ADHI dan WIKA Sudah Underweight, Penundaan LRT dan Kereta Cepat Bisa Berdampak

Bareksa • 21 Nov 2018

an image
Pekerja menggarap proyek pembangunan Light Rail Transit (LRT) DKI Jakarta di Depo Utama LRT, Kelapa Gading, Jakarta, Kamis (25/1). Proses pembangunan LRT DKI Jakarta telah mencapai 56,94 persen dengan total panjang lintasan 5,8 km untuk jalur prioritas Asian Games 2018. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Jika proyek benar-benar dihentikan, maka top pick sektor konstruksi hanya WTON

Bareksa.com – Kabar pemerintah yang akan menunda proyek light rail transit (LRT) dan kereta cepat bisa berdampak ke beberapa saham emiten konstruksi, khususnya yang berstatus plat merah. Pasalnya, dua emiten konstruksi BUMN yakni PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) merupakan pelaksana dua proyek itu.

Mengutip Bisnis.com, keputusan pemerintah menunda proyek LRT dan kereta cepat Jakarta-Bandung, seiring dengan kemacetan parah yang terjadi di ruas tol Jakarta-Cikampek.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan penghentian sementara hanya akan berlaku di titik kilometer 11 hingga kilometer 17 selama beberapa bulan ke depan dan akan berlanjut setelah masa Lebaran 2019 usai.

Analis Samuel Sekuritas Indonesia Akhmad Nurcahyadi mencermati keputusan itu. Menurut Akhmad, keputusan tersebut tidak beralasan logis.

“Sehingga dampaknya akan signifikan pada penerimaan pembayaran (yang belum dibayar maupun progress pengerjaan yang dihentikan) dan potensi menganggu arus kas dan pengerjaan kedua proyek tersebut,” tutur Akhmad dalam risetnya, Rabu, 21 November 2018.

Akhmad menerangkan, keputusan sepihak tersebut masih terlalu dini untuk disimpulkan bahwa kedua proyek akan dihentikan sementara, terlebih bila mengingat proyek LRT yang didasari oleh Perpres No.49/2017.

Demikian pula proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang telah memperoleh pencairan pendanaan dan tengah melakukan percepatan eksekusi proyek.

“Kami juga melihat berita tersebut akan diadopsi oleh pelaku pasar melalui penjualan beberapa saham emiten konstruksi (terutama ADHI dan WIKA) dan mendorong appetite investor pada saham sektor konstruksi semakin turun dan menjauhi nilai wajarnya (semoga pasar tidak berlebihan),” imbuhnya.

Sejauh ini, saham sektor konstruksi dalam posisi underweight sehingga top pick tetap PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON), WIKA dan ADHI. Tapi, dengan asumsi proyek betul-betul dihentikan, maka top pick hanya WTON.

Pergerakkan Saham WTON Periode 29 Desember 2017 – 19 November 2018

Sumber: Bareksa.com

“WIKA akan tetap buy seiring dengan diversifikasi dan portfolio produk yang potensi menjaga kinerja laba bersih 19F, sedangkan ADHI potensi kami turunkan rekomendasinya (tidak saat ini dan krn KM14 tidak signifikan serta sambil melihat progress kebijakan, di mana saat ini tengah kembali berkoordinasi),” terang Akhmad.

Sepanjang tahun ini, saham WIKA dan ADHI memang dalam tren menurun. WIKA misalnya, hingga 19 November 2018 sudah turun 17,74 persen dari posisi akhir tahun 2017 Rp1.550 menjadi Rp1.275. Saham WIKA sepanjang tahun ini pernah menyentuh level tertinggi Rp2.120 pada 29 Januari 2018 dengan level terendah Rp1.100 pada 31 Oktober 2018.

Sementara ADHI turun lebih dalam atau mencapai 25,46 persen dari Rp1.885 menjadi Rp1.405 per 19 November 2018. Saham ADHI sempat menyentuh level tertinggi Rp2.480 pada 19 Februari 2018 dengan level terendah Rp1.105 pada 30 Oktober 2018.

(AM)