Bareksa.com - Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin, 1 Oktober 2018, melaporkan telah terjadi deflasi pada September 2018 yang mencapai 0,18 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) 133,83.
Diilihat sejak awal tahun ini, inflasi tahun kalender yakni Januari hingga September 2018 tercatat 1,94 persen. Sedangkan secara year on year (yoy), inflasi tercatat 2,88 persen. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan posisi Agustus 3,2 persen yoy.
Sumber: BPS
Deflasi terjadi karena adanya penurunan harga yang ditunjukkan oleh turunnya beberapa indeks kelompok pengeluaran, yaitu:
• Kelompok bahan makanan (-1,62 persen)
• Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan (-0,05 persen)
Sementara itu, kelompok yang mengalami kenaikan indeks, yaitu:
• Kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau (0,29 persen)
• Kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar (0,21 persen)
• Kelompok sandang (0,27 persen)
• Kelompok kesehatan (0,41 persen)
• Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga (0,54 persen)
Inflasi Inti
Komponen inti pada September 2018 mengalami inflasi 0,28 persen atau terjadi kenaikan indeks dari 125,32 pada Agustus 2018 menjadi 125,67 pada September 2018. Komponen yang harganya diatur pemerintah tidak mengalami perubahan. Sementara komponen yang harganya bergejolak mengalami deflasi sebesar 1,83 persen.
Pada September 2018 komponen inti memberikan andil/sumbangan inflasi 0,16 persen. Sementara komponen yang harganya diatur pemerintah tidak memberikan andil terhadap deflasi nasional. Komponen yang harganya bergejolak memberikan andil/sumbangan deflasi sebesar 0,34 persen.
Kondisi tersebut menjadi yang kedua kalinya inflasi inti mengalami penurunan di sepanjang tahun ini, selain bulan Juni 2018. Pada 2018, sebenarnya inflasi inti berada dalam tren kenaikan secara gradual.
Seperti diketahui, inflasi inti adalah salah satu komponen pembentuk inflasi yang cenderung persisten (menetap, sulit bergerak, atau naik turun).
Pergerakan inflasi inti lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sifatnya fundamental (bukan musiman), seperti pasokan dan permintaan, nilai tukar, ekspektasi kenaikan harga, dan sebagainya.
Melambatnya inflasi inti lantas bisa dipandang dari dua sudut pandang :
1. Melambatnya inflasi inti bisa didorong oleh konsumsi masyarakat yang mulai tertekan. Meski ada momen perbaikan sejak awal tahun, tampaknya daya beli masyarakat mulai mengalami stagnasi.
Permintaan yang cenderung lemah mengakibatkan produsen tidak bisa menaikkan harga (malah terpaksa menurunkan harga). Sehingga, inflasi inti pun cenderung melambat pada bulan lalu.
2. Perlambatan inflasi inti juga bisa dipandang dari sisi positif. Konsumsi masyarakat sejauh ini masih tahan terhadap pelemahan nilai tukar rupiah yang terus tertekan sepanjang tahun ini. Pelemahan nilai tukar rupiah akan mengerek harga-harga barang baku dan barang modal yang masih banyak diimpor oleh Indonesia.
Alhasil, biaya produksi perusahaan pun akan membengkak. Pada akhirnya, kenaikan harga di sisi produsen akan diimbangidengan peningkatan harga jual di konsumen.
Namun, dengan turunnya inflasi inti, maka bisa disimpulkan bahwa pelemahan rupiah sejauh ini belum berdampak terlalu besar bagi konsumsi masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo bahwa depresiasi rupiah belum terlalu banyak mempengaruhi inflasi.
(AM)