Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Rabu, 9 Januari 2019 :
PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG)
Tahun ini perseroan mengalokasikan dana belanja modal atau capital expenditure (capex) US$ 100 juta. Dana belanja modal bersumber dari pendapatan usaha dan pinjaman. Sebagai perusahaan investasi, Saratoga Investama terus melihat peluang-peluang bisnis.
Perusahaan berkode saham SRTG di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut memilih fokus pada sektor barang konsumsi, infrastruktur dan sumber daya alam. Hanya, manajemen Saratoga Investama masih menyimpan identitas perusahaan yang diincar.
"Aksi korporasi seperti ekspansi bisnis ataupun divestasi adalah merupakan bagian dari strategi perusahaan," kata Head of Corporate Communications PT Saratoga Investama Sedaya Tbk Catharina Latjuba seperti dikutip Kontan.
Catatan terakhir aksi korporasi Saratoga Investama dalam bentuk penawaran tender sukarela (voluntary tender offer) terhadap 446,29 juta saham atau 10 persen saham PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk. Jika proses itu berjalan lancar, maka SRTG akan menguasai 58,62 persen saham Mitra Pinasthika.
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA)
Pada 2019, perseroan mengincar kontrak baru senilai Rp66,74 triliun atau tumbuh 29 persen dari realisasi tahun lalu. Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya Puspita Anggraeni mengungkapkan perseroan mengantongi kontrak baru Rp51,69 triliun sepanjang 2018. Pencapaian itu tumbuh 22 persen jika dibandingkan dengan raihan Rp42,4 triliun pada 2017.
Proyek infrastruktur dan gedung masih mendominasi raihan kontrak baru Wijaya Karya dengan kontribusi senilai Rp41,19 triliun. Selanjutnya, segmen industri berkontribusi Rp6,79 triliun, disusul segmen energi dan industrial plant senilai Rp1,94 triliun, serta properti Rp1,78 triliun.
“Berdasarkan pemilik proyeknya, mayoritas kontrak baru yang diperoleh berasal dari BUMN/BUMD dengan komposisi 45,17 persen, swasta 39,82 persen dan pemerintah 15,01 persen,” ujarnya seperti dikutip Bisnis Indonesia.
PT Mayora Indah Tbk (MYOR)
Emiten produk makanan dan minuman ini terus memperkuat penetrasi di negara Asia Tenggara untuk memacu kinerja penjualan pada tahun ini. Regional Managing Director Mayora Indah Maspiyono menyampaikan, pada tahun ini perseroan membidik kenaikan pendapatan ekspor sebesar 20 persen dibandingkan dengan 2018.
“Negara-negara ASEAN merupakan tujuan terbesar ekspor perseroan dengan kontribusi 70 persen [terhadap total ekspor]. Tahun ini kami ingin melanjutkan strategi yaitu meluncurkan produk-produk baru hasil inovasi dan kami building brand,” ungkap Maspiyono.
Maspiyono menyampaikan perseroan terus memperkuat penetrasi di negara-negara tetangga. Empat negara tujuan ekspor Mayora Indah di Asean, yaitu Filipina, Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Namun, emiten bersandi saham MYOR ini juga membidik perluasan volume ekspor di Myanmar, Kamboja, dan Laos.
PT AKR Corporindo Tbk (AKRA)
Bertepatan dengan tahun politik 2019, perseroan yakin masih mampu meningkatkan kinerja bisnisnya. Perusahaan yang bergerak dalam industri kimia dan distribusi bahan bakar minyak (BBM) tersebut menargetkan pertumbuhan pendapatan sebesar 20 persen di sepanjang tahun ini. Proyeksi AKR Corporindo memang berkebalikan dengan prediksi sejumlah perusahaan lain.
Perusahaan berkode saham AKRA di Bursa Efek Indonesia (BEI) itu justru menaksir, tahun politik tak akan menimbulkan gejolak yang bisa mempengaruhi kondisi perekonomian nasional. Manajemen AKR Corporindo lebih memilih optimistis dengan berpegang pada sejumlah variabel ekonomi pemerintah.
"Kalau kami lihat, pertumbuhan ekonomi ditargetkan pemerintah tumbuh 5,1 persen dibandingkan tahun lalu itu masih stabil, rupiah menguat, suku bunga stabil," ujar Corporate Secretary and Head of Investor Relations PT AKR Corporindo Tbk, Ricardo Silaen, seperti dikutip Kontan.
PT Pelita Samudera Shipping Tbk (PSSI)
Perseroan berencana menghabiskan dana US$40 juta sampai US$50 juta untuk belanja modal di 2019. Tapi, pembelanjaan dana yang diutamakan untuk membeli kapal ini tetap melihat perkembangan pasar.
PSSI menutup tahun 2018 dengan serah terima dua unit kapal, yaitu satu kapal induk kelas handysize dan satu kapal tunda (tugboat) di pengujung tahun. Total, Pelita Samudera Shipping memiliki 80 unit kapal. Kepemilikan kapal Pelita Samudera Shipping di tahun lalu lebih banyak dibandingkan dengan 77 unit di tahun 2017.
Penambahan armada ini merupakan strategi PSSI untuk menggarap potensi pasar logistik di Indonesia. Apalagi, pemerintah tengah berusaha menggenjot infrastruktur berbasis maritim, seperti pembangunan beberapa pelabuhan baru, bangkitnya industri pengolahan mineral Indonesia, dan tambahan pembangkit milik PLN.
"Pada gilirannya, ini akan meningkatkan permintaan untuk industri logistik di Tanah Air," kata Imelda Agustina Kiagoes.
Dengan pembelian kapal baru tahun lalu, PSSI menggunakan belanja modal US$19,8 juta tahun lalu. Seluruh investasi di 2018 dibiayai kas internal.
PT Intraco Penta Tbk (INTA)
Perseroan membidik penjualan alat berat tahun ini akan naik 25 persen dari tahun lalu. Pergerakan harga komoditas global diyakini masih positif untuk menunjang bisnis perseroan pada tahun ini.
Pada Januari - November 2018, emiten berkode saham INTA itu menjual 841 unit alat berat. Realisasi itu lebih tinggi dari target penjualan yang ditetapkan perseroan pada awal tahun lalu, yaitu 808 unit. Sektor pertambangan masih menjadi penyumbang utama terhadap penjualan INTA sepanjang Januari - November tahun lalu. Kontribusinya mencapai 65 persen dari total penjualan.
“Dari 65 persen tersebut, sebesar 45 persennya disumbang oleh sektor batu bara. Selebihnya untuk alat pertambangan lainnya,” ujar Investor Relations Strategist Intraco Penta Ferdinand D.
Apabila mengacu pada angka penjualan selama Januari - November 2018, penjualan INTA pada 2019 berpotensi menebus 1.100 unit.
(AM)