Sri Mulyani : Defisit APBN Hingga September Rp200,2 T atau 1,35 Persen dari PDB
Sri Mulyani memperkirakan defisit APBN akan semakin mengecil sampai akhir tahun 2018
Sri Mulyani memperkirakan defisit APBN akan semakin mengecil sampai akhir tahun 2018
Bareksa.com - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan realisasi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) hingga September 2018 mencatat defisit Rp200,23 triliun atau 1,35 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Defisit itu berasal dari selisih antara pendapatan negara Rp1.312,32 triliun dan belanja negara Rp1.512,55 triliun.
"Defisit kita Rp 200,2 triliun atau 1,35 persen terhadap PDB (produk domestik bruto)," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rabu (17/10/2018).
Menurut Sri Mulyani realisasi defisit APBN hingga September 2018 tersebut lebih rendah dari realisasi defisit di periode tahun sebelumnya, baik secara nominal maupun persentase terhadap PDB. Defisit pada akhir September 2017 yaitu Rp272 triliun atau setara dengan 2 persen terhadap PDB saat itu. Dengan begitu, telah terjadi penurunan defisit APBN Rp72 triliun pada akhir September 2018.
"Ini jauh lebih kecil dibandingkan defisit tahun lalu 2 persen terhadap GDP kita," ungkap Sri Mulyani.
Sri Mulyani memperkirakan defisit APBN akan semakin turun sampai akhir tahun 2018. Defisit yang semakin turun merupakan salah satu indikator APBN dijalankan dengan sehat dan pendapatan semakin mendekati target yang telah ditetapkan, baik dari sektor perpajakan (pajak dan bea cukai) maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Outlook defisit kita akhir tahun nanti akan sangat menggembirakan," tutur Sri Mulyani.
Penguatan Fundamental Ekonomi
Menurut Sri Mulyani, pemerintah terus menjaga stabilitas dan penguatan fundamental ekonomi sebagai landasan pertumbuhan ekonomi yang positif. Di tengah prospek pertumbuhan perekonomian global tahun 2018 yang diperkirakan mengalami perlambatan dan seiring dengan tekanan perdagangan global dan pengetatan keuangan global, pemerintah fokus pada strategi menjaga stabilitas dan penguatan fundamental ekonomi domestik.
Kondisi external balance Indonesia, kata dia, yang dicerminkan oleh neraca perdagangan pada September 2018 yang mengalami surplus US$0,23 miliar. Surplus itu disumbang oleh surplus perdagangan nonmigas US$1,3 miliar, sementara perdagangan migas masih defisit US$1,07 miliar.
Selain itu, surplus September 2018 juga didukung oleh nilai ekspor US$14,83 miliar, yang naik 1,7 persen dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya karena ekspor pertanian dan tambang yang tumbuh positif.
"Stabilitas ekonomi nasional masih tetap terjaga, di mana selama bulan Agustus-September terjadi deflasi masing-masing 0,05 persen dan 0,18 persen meski terdapat tekanan terhadap nilai tukar rupiah," ujarnya.
Sri Mulyani menyatakan hal itu dipengaruhi penurunan harga produk bahan makanan, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Inflasi kumulatif hingga September 2018 tercatat 1,94 persen (ytd) atau 2,88 persen (yoy). Angka itu lebih rendah dibandingkan periode yang sama di 2017 yang sebesar 2,63 persen (ytd) atau 3,72 persen (yoy).
Terkendalinya laju inflasi ini, kata dia, didukung oleh relatif stabilnya inflasi komponen inti, perlambatan inflasi administered price, penurunan komponen volatile food karena penurunan kenaikan harga komoditas peternakan dan hortikultura.
Realisasi Penerimaan Negara
Realisasi penerimaan negara, menurut Sri Mulyani, didukung oleh capaian Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Hibah hingga akhir September 2018 yang melebihi target. Capaian tersebut berkontribusi terhadap pencapaian realisasi penerimaan negara Rp1.312,32 triliun atau 69,26 persen dari target APBN 2018.
Penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan mencapai Rp1.024,51 triliun atau 63,32 persen dari target APBN 2018, PNBP Rp281,37 triliun (102,16 persen dari target APBN 2018), dan Hibah Rp6,45 triliun (538,56 persen dari target APBN 2018).
"Berdasarkan pola pertumbuhannya secara year-on-year (yoy), realisasi penerimaan perpajakan tumbuh 16,55 persen dan PNBP tumbuh 27,13 persen," ujarnya.
Sri Mulyani menjelaskan penerimaan perpajakan dan realisasi penerimaan pajak serta kepabeanan dan cukai mencapai pertumbuhan yang baik. Rinciannya, sampai dengan akhir September 2018 realisasi penerimaan pajak Rp900,86 triliun atau 63,26 persen dari target APBN 2018. Kemudian realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai Rp123,64 triliun atau 63,7 persen dari target APBN 2018.
"Realisasi penerimaan pajak masih menunjukkan tren pertumbuhan melanjutkan tren periode sebelumnya yang tumbuh 16,87 persen (yoy)," ujarnya.
Jika tidak memperhitungkan penerimaan dari uang tebusan tax amnesty pada tahun 2017, kata Sri Mulyani, maka penerimaan pajak tercatat tumbuh 18,73 persen (yoy). Kinerja positif dari penerimaan PPh nonmigas, PPh migas, serta penerimaan PPN dan PPnBM tumbuh cukup signifikan jadi faktor pendorong pertumbuhan penerimaan Pajak.
Sementara itu, penerimaan dari komponen cukai, bea masuk (BM), dan bea keluar (BK) juga tumbuh signifikan, dan mampu mendorong realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai secara keseluruhan tumbuh 14,24 persen (yoy).
"Pertumbuhan penerimaan pajak pada bulan September adalah pertumbuhan paling tinggi dalam empat tahun terakhir," ungkap Sri Mulyani.
Realisasi Belanja Negara
Di sisi belanja negara, kata Sri Mulyani, penyerapan terlaksana sesuai dengan rencana. Realisasi sampai dengan akhir September 2018 telah mencapai Rp1.512,55 triliun atau mencapai sekitar 68,1 persen dari pagu APBN. Penyerapan belanja ini tumbuh 10 persen jika dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Realisasi belanja negara tersebut meliputi belanja pemerintah pusat (BPP) Rp938,78 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp573,77 triliun. Realisasi BPP selama September 2018 mencapai Rp136,61 triliun atau 9,39 persen dari pagu alokasi APBN 2018.
Sedangkan realisasi BPP sampai dengan 30 September 2018 mencapai Rp938,78 triliun atau 64,54 persen dari pagu alokasi APBN 2018, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama di 2017.
Realisasi anggaran BPP dikelompokan dalam dua bagian, terdiri atas realisasi belanja K/L Rp511,46 triliun atau 60,35 persen dari pagu alokasi APBN 2018, dan realisasi belanja non-K/L Rp427,32 triliun atau 70,39 persen dari pagu alokasi APBN tahun 2018.
Kinerja realisasi BPP tersebut menunjukkan perbaikan dibandingkan realisasi pada periode yang sama pada tahun 2017. Hal tersebut dipengaruhi antara lain oleh kemajuan implementasi program-program yang dilaksanakan oleh K/L, dan pencairan dana cadangan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), serta penanggulangan pasca bencana alam di Lombok.
"Pemerintah tetap menggunakan sumber utama APBN untuk tanggap darurat bencana dan rehabilitasi serta rekonstruksi," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menyatakan saat ini pemerintah tengah melakukan assessment mengenai kerusakan akibat bencana di Lombok dan Sulawesi Tengah, dengan tujuan agar perencanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi serta kebutuhan pembiayaannya dapat disusun dengan tepat dan akurat.
"Pemerintah mengapresiasi negara sahabat, organisasi, individu maupun lembaga donor atas perhatian, bantuan, dan dukungan dalam upaya penanganan bencana. Bantuan yang diberikan tersebut sifatnya sebagai pelengkap dan bersifat siaga untuk mendukung APBN. Dana dari bantuan tersebut akan dikelola dan dipertanggungjawabkan melalui mekanisme APBN, karena Pemerintah sangat menghormati mekanisme ini yang telah disusun bersama dengan DPR," ungkapnya.
Keseimbangan Primer dan Pembiayaan
Sri Mulyani menyatakan posisi keseimbangan primer per September 2018 minus Rp2,4 triliun. Kondisi ini masih jauh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang minus Rp99,24 triliun.
"Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk senantiasa menjaga pengelolaan APBN yang sehat dan berkelanjutan dengan menekan defisit keseimbangan primer menuju ke arah surplus," ujarnya.
Pembiayaan anggaran sampai dengan akhir September 2018 lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya seiring dengan berkurangnya realisasi SBN neto. Realisasi pembiayaan yang dilakukan pemerintah hingga September 2018 mencapai Rp292,83 triliun, yang utamanya bersumber dari pembiayaan melalui utang Rp304,94 triliun, atau mencapai 76,4 persen dari target APBN 2018.
Realisasi pembiayaan utang tersebut terdiri dari penerbitan SBN (neto) Rp308,76 triliun atau mencapai 74,5 persen dari pagu APBN 2018 dan pinjaman (neto) minus Rp3,82 triliun atau sekitar 25 persen dari rencana pemerintah di tahun 2018.
"Pertumbuhan pembiayaan utang menunjukkan tren yang menurun apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017, yaitu turun 25,14 persen," tambah Sri Mulyani.
Hal ini, kata dia, seiring dengan komitmen pemerintah untuk tetap mendorong pengelolaan utang yang pruden dan terukur, antara lain dengan menjaga rasio utang dalam batas aman, meningkatkan efisiensi atas pengelolaan utang, mendorong pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif, serta menjaga keseimbangan pengelolaan utang.
(AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.