Bareksa.com - Harga saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) pada perdagangan Senin, 13 Agustus 2018, ditutup anjlok 7,37 persen dengan berakhir di level Rp3.140 per saham. BBRIbergerak atraktif pada perdagangan kemarin dengan menjuarai nilai transaksi perdagangan mencapai Rp573,12 miliar.
Berdasarkan aktivitas broker summary, anggota bursa yang menempati jajaran top seller atau sebagai penjual terbanyak saham BBRI pada perdagangan kemarin antara lain CGS-CIMBSekuritas (YU) dengan nilai penjualan Rp86,96 miliar, kemudian JP MorganSekuritas (BK) Rp76,4 miliar, dan UBS Sekuritas (AK) Rp59,68 miliar.
Ketiga broker tersebut masing-masing berkontribusi terhadap nilai transaksi BBRI secara keseluruhan yaitu 15,17 persen, 13,33 persen, dan 10,41 persen.
Pelemahan Rupiah
Sumber: Reuters
Penurunan signifikan yangterjadi pada saham-saham perbankan pada perdagangan kemarin, termasuk BBRI tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh rupiah yang juga melemah cukup signifikan kemarin.
Melansir dari situs Reuters, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada penutupan kemarin berada di level Rp14.636 per dolar AS, atau turun 1,11 persen dibandingkan penutupan akhir pekan lalu. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi global yang sedang tidak kondusif yakni ketegangan antara AS dengan Turki.
Turki sedang diambang krisis ekonomi setelah mata uang lira makin terpuruk dampak dari kebijakan Presiden AS Donald Trump yang menaikkan bea masuk baja dan aluminium hingga dua kali lipat pada Jumat (10/8/2018).
Keputusan Trump menyebabkan nilai tukar lira, mata uang turki, seketika anjlok hingga 18 persen terhadap dolar AS di hari Jumat. Depresiasi itu merupakan penurunan harian yang terdalam sejak tahun 2001. Kondisi itulah yang membuat mata uang serta bursa di berbagai dunia berguguran pada perdagangan kemarin.
NPL Naik
Melihat histori pada 2015 disaat rupiah menyentuh level Rp14.600 per dolar AS, NPL perbankan Indonesia naik menjadi 2,49 persen, dari sebelumnya 2,16 persen per akhir 2014.
Kemudian pada tahun 2016, dampak pelemahan rupiah setahun sebelumnya masih kental terasa. NPL kembali naik menjadi 2,93 persen. Posisi tersebut merupakan yang tertinggi sejak krisis keuangan global yang menghantam pada tahun 2008-2009 silam.
Pada tahun 2008 dan 2009, NPL Indonesia tercatat masing-masing sebesar 3,2 persen dan 3,31 persen.
Akibat dari meroketnya NPL, penyisihan pencadangan dari bank-bank guna mengantisipasi gagal bayar para debitur menjadi naik. Mengutip Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah pencadangan yang disisihkan bank umum per akhir 2015 adalah Rp97,2 triliun, naik drastis dari posisi akhir 2014 yang sebesar Rp64,2 triliun. Kemudian pada tahun 2016, nilainya kembali melonjak menjadi Rp146,6 triliun.
Sementara dari sisi kinerja, BRI masih membukukan laba bersih Rp14,93 triliun pada semester I 2018. Angka tersebut mengalami kenaikan 11 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun 2017 yang sebesar Rp13,44 triliun.
Kenaikan laba bersih perseroan ditopang dari pendapatan bunga bersih yang mencapai Rp38,24 triliun di 30 Juni 2018 atau naik dari periode yang sama di 2017 yang hanya sebesar Rp35,91 triliun.
Analisis Teknikal Saham BBRI
Sumber : Bareksa
Menurut analisis Bareksa, secara teknikal candle saham BBRI pada perdagangan kemarin membentuk bearish candle dengan body yang besar menggambarkan saham ini bergerak negatif dalam rentang yang lebar hingga ditutup satu tick di atas level terendahnya.
Volume menunjukkan lonjakan signifikan menandakan saham BBRI banyak dilepas oleh para pelaku pasar. Kemudian investor asing juga tampak banyak menjual saham ini dengan mencatatkan net sell senilai Rp222,21 miliar, atau yang paling besar dibandingkan saham-saham lain.
Selain itu,MA 5 terlihat turun tajam menghapus momentum kenaikan yang dalam beberapa hari sebelumnya sempat terbuka. Kemudian indikator relative strength index (RSI) juga terlihat turun signifikan mengindikasikan sinyal penurunan yang kuat dengan support terdekat di level Rp3.040.
(AM)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.