Berita Hari Ini : Jokowi Minta Bunga Kredit Turun, Calon Dirut BMRI dan BBTN
Larangan ekspor nikel diputuskan hari ini, PTPP menangi tender smelter bauksit Inalum, dampak iuran BPJS Kesehatan naik
Larangan ekspor nikel diputuskan hari ini, PTPP menangi tender smelter bauksit Inalum, dampak iuran BPJS Kesehatan naik
Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Kamis, 7 November 2019 :
Bunga Kredit Perbankan
Presiden Joko Widodo menyindir bank yang hingga kini belum menurunkan bunga kredit. Hal itu disampaikan Jokowi saat membuka Indonesia Banking Expo 2019 di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (6/11/2019). Ia meminta perbankan segera menurunkan bunga kredit menyusul suku bunga Bank Indonesia (BI) yang sudah diturunkan 100 basis poin (bps) menjadi 5 persen. "Saya mengajak memikirkan secara serius untuk menurunkan suku bunga kredit," kata Jokowi dikutip kompas.com.
Promo Terbaru di Bareksa
Dia membandingkan dengan negara lain yang bunga kreditnya sudah lebih kompetitif. Jokowi menunggu perbankan segera menurunkan bunga kredit. "Negara lain sudah 'turun-turun-turun'. Kita BI Rate sudah turun, banknya belum. Ini saya tunggu," ucap dia.
Jokowi menegaskan penurunan bunga kredit ini sangat penting, khususnya keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah yang membutuhkan akses permodalan. "Kawal mereka yang mikro dan kecil-kecil ini. Gede banget jumlahnya, data saya, ada 60 juta (UMKM)," kata dia.
Merespons hal ini, Direktur Bank Danamon Rita Mirasari menilai, peluang penurunan bunga kredit di bank masih belum bisa ditentukan. Sebab, pihaknya masih perlu melihat aspek perekonomian secara global. "Selama ini kami masih melihat kondisi pasar di luar. Kami melihatnya masih terkait eksternal," ujarnya.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin berpendapat, penurunan bunga kredit harus ditelaah lagi secara internal. Misalnya, pada segmen perbankan terhadap rasio pertumbuhan kredit (loan to deposit ratio). "Kami lihat juga mengenai funding development di banking industry. Kalau funding-nya masih tight, kami lihat lagi segmen mana saja yang masih bisa kami turunkan," kata dia.
Dilansir CNN Indonesia, Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Ario Bimo mengatakan pihaknya masih mengkaji tingginya biaya dana (cost of fund) seiring ketatnya likuiditas sebelum memangkas suku bunga kredit. "Yang penting cost of fund-nya turun, baru berani turun (suku bunga). Kalau cost of fund belum turun ya tidak berani. Nanti kalau kami semakin kecil (pendapatan dan laba) dimarahi investor," katanya.
Saat ini, lanjutnya, tingkat cost of fund BNI di posisi 3,2 persen dan diprediksi tak jauh berbeda dari level tersebut hingga akhir tahun. Di sisi lain, Ario mengaku likuiditas perbankan masih cenderung seret. Saat ini, posisi rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) BNI tercatat 96,6 persen. Kondisi likuiditas semakin tertekan karena pemerintah juga mengambil porsi likuiditas melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN).
Dilansir Tempo.co, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Sunarso, mengatakan tingkat suku bunga kredit harus mengikuti kondisi pasar termasuk perdagangan. Karena itu, jika pasar tengah menurun pasti bank akan mengikuti kondisi tersebut. Meski begitu, Sunarso mengatakan ada mekanisme lain di luar pasar yakni berdasarkan regulasi sehingga bunga kredit tak bisa berubah.
"Contohnya kredit usaha rakyat yang kami bisa berikan suku bunga 7 persen seperti sekarang ini," kata Sunarso. Karena itu, dia yakin suku bunga kredit pasti akan turun mengikuti pasar. Namun penurunan itu tetap membutuhkan waktu terkait penurunan suku bunga acuan kepada suku bunga kredit.
Calon Dirut BBTN dan BMRI
Dalam jangka sebulan ke depan, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) akan menetapkan direktur utama (Dirut) baru. Pemilihan Dirut baru BBTN akan diputuskan pada RUPSLB tanggal 27 November dan BMRI pada RUPSLB tanggal 9 Desember.
Menurut sumber KONTAN, nama Pahala Nugraha Mansury muncul sebagai calon kuat Dirut BBTN. Sedangkan untuk posisi Dirut Bank Mandiri, nama Sulaiman Arif Arianto digadang bisa mengungguli calon lainnya, yakni Royke Tumilaar. "Pak Pahala akan ke BTN," ujar sumber itu dilansir Kontan.co.id (6/11/2019).
Sulaiman yang kini menjabat wakil direktur utama sekaligus pelaksana tugas (Plt) Dirut BMRI, dinilai lebih memiliki koordinasi dan hubungan yang lebih baik dengan BUMN lainnya. Sumber KONTAN lainnya, juga mengindikasikan sosok Pahala menjadi calon kuat dirut BTN. Dia menegaskan calon Dirut BTN pernah menjabat direktur di Bank Mandiri.
Sekadar mengingatkan karier Pahala di Bank Mandiri, dimulai peraih gelar MBA Finance dari Stern School of Business New York University itu sejak tahun 2003. Posisi terakhir Pahala di Bank Mandiri adalah Direktur Keuangan hingga awal tahun 2017. Pahala kini menjabat sebagai Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Inikah Dua Sosok Kuat Calon Dirut Bank Mandiri?", https://money.kompas.com/read/2019/11/06/161114326/inikah-dua-sosok-kuat-calon-dirut-bank-mandiri.
Penulis : Ade Miranti Karunia
Editor : Sakina Rakhma Diah Setiawan
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Inikah Dua Sosok Kuat Calon Dirut Bank Mandiri?", https://money.kompas.com/read/2019/11/06/161114326/inikah-dua-sosok-kuat-calon-dirut-bank-mandiri.
Penulis : Ade Miranti Karunia
Editor : Sakina Rakhma Diah Setiawan
Dilansir Kompas.com, Ekonom Senior Indef yang juga mantan Komisaris Bank Mandiri, Aviliani, menyebut ada dua nama yang dinilai pantas mengisi jabatan Dirut BMRI. Yakni Royke Tumilaar, saat ini menjabat sebagai Direktur Corporate Banking Bank Mandiri, dan Pahala. Kedua sosok tersebut dianggap paling paham seluk beluk manajemen bank berlogo pita kuning ini.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Inikah Dua Sosok Kuat Calon Dirut Bank Mandiri?", https://money.kompas.com/read/2019/11/06/161114326/inikah-dua-sosok-kuat-calon-dirut-bank-mandiri.
Penulis : Ade Miranti Karunia
Editor : Sakina Rakhma Diah Setiawan
"Kalau menurut saya dari dalam yang potensi yang dulu pernah diusulkan Pak Royke dan Pak Pahala yang sekarang di Pertamina. Itu adalah dua yang punya potensi yang saya lihat," katanya.
Larangan Ekspor Nikel
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyelesaikan investigasi terkait dugaan over kuota ekspor bijih nikel. Hasil investigasi itu akan dibawa ke rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Investigasi itu menjadi dasar penentuan nasib kebijakan penghentian sementara ekspor bijih nikel yang sudah diterapkan sejak 29 Oktober kemarin.
Dilansir Investor.id, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, tim ESDM bersama dinas pemerintah daerah telah melakukan kunjungan lapangan ke 30 perusahaan yang membangun smelter. Namun dia belum bisa membeberkan hasilnya lantaran akan dibawa ke rapat koordinasi dengan Kementerian Koordinasi bidang Kemaritiman dan Investasi.
"Besok (hari ini-red) ada pertemuan kembali yang dipimpim pak Menko (Luhut). Tolong sabar. Apakah ekspor tetap berhenti atau tidak, bukan dalam forum ini saya putuskan. Kita tunggu saja di tingkat pimpinan," kata Yunus dalam acara diskusi yang digelar oleh Kahmi di Jakarta (6/11).
Yunus menuturkan investigasi yang dilakukan berupa audit lapangan. Tim gabungan melihat langsung seperti apa kemajuan pembangunan smelter. Sebab izin ekspor diberikan bagi perusahaan yang berkomitmen membangun smelter. ESDM sudah menerapkan persyaratan ketat yakni evaluasi progres smelter setiap enam bulan. Bila progres smelter tak mencapai minimal 90 persen dari rencana kerja per enam bulan maka ada sanksi yang dikenakan. Sanksi tersebut berupa pencabutan izin ekspor.
"Dari 37 smelter, 7 smelter hampir mencapai 100 persen dan ada yang sudah berproduksi. Jadi tim mengaudit 30 smelter yang masih membangun," tuturnya.
PT PP (Persero) Tbk (PTPP)
PT PP (Persero) Tbk (PTPP) memenangkan tender proyek pembangunan smelter bauksit milik PT Borneo Alumina Indonesia. Borneo Alumina Indonesia merupakan anak usaha patungan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) dengan PT Antam Tbk. Proyek pembangunan pabrik alumina ini akan dibangun di atas lahan 288 hektare di tiga desa di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.
Smelter grade alumina ini akan memiliki kapasitas awal 1 juta ton per tahun dan dilengkapi dengan pembangkit listrik tenaga batu bara berkapasitas 3x25 megawatt. Direktur Keuangan PT PP Agus Purbiyanto mengatakan perseroan telah memenangkan tender proyek tersebut, tetapi masih dalam tahap diskusi perjanjian kontrak atau contract discussion agreement. "Kami berharap segera jadi kontraknya," katanya dikurip Bisnis.com (6/11/2019).
Dalam proyek ini, emiten dengan kode saham PTPP tersebut menggandeng perusahaan asal China dari sisi technology and machinery provider. Agus menyebutkan perusahaan asal Negeri Panda memiliki teknologi yang lebih maju untuk pengerjaan smelter.
SVP Corporate Secretary Inalum Rendi Witular membenarkan jika PTPP mendapatkan proyek pembangunan smelter Mempawah. Emiten konstruksi pelat merah tersebut menggandeng China Aluminium International Engineering dalam proyek ini.
Sebagai informasi, nilai investasi proyek smelter bauksit di Mempawah tersebut diperkirakan US$850 juta dan ditargetkan mulai berproduksi awal 2022. Proyek ini akan mengurangi ekspor mineral mentah dan sekaligus ketergantungan impor untuk sumber bahan baku untuk produksi aluminium.
BPJS Kesehatan
Dewan Jaminan Sosial Nasional atau DJSN menyatakan ada beberapa dampak kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan.
Ketua DJSN Tubagus Achmad Choesni menyampaikan penyesuaian iuran melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan merupakan upaya untuk menangani defisit BPJS Kesehatan. Besaran iuran yang berlaku mulai awal tahun depan itu pun bahkan lebih tinggi dari usulan DJSN dan sesuai dengan perhitungan aktuaria.
Meskipun begitu, Choesni menilai penyesuaian iuran tersebut akan memberikan dampak yang beragam, baik bagi BPJS Kesehatan, keberlangsungan program JKN, maupun bagi masyarakat selaku peserta. Menurut dia, dampak yang berpotensi muncul adalah peningkatan jumlah peserta non aktif, khususnya di segmen mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Berdasarkan data BPJS Kesehatan, saat ini terdapat sekitar 46 persen peserta yang tidak aktif.
"Ada potensi peserta non aktif meningkat, lalu dampak lainnya adalah peserta akan pindah ke kelas yang lebih rendah seiring dengan kemampuannya dalam membayar iuran," ujar Choesni dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan, DJSN, BPJS Kesehatan, dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Rabu (6/11/2019) dikutip Bisnis.com.
Dia menyampaikan dampak lain yang dapat muncul adalah calon peserta enggan mendaftarkan diri ke BPJS Kesehatan. Hal ini perlu diantisipasi meskipun berdasarkan regulasi seluruh masyarakat Indonesia wajib menjadi peserta BPJS Kesehatan. Selain itu, dampak lain dari penyesuaian iuran adalah kualitas pelayanan kepada peserta akan meningkat. Hal ini sejalan dengan dampak lainnya yakni pembayaran klaim kepada fasilitas kesehatan akan terjamin, seiring membaiknya arus kas BPJS Kesehatan.
"Dampak lainnya adalah keberlanjutan program JKN. Dengan penyesuaian iuran, ditargetkan akumulasi surplus Rp4,4 triliun pada akhir 2021, dengan catatan pemerintah mengatasi seluruh defisit per akhir 2019," ujar Choesni.
(*)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.