Bareksa.com – Enam dari 10 bank yang tergabung dalam emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar (big cap), telah merilis laporan keuangannya dalam enam bulan pertama tahun ini. Dari daftar itu, hanya PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) yang mencatat penurunan laba.
Sepanjang semester I tahun ini, Bank Danamon mencatat laba Rp2,01 triliun atau turun tipis 1,47 persen dari periode yang sama tahun 2017 Rp2,04 triliun. Meski begitu, Direktur Keuangan Bank Danamon Satinder Ahluwalia menyampaikan, catatan tersebut masih terbilang stagnan.
“Hasil laba terkait dengan penurunan portofolio kredit mikro,” ujar Ahluwalia dalam paparan kinerja Bank Danamon baru-baru ini.
Penurunan portofolio mikro Bank Danamon berkisar antara Rp3 triliun hingga Rp4 triliun. Catatan perseroan sampai akhir Juni 2018 total penyaluran kredit mikro Rp4,5 triliun, jauh lebih rendah dari posisi setahun lalu yang mencapai Rp7 triliun hingga Rp8 triliun.
Berbeda dengan Bank Danamon, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN), bersama tiga bank milik pemerintah yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN), mencatat kinerja laba positif.
Rekapitulasi Laba Emiten Bank Big Cap
Sumber: Keterangan perseroan, diolah Bareksa
Pertumbuhan Laba Bank Mandiri
Pertumbuhan laba tertinggi menjadi milik Bank Mandiri. Laba bank dengan market cap Rp346,79 triliun ini naik 28,75 persen dari Rp9,46 triliun menjadi Rp12,18 triliun.
Direktur Bisnis Kecil dan Jaringan Bank Mandiri Hery Gunardi menyampaikan pertumbuhan laba perseroan banyak dikontribusikan oleh pertumbuhan pendapatan berbasis komisi alias fee based income dan perbaikan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).
“Fee based income naik 18,1 persen menjadi Rp12,9 triliun. Sementara CKPN kami menjadi 15,4 persen seiring dengan penurunan non performing loan (NPL),” tutur Hery.
Sementara BNI dan BTN kompak menyatakan, pertumbuhan laba merupakan hasil dari pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII). Laba BNI naik 16,07 persen menjadi Rp7,44 triliun, sementara BTN memperoleh laba 1,42 triliun atau naik 11,81 persen.
Direktur Bisnis Ritel BNI Tambok P Setyawati menyampaikan, laba bersih BNI terbentuk oleh kuatnya pertumbuhan NII disertai perbaikan kualitas aset. Dalam enam bulan pertama di 2018, NII BBNI meningkat 13,3 persen dari Rp15,4 triliun pada semester I 2017 menjadi Rp17,45 triliun.
Bagi BTN, NII perseroan dalam enam bulan naik 12,98 persen menjadi Rp4,77 triliun. “Seiring dengan pertumbuhan laba, aset BTN melejit 19,63 persen dibandingkan semester I tahun 2017 lalu menjadi Rp268,04 triliun atau menempati lima besar bank dengan aset terbesar di Indonesia,” kata Direktur Utama BTN Maryono.
Di sisi lain, laba BTPN yang naik 16,58 persen dari Rp935 miliar menjadi Rp1,09 triliun merupakan hasil dari penurunan biaya dana dan biaya operasional. “Meski lebih efisien, bukan berarti kualitas pelayanan kami menjadi turun. Kami lebih efisien berkat transformasi dan inovasi teknologi yang kami kembangkan sejak 2015 silam,” ujar Direktur Utama BTPN Jerry Ng.
Laba BCA
Berbeda, laba BCA pada enam bulan pertama tahun ini mengalami perlambatan. BCA mencatat laba Rp11,42 triliun atau naik 8,45 persen dari Rp10,53 triliun pada periode sama tahun 2017.
Dalam paparannya, Presiden Direktur BCA menjelaskan, perlambatan laba bersih BCA pada semester I tahun ini terkait dengan net interest margin (NIM) perseroan yang terus menurun. NIM BCA tercatat menjadi 6 persen, lebih rendah dari posisi semester I 2017 yang sebesar 6,3 persen.
"NIM kami turun,” ujar Jahja. Ia mengakui dalam kondisi makro ekonomi saat ini, sulit bagi BCA untuk menaikkan suku bunga pinjaman/lending rate.
"Lending rate tidak kami naikkan. Sebaliknya, pada awal-awal tahun banyak korporasi yang minta untuk menurunkan lending rate," paparnya.
(AM)