dan Singapura 26 persen.
"Potensi investor ritel sangat tinggi di Indonesia. Ini jadi sasaran balancer (penyeimbang) terhadap struktur investor pasar keuangan sehingga tidak mengandalkan investor asing," tambah Donny.
Kekuatan investor domestik ini, menurut Donny, bisa terlihat sebagai penopang ketika bursa saham anjlok diterpa krisis. Contohnya, pada saat krisis keuangan global 2008-2009, pasar saham yang diwakili Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 60 persen karena banyak investor asing yang keluar. Sementara pada 2020 ini, IHSG turun sekitar 20 persen karena masih banyak ditopang oleh investor lokal.
"Resiliensi investor domestik nyata jadi shock absorber dari gejala yang ditimbulkan oleh asing. Mari kita mulai jadi investor di negeri sendiri dan dari diri sendiri," tutupnya.
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS