Makin Jeblok Melawan Dolar AS, Ini Upaya BI dan Pemerintah Selamatkan Rupiah
BI sudah menggelontorkan Rp7,1 triliun (US$476 juta) untuk mengintervensi pasar menyelamatkan rupiah sejak Jumat
BI sudah menggelontorkan Rp7,1 triliun (US$476 juta) untuk mengintervensi pasar menyelamatkan rupiah sejak Jumat
Bareksa.com - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih terus mengalami pelemahan pada perdagangan kemarin dengan terus menyentuh level psikologis baru.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) kemarin rupiah diperdagangkan di level Rp14.840 per dolar AS atau melemah 73 poin dibandingkan Senin Rp14.767 per dolar AS.
Di pasar spot, berdasarkan data Reuters kemarin rupiah ditutup di level Rp14.930 per dolar AS dan data Bloomberg Rp14.935 per dolar AS. Berdasarkan data Investing.com, di pasar spot kemarin bahkan rupiah sempat menyentuh Rp15.029 per dolar AS.
Promo Terbaru di Bareksa
Pada pagi ini di pasar spot, rupiah sempat menyentuh level Rp15.023 per dolar AS pada pukul 07.45, berdasarkan data Investing.com. Kemudian rupiah menguat jadi Rp14.957 pada pukul 09.00.
Kurs Rupiah terhadap Dolar AS di Pasar Spot 5 September 2018
Sumber : Investing.com
Tekanan terhadap nilai tukar sebenarnya lebih dominan disebabkan faktor eksternal, meskipun di satu sisi tak dipungkiri ada faktor internal yang menyebabkan rupiah melemah terlalu dalam.
Krisis Turki dan Argentina, serta potensi kenaikan suku bunga oleh The Fed membuat aliran dolar AS ke luar negeri begitu deras merupakan beberapa faktor yang menyebabkan rupiah tidak berdaya.
Hal tersebut menyebabkan persediaan greenback di tanah air semakin berkuarang yang pada akhirnya melemahkan mata uang Garuda.
Sementara dari dalam negeri, tekanan terhadap rupiah terjadi seiring dengan makin lebarnya defisit neraca perdagangan serta neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
Sekedar informasi, CAD merupakan suatu kondisi di mana angka impor lebih besar dibandingkan ekspor yang pada akhirnya menyebabkan permintaan dolar AS semakin tinggi, sehingga menyebabkan persediaan dolar AS semakin menyusut.
Selain itu, current account juga mengukur keluar masuknya uang ke dan dari suatu negara, sehingga bisa menggambarkan keseluruhan dinamika finansial suatu negara.
Pergerakan Kurs Rupiah terhadap Dolar AS YtD 2018
Sumber: Reuters
Upaya Pemerintah dan BI
Beberapa langkah telah ditempuh oleh Bank Indonesia (BI) maupun pemerintah dalam upaya untuk menstabilkan nilai rupiah yang tidak mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia yang sesungguhnya.
Langkah BI
BI sebenarnya dalam beberapa hari terakhir bank sentral sudah melakukan intervensi dalam jumlah yang besar untuk mengantisipasi pelemahan nilai tukar rupiah lebih lanjut.
Sejak Jumat lalu, bank sentral mengaku melakukan intervensi di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp3 triliun. Kemudian kemarin, bank sentral kembali menggelontorkan dana sekitar Rp4,1 triliun di pasar SBN.
Secara total BI sudah menggelontorkan Rp7,1 triliun (US$476 juta) untuk mengintervensi pasar menyelamatkan rupiah sejak Jumat hingga kemarin.
Sebelumnya pada Agustus lalu, BI juga telah menaikkan suku bunga acuan ke level 5,5 persen untuk memancing aliran modal dari para pelaku pasar asing untuk menempatkan dananya di Indonesia, namun tampaknya langkah tersebut masih belum terlalu efektif.
Teranyar, BI kini bakal mengincar para spekulan “bandel” yang menganggu stabilitas nilai tukar dengan cara mengambil untung besar di kondisi sekarang.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, koordinasi bersama pemangku kepentingan terkait untuk melacak tingkah laku para spekulan yang menyebabkan nilai tukar melemah akan dilakukan.
Beberapa bulan sebelumnya, BI bersama dengan OJK mengaku telah mengecek langsung ke bank untuk mengetahui apakah ada perilaku mencurigakan dalam transaksi valuta asing (valas).
Namun, berdasarkan hasil pemantauan kedua otoritas tersebut (khususnya semenjak terjadi krisis Turki dan Argentina), BI maupun OJK belum menemukan adanya indikasi spekulan.
Langkah Pemerintah
Dari sisi fiskal, pemerintah sebenarnya juga telah menempuh beberapa cara untuk mengantisipasi pelemahan rupiah dengan berupaya memperkecil CAD.
Dalam waktu dekat, pemerintah akan mengeluarkan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Barang Impor.
Dalam revisi beleid tersebut, pemerintah mengenakan tarif baru Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor pada 900 komoditas barang impor konsumsi mulai dari 2,5 hingga 10 persen.
Hal tersebut ditempuh untuk menegerem impor barang konsumsi, di mana peningkatan laju impor barang konsumsi hingga Agustus lalu sebesar 50 persen hingga sudah mengkhawatirkan bagi nilai tukar.
Sebelumnya pemerintah juga telah mengeluarkan kewajiban penggunaan komponen kelapa sawit 20 persen dalam bahan bakar solar (B20) yang diperkirakan bisa menghemat devisa yang dipergunakan untuk impor US$ 2,2 miliar dalam jangka waktu 4 bulan.
Kemudian tambahan ekspor crude palm oil (CPO) kurang lebih bisa menurunkan total defisit transaksi berjalan US$9 miliar hingga US$10 miliar, serta tambahan sekitar US$3 miliar dari pariwisata.
Dari dua komponen itu diharapkan bisa memperkecil CAD sekitar US$12 miliar hingga US$13 miliar. Selain itu, penundaan sejumlah proyek infrastruktur yang banyak memakai komponen impor diharapkan juga bisa semakin menipiskan CAD.
Dengan langkah-langkah yang dilakukan pemerintah, tersebut diharapkan defisit transaksi berjalan pada tahun ini hingga tahun depan bisa jauh lebih terkendali, sehingga mengurangi tekanan terhadap nilai tukar.
(AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.