Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal, dan aksi korporasi yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin, 10 September 2018 :
PT Darma Henwa Tbk (DEWA)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan sanksi denda kepada DEWA senilai Rp3,75 miliar. Hukuman ini karena manajemen DEWA telat memberikan laporan akuisisi PT Cipta Multi Prima kepada KPPU.
Akuisisi Cipta Multi oleh Darma Henwa efektif berlaku pada 17 Oktober 2015. Namun, manajemen perusahaan ini baru melaporkan aksi korporasi ini ke KPPU 29 Januari 2016.
Padahal, menurut Undang-Undang (UU) No 5 Tahun 1999 tentang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perusahaan wajib melaporkan pengambilalih perusahaan ke KPPU dalam jangka waktu 30 hari.
Kewajiban lapor ini lantaran nilai aset Darma Henwa melampaui nilai batas yang ditentukan yakni Rp2,5 triliun. Dari catatan KPPU, aset Darma Henwa pada tahun 2015 senilai Rp5,14 triliun, sementara Cipta Multi punya aset senilai Rp30,99 miliar. Total aset pasca akuisisi menjadi menjadi Rp 5,17 triliun.
Hasil Investasi Asuransi Jiwa
Kinerja investasi asuransi jiwa di awal paruh kedua di 2018 berada di teritori negatif. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga Juli 2018, hasil investasi asuransi jiwa masih minus sekitar Rp3,52 triliun.
Meski begitu, pencapaian ini lebih baik dibanding Juni 2018 yang minus Rp7,5 triliun. Tapi bila dibandingkan periode sama tahun lalu, hasil investasi asuransi jiwa yang mencetak Rp18 triliun, angka tahun ini memang masih terbenam.
Mengutip Kontan, Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim mengakui, hasil investasi yang masih negatif akibat kondisi pasar modal di tahun 2018 yang belum terlalu baik. Khususnya instrumen berbasis ekuitas.
Sementara, instrumen tersebut jadi langganan investasi pelaku usaha. Hendrisman percaya, nantinya kondisi pasar modal mulai stabil. Maka hasil investasi juga ikut menunjukan perbaikan. Ditambah instrumen investasi lain memberikan hasil lebih baik. Misalnya bunga deposito sejalan dengan bank sentral mengerek bunga acuan.
PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS)
Walau telah merampungkan sejumlah aksi korporasi di tahun ini, GEMS masih betah dengan status penghentian sementara perdagangan saham alias suspensi. Sampai saat ini, perusahaan tambang batu bara ini belum memberi sinyal akan menggelar rights issue dalam waktu dekat ini.
"Rights issue belum dibicarakan lagi," ujar Presiden Direktur GEMS Bonifasius seperti dikutip Kontan.
Namun, rencana menggelar rights issue tetap jadi prioritas GEMS selanjutnya. Sekadar mengingatkan, perusahaan ini masih harus memenuhi aturan jumlah saham beredar di masyarakat atau free float minimal 7,5 persen lewat gelaran rights issue.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), free float GEMS saat ini cuma 3 persen.
PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC)
Pengusaha yang mengandalkan produk impor, menanggung risiko fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Meski RANC mengaku tak masuk dalam kategori tersebut, upaya antisipasi tetap dilakukan. Yakni dengan memperbesar porsi produk lokal. Untuk itu, Supra Boga memilih menjalin kerjasama dengan Kementerian Perdagangan (Kemdag) dan Badan Ekonomi Kreatif.
Mengutip Kontan, perusahaan yang tercatat dengan kode saham RANC di Bursa Efek Indonesia tersebut juga menggandeng pemasok dan petani perkebunan lokal.
Namun Supra Boga tak secara spesifik mengungkapkan realisasi maupun target komposisi produk impor dan lokal yang dimaksud. Mereka menjalankan bisnis melalui dua gerai. Gerai 99 Ranch Market yang menyasar segmen pasar atas dan ekspatriat. Adapun gerai Farmers Market membidik segmen pasar menengah.
PT Kobexindo Tractors Tbk (KOBX)
Perseroan masih adem ayem menjalani bisnisnya. Distributor alat berat dan komponen pabrikan itu bahkan mengendus peluang cuan besar sepanjang tahun ini.
Proyeksi Kobexindo cukup beralasan. Sepanjang semester I 2018, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk alias laba bersih mereka naik 90,2 persen year on year (yoy) menjadi US$1,53 juta. Kobexindo yakin, pertumbuhan laba bersih akan berlanjut hingga tutup tahun ini.
"Syukur-syukur tumbuh tinggi, seharusnya dapatlah (membagikan dividen)," ujar Deputy Sales & Marketing Director Almuqri Sagitri Putra seperti dikutip Kontan.
Pertumbuhan laba bersih tadi lebih tinggi ketimbang pertumbuhan pendapatan 45,86 persen yoy menjadi US$ 41,79 juta. Kontributor utamanya adalah bisnis alat berat dengan penjualan US$ 34,55 juta. Penyumbang pendapatan lainnya berasal dari bisnis suku cadang, jasa perbaikan, sewa bangunan dan sewa alat berat.
Greenwoods Group
Daftar perusahaan properti yang menjaring dana segar dari bursa saham domestik terus bertambah. Salah satunya adalah Greenwoods Group yang berencana membawa anak usahanya menggelar penawaran umum perdana alias initial public offering (IPO) di akhir tahun ini.
Greenwoods Group bakal mengantarkan anak usahanya, Baruna Realty, mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia.
Alasannya, anak perusahaan ini sudah lebih mapan dibandingkan anak usaha Greenwoods lainnya. Saat ini, ada 13 perusahaan yang bernaung di bawah Greenwoods Group.
Mengutip Kontan, Chief Executive Officer Greenwoods Group Okie Imanto mengatakan pihaknya akan mengincar dana sekitar Rp300 miliar dari IPO Baruna Realty.
Nantinya dana tersebut akan digunakan untuk ekspansi bisnis properti. Rencananya, perusahaan ini akan menawarkan 30 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh dalam Baruna Realty.
(AM)