Bareksa.com - Belum lama ini, kita mendengar kabar bahwa salah satu manajer investasi besar melakukan pembubaran atau likuidasi produk reksadana publiknya. Pembubaran reksadana pasti memiliki alasan atau latar belakang, dan tidak semuanya buruk bagi investor.
PT Schroder Investment Management Indonesia menyampaikan Schroders dan Deutsche Bank AG, Cabang Jakarta selaku Bank Kustodian, sepakat untuk membubarkan dan melikuidasi produk reksadana campuran Schroder Providence Fund, dalam pengumuman pada 11 Februari 2020.
Direktur Utama Schroders Indonesia, Michael T. Tjoajadi, menjelaskan memasuki 2020 sebagian dari investor reksadana tersebut mengubah strategi investasi mereka dan memutuskan menjual kembali unit penyertaan (redemption) yang mereka miliki, sehingga tidak ada pemegang unit yang tersisa.
Schroder Providence Fund termasuk kategori produk terbuka yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum. Reksadana campuran ini diluncurkan oleh perseroan pada 26 Februari 2009.
Menurut dia, pada prinsipnya manajer investasi (MI) membutuhkan skala ekonomi tertentu untuk dapat mengelola portofolio investasi secara optimal. Nah, karena dana yang tersisa di reksadana Schroder Providence Fund kurang memenuhi skala ekonomi dimaksud, maka perseroan selaku MI memutuskan untuk melikuidasi reksadana tersebut.
"Hal tersebut kami komunikasikan kepada investor yang masih tersisa di dalamnya dan para investor ini diberi pilihan, untuk mengalihkan atau menjual kembali unit penyertaan mereka," lanjutnya.
Investor tidak perlu khawatir tentang pembubaran ini, karena prosedur pembubaran reksadana secara lengkap diatur pada peraturan OJK nomor 23 tahun 2016 tentang Reksadana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.
Selain itu, perihal pembubaran reksadana juga telah disebutkan dalam prospektus reksadana Schroder Providence Fund sendiri.
Skala Ekonomi
Bila dilihat dari minimal pembelian reksadana ini, Schroder Providence Fund memang ditujukan untuk investor dengan modal cukup besar. Sebab, minimal pembelian reksadana campuran ini Rp25 juta, jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan reksadana campuran Schroder lainnya, misalnya Schroder Dana Terpadu II dan Schroder Dana Kombinasi yang bisa dibeli mulai dari Rp100.000.
Berdasarkan data Bareksa, Schroder Providence Fund menerapkan biaya manajer investasi maksimal 1 persen per tahun. Angka ini termasuk kecil dibandingan dengan biaya yang diterapkan untuk reksadana campuran dan saham kelolaan Schroder lainnya seperti Schroder Dynamic Balanced Fund yang menerapkan biaya maksimal 2,5 persen per tahun.
Dengan penerapan biaya tersebut, tentu manajer investasi bisa memperkirakan berapa nilai dana kelolaan yang dianggap memiliki skala ekonomi yang cukup menguntungkan.
Dana kelolaan Schroder Providence Fund sejak diluncurkan pada Februari 2009 selalu berada di atas Rp100 miliar. Meski asset under management (AUM) bertumbuh, jumlah unit penyertaan tidak banyak berubah, di kisaran 98 juta unit pada 2010-2016.
Dengan unit yang tidak banyak berubah, pertumbuhan AUM yang terjadi sejak peluncurannya lebih disebabkan oleh kinerja portofolionya.
Dana Kelolaan dan Unit Penyertaan Schroder Providence Fund
Sumber: Bareksa
Puncak AUM tertinggi adalah pada November 2017 dengan nilai mencapai Rp380 miliar. Namun, di bulan selanjutnya AUM anjlok 30,5 persen menjadi tinggal Rp264,16 miliar.
Terlihat ada redemption besar pada Desember 2017 karena unit penyertaan juga menyusut 34 persen menjadi 64,09 juta unit dari sebelumnya 97,08 juta unit.
Setelah itu, kelolaanya hanya naik sedikit ke Rp270 miliar di Januari 2018. Lalu, perlahan menyusut hingga ke Rp192 miliar per Desember 2019 dengan jumlah unit penyertaan 47,44 juta.
Berkaitan dengan kinerja, reksadana campuran ini sebenarnya cukup baik. Semenjak diluncurkan nilai aktiva bersih per unit (NAB/UP), yang mencerminkan harga reksadana, terus bertumbuh.
Return Reksadana Schroder Providence Fund per 21 Januari 2020
Sumber: Bareksa.com
Dari tanggal peluncurannya hingga 21 Januari 2020, reksadana ini sudah tumbuh 308,77 persen dengan NAB/UP terakhir Rp4.087,69.
Kalau dilihat dalam 10 tahun terakhir, reksadana ini tumbuh 102,79 persen, atau rata-rata 10,2 persen per tahun. Sayangnya, kinerja setahun terakhir justru negatif 1,69 persen.
Untuk diketahui, reksadana ialah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
(AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.