Berita Hari Ini: Harga Gas Industri Belum Turun; Persaingan Fintech Lending

Bareksa • 30 Jul 2018

an image
Co Founder & Chairman Bareksa.com, Karaniya Dharmasaputra (kedua dari kiri), COO Stockbit Sigit Kouwagam (kedua dari kanan) dan Product Development Manager Indompremier Robin Reagan (ujung kanan) dalam acara Indonesia Fintech Fair 2018 di Jakarta, Minggu, 15 Juli 2015.

WEGE bangun dua gedung; INCO divestasi saham 20 persen; ADHI rajin suntik modal anak usaha

Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin, 30 Juli 2018.

Gas Industri

Pelaku industri di Tanah Air sedang gundah gulana. Sebab, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) ingin mengubah kontrak dengan menaikkan harga gas industri. Padahal, pebisnis berharap harga gas bisa lebih murah setelah PGN dan Pertagas bersatu dalam holding migas. Kondisi ini menjadi tantangan bagi industri yang menjadikan gas sebagai sumber bahan bakar utama, seperti industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta keramik.

Bagi industri hulu tekstil, komponen gas menyumbang 20 persen-25 persen dari ongkos produksi. Sedangkan bagi industri keramik, gas berkontribusi sebesar 30 persen-35 persen terhadap biaya produksi atau menjadi bahan baku utama. Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta menyebutkan, setelah Pertagas melebur ke PGN, kemungkinan harga gas malah naik. "Belum ada kisaran kenaikannya, tapi pihak PGN sudah datang ke perusahaan dan meminta kontrak ulang," sebut Redma seperti dikutip Kontan.

Fintech

Peluang bisnis financial technology (fintech) lending di Indonesia cukup menarik. Banyaknya pemain fintech asing yang masuk ke Indonesia menjadi indikator. Meski begitu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku tidak akan membedakan syarat bisnis fintech lending asing.

Mengutip Kontan, Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot menegaskan, pemain fintech dari dalam atau luar negeri sesuai Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang fintech lending. Menurutnya, penyusunan POJK 77 tahun 2016 ini telah mencerminkan kondisi global dan nasional. "Penyusunan draf ini sudah didahului dengan kajian mendalam hingga antar lintas negara," kata dia. Perlakuan yang sama tersebut cukup sehat bagi industri. Kini yang perlu dilakukan adalah industri menyiapkan strategi untuk bisa bersaing secara sehat.

PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE)

Perseroan berencana merealisasikan pembangunan dua pabrik baru pada 2018. Mengutip Bisnis Indonesia, Corporate Secretary Wika Gedung Bobby Iman Setya, menjelaskan bahwa terdapat dua pabrik yang rencananya akan dibangun perseroan. Adapun, dua fasilitas tersebut yakni pabrik modular dan pabrik anak usaha PT Wijaya Karya Pracetak Gedung.

“Masih dalam proses kajian. Ditargetkan [pembangunan] tahun ini,” ujarnya. Bobby mengungkapkan akan menggunakan dana hasil initial public offering (IPO) sebagai sumber pendanaan. Sampai dengan 30 Juni 2018, emiten berkode saham WEGE itu memiliki sisa dana Rp625,41 miliar atau 77,22 persen dari hasil bersih IPO senilai Rp809,88 miliar.

PT Vale Indonesia Tbk (INCO)

Perseroan akan mendivestasikan 20 persen sahamnya lagi kepada publik tahun depan. Langkah ini sesuai kontrak karya amandemen yang sudah diteken dengan Pemerintah Indonesia. "Jadi, Oktober 2019, Vale Indonesia harus mendivestasikan 20 persen lagi," kata Direktur Utama INCO Nico Kanter seperti dikutip Kontan.

Langkah ini sekaligus untuk menunjukkan bahwa INCO memiliki kepastian, meskipun kontrak karya baru berakhir pada 2025. "Kami enggak tahu kalau 2025 sudah habis kontrak, walau sekarang kami enggak diminta mendivestasikan 51 persen (seperti Freeport), tapi kami enggak tahu peraturan mana yang diterapkan di 2025," imbuh Nico. Direktur Keuangan INCO Febriany Eddy bilang, saat ini, 60 persen saham INCO dikuasai Vale. Lalu, 20 persen saham dipegang Sumitomo dan 20 persen milik publik dan pemerintah.

PT Adhi Karya (Persero) Tbk

Perseroan berencana menyuntikkan modal senilai Rp300 miliar kepada PT Adhi Persada Beton. Dana tersebut akan digunakan untuk mengembangkan bisnis ready mix dan peralatan. Awal terbentuk, Adhi Persada Beton mengempit modal Rp250 miliar. Dengan kepemilikan modal yang lebih besar, Adhi Karya berharap anak usahanya bisa memperluas jangkauan pasar hingga di luar grup.

Maklumlah, selama ini Adhi Persada Beton hanya memasok produk ke internal Grup Adhi Karya. Mengutip Kontan, Adhi Karya juga berniat kembali menyertakan modal Rp900 miliar kepada PT Adhi Commuter Properti. Penambahan modal itu sejalan dengan rencana pengembangan aneka proyek properti berbasis transit oriented development (TOD) bernama LRT City.