Berita Hari Ini : Pemerintah Tak Pangkas Belanja, Harga Batu Bara Bisa Tertekan
CPRO bidik penjualan 600 ribu ton, GDST dan JPRS matangkan merger, BBTN rilis tabungan valas
CPRO bidik penjualan 600 ribu ton, GDST dan JPRS matangkan merger, BBTN rilis tabungan valas
Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal, dan aksi korporasi yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Jumat, 27 Agustus 2018 :
Rasio Utang Pemerintah
Pemerintah akan mulai menekan jumlah utangnya pada tahun ini dan tahun depan. Hal itu dilakukan untuk menurunkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB). Pemerintah mentargetkan rasio utang terhadap PDB pada 2019 sampai 2022 sebesar 29,5 - 31 persen, dengan batas toleransi +5 persen.
Promo Terbaru di Bareksa
Jumlah itu tidak jauh dari posisi rasio utang pemerintah hingga akhir Juli 2018 yang sebesar 29,74 persen dari PDB. Mengutip Kontan, Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika mengatakan pemerintah akan mengelola utang secara hati-hati. Walau utang berkurang, namun pemerintah tidak akan memangkas jumlah belanja negaranya pada tahun depan, apalagi untuk belanja yang bersifat produktif.
"Pemerintah akan memastikan penerimaan dan belanja negara tetap seimbang sehingga mampu menjaga defisit anggaran," katanya.
Dalam Nota Keuangan Rancangan Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2019, pemerintah mentargetkan pembiayaan utang Rp359,2 triliun, turun dibandingkan outlook utang dalam APBN 2018 yang sebesar Rp387,3 triliun. Sedangkan alokasi belanja pada tahun depan Rp1.603,7 triliun, lebih tinggi dari outlook APBN 2018 yang sebesar Rp1,453,6 triliun.
Produksi Batu Bara
Pemerintah mengerek target produksi batu bara 100 juta ton menjadi 585 juta pada tahun ini. Dengan tambahan produksi itu, Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) khawatir harga batu bara terkoreksi.
Saat ini, harga batubara sudah mencapai US$107 per ton. Mengutip Kontan, Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia, mengungkapkan kebijakan penambahan produksi dari semula 485 juta ton menjadi 585 juta ton membuktikan peran sektor batu bara dalam menopang perekonomian masih dianggap penting oleh pemerintah.
Namun, kebijakan menambah produksi juga membuat cemas pebisnis batu bara. Sebab, bisnis komoditas selalu berdasarkan pada hukum permintaan dan penawaran. Jadi, dengan adanya penambahan produksi, hal itu berpotensi mengoreksi harga batu bara.
"Kebijakan ini berpotensi mempengaruhi harga. Apalagi dari sisi demand, pada 2019 diperkirakan stagnan. Harga batu bara memang sangat dipengaruhi supply and demand, juga ekonomi global," ungkap Hendra.
Saat ini, harga batu bara acuan (HBA) yang digunakan sebagai acuan untuk ekspor periode Agustus 2018 sekitar US$107 per ton untuk referensi kalori 6.322 GAR/kcal. Sedangkan HBA khusus untuk PLN/IPP masih dipatok senilai US$70 per ton (6.322 GAR).
PT Central Proteina Prima Tbk. (CPRO)
Emiten perikanan ini menargetkan penjualan pakan ikan dan udang mencapai 600.000 ton pada 2018. Mengutip Bisnis Indonesia, Corporate Secretary Central Proteina Prima Armand Ardika, menyampaikan industri pakan perikanan cenderung positif pada tahun ini. Sebab sejumlah produsen produk perairan, terutama udang, gencar melakukan ekspor.
Per Juni 2018, perusahaan membukukan pendapatan Rp3,87 triliun, naik 21,87 persen year on year (yoy) dari sebelumnya Rp3,18 triliun. Bisnis pakan berkontribusi Rp2,96 triliun, meningkat dari semester I 2017 senilai Rp2,47 triliun.
Armand menyebutkan, pada semester I 2018 perusahaan merealisasikan penjualan pakan sejumlah 330.000 ton. Perinciannya, pakan ikan sebanyak 270.000 ton dan udang 60.000 ton.
Sampai akhir tahun ini, volume penjualan pakan ditargetkan mencapai 550.000 - 600.000 ton, meningkat dari realisasi 2017 sebanyak 335.000 ton. Kontribusi pakan ikan sekitar 450.000 - 500.000 ton, sedangkan udang 100.000 ton.
PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) dan PT Jaya Pari Steel Tbk (JPRS)
Dua emiten ini menargetkan dapat merampungkan proses penggabungan usaha (merger) pada akhir kuartal III 2018. Mengutip Bisnis Indonesia, Direktur Keuangan Gunawan Dianjaya Steel yang juga merangkap Direktur Jaya Pari Steel Hadi Sutjipto menyampaikan, perseroan masih melakukan finalisasi dokumen yang dibutuhkan, seperti yang disyaratkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Ada beberapa ketentuan lagi [dokumen] yang masih kami siapkan sesuai dengan syarat dari OJK. Perusahaan masih melengkapi kekurangan-kekurangan itu supaya bisa mendapatkan pernyataan efektif dari OJK,” jelas Hadi.
Hadi menjelaskan perseroan menempuh merger murni dengan mengharapkan ada dampak positif dari sinergi kedua perusahaan, terutama dari segi efisiensi operasional. Dengan menjadi perusahaan tunggal, kedua perusahaan dapat memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN)
Bank milik BUMN ini merilis Tabungan Felas. Peluncuran produk baru ini merupakan cara BTN mengenjot dana pihak ketiga (DPK) sekaligus menurunkan beban bunga. Budi Satria, Direktur Consumer Banking BTN, mengatakan BTN Felas yang merupakan tabungan dalam valuta asing (valas) menyasar masyarakat yang sering melakukan perjalanan ke luar negeri, mengirim uang ke luar negeri, serta melakukan belanja online internasional.
Pebisnis yang tidak ingin tabungannya tergerus fluktuasi kurs juga sasaran BTN Felas. Segmen yang diincar BTN Felas adalah nasabah menengah atas. Di masa depan BTN akan menambah fitur Tabungan BTN Felas dengan kartu ATM, e-channel dan informasi kurs real time.
BTN akan membidik sekitar 50.000 nasabah baru Tabungan BTN Felas dengan total saldo masing-masing 2.028.800 dalam kurs dolar AS maupun dolar Singapura.
PT Harum Energy Tbk (HRUM)
Perseroan siap memulai produksi tambang PT Santan Batubara pada bulan depan. Mengutip Bisnis Indonesia, Direktur Utama Harum Energy Ray Antonio Gunara, menuturkan perseroan telah membeli 99.99 saham PT Santan Batubara dari PT Petrosea Tbk. (PTRO) pada 21 Agustus 2018.
Setelah melakukan transaksi tersebut, porsi kepemilikan saham Harum Energy dalam PT Santan Batubara (SB) bertambah 50 persen menjadi 99,99 persen atau setara dengan 199.999 saham. “Nilai transaksi itu mencapai Rp86,4 miliar,” tuturnya.
Masuknya emiten berkode saham HRUM dalam tambang Santan berawal dari akuisisi 50 persen saham PT Santan Batubara dari PTRO pada 2008. Setelah kepemilikan bersama selama 10 tahun, perseroan meningkatkan kepemikannya menjadi hampir 100 persen.
(AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,96 | 0,58% | 4,31% | 7,57% | 8,73% | 19,20% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.094,08 | 0,44% | 4,48% | 7,05% | 7,51% | 2,61% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,18 | 0,60% | 3,97% | 7,04% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,13 | 0,53% | 3,89% | 6,64% | 7,38% | 16,99% | 40,43% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.269,81 | 0,81% | 3,87% | 6,51% | 7,19% | 20,23% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.