Harga Ayam dan Telur Naik, Ini Dampaknya ke Saham MAIN, JPFA, dan CPIN

Bareksa • 20 Jul 2018

an image
Pekerja memilah telur ayam yang akan dipasarkan ke tingkat pedagang di peternakan ayam petelur di kawasan Cilodong, Depok, Jawa Barat, Jum'at (26/1). Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan berencana mengatur harga referensi batas atas dan bawah maksimal 10 persen untuk mengatasi fluktuasi harga ayam dan telur di pasaran. (ANTARA FOTO/Indrianto)

Harga saham emiten peternakan di Bursa Efek Indonesia kompak mencatatkan kenaikan kemarin

Bareksa.com - Dalam sepekan terakhir, harga daging ayam dan telur ayam mengalami lonjakan cukup tinggi di pasaran. Hal ini kemudian membuat para pedagang, konsumen, dan bahkan pemerintah meradang.

Dilansir dari situs hargapangan.id, harga rata-rata daging ayam di pasar tradisional Jakarta pada Kamis 19, Juli 2018 mencapai Rp40.900. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pada posisi awal Juli yang masih di sekitar Rp38.000.


Sumber : hargapangan.id

Sementara untuk telur ayam, harga rata-rata di pasar tradisional Jakarta kemarin mencapai Rp28.500. Angka tersebut juga terpantau lebih tinggi dibandingkan pada posisi awal Juli yang masih sekitar Rp25.250


Sumber : hargapangan.id

Terhitung sejak Jumat pekan lalu, harga telur ayam di pasar sudah mengalami kenaikan. Di Pasar Palmerah misalnya, harga telur ayam tembus hingga Rp29.000 per kilogram. Bahkan, ada yang menjual hingga harga Rp32.000 per kilogram di tingkat eceran.

Akar Persoalan

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Abdullah Mansuri, mengatakan minimnya produksi komoditas ayam petelur menjadi biang keladi mahalnya harga telur di pasaran.

"Yang pertama kalau bicara soal telur itu enggak bisa lepas dari ayam dan ayam ini sebenarnya bermasalah. Ujung pangkal persoalannya ada di ayam sebenarnya," terangnya seperti dilansir dari Tribunnews.com.

Persoalan pertama, kata Abdullah, ada pada pembatasan pembibitan dan kedua adalah pembatasan obat yang berujung pada produksi ayam melambat. Jika biasanya dalam waktu tiga bulan ayam sudah besar dan bisa bertelur, dengan pembatasan obat tersebut harus menunggu hingga empat bulan.

Kemudian permasalahan selanjutnya adalah soal pakan, di mana komponen ini ada yang mengikuti kurs dolar Amerika Serikat. Pelemahan rupiah dalam beberapa waktu terakhir jelas membuat distribusi pakan terganggu karena ongkos produksi yang mahal

Jika biasanya dalam waktu tiga bulan ayam sudah besar dan bisa bertelur, dengan pembatasan obat tersebut harus menunggu hingga empat bulan.
Penjualan para pedagang pun diklaim turun selama sepekan terakhir.

"Selama seminggu ini penjualan telur ayam turun 30 persen di pasar-pasar. Konsumen beralih ke komoditas lainnya, seperti ikan, tempe, dan tahu. Ketiganya naik 30 persen penjualannya," sebut Abdullah.

Sementara di tempat yang berbeda, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Garut, menyebut kenaikan harga daging dan telur ayam di pasaran terjadi karena terbatasnya pasokan dari distributor. Peternak kesulitan menyiapkan indukan ayam pedaging dan day old chick (DOC) pasca Lebaran.

"Masa pemeliharaan ayam pedaging ini kan 35 hari dan saat ini kondisi peternak ayamnya belum bisa panen karena terbatasnya DOC tadi," ujar Kadis Peternakan dan Perikanan Garut Indriana Sumarto seperti dilansir dari Detik.com.

Naiknya harga daging ayam berimbas terhadap peternak petelur. Sebab, sebagian peternak terpaksa memotong hewan ternaknya karena tingginya permintaan daging ayam di pasaran.

Indri memastikan kenaikan harga daging dan telur bukan akibat wabah yang menyerang ayam ternak. "Untuk Garut kematian hewan ternak ayam tidak ada faktor yang sifatnya akibat wabah penyakit," jelas dia. Sebelumnya diberitakan, pasca Lebaran 2018 harga daging dan telur ayam di Garut terus merangkak naik.

Harga Saham Poultry Melonjak

Di tengah harga daging ayam dan telur ayam yang terus merangkak naik, harga saham emiten peternakan di Bursa Efek Indonesia (BEI) terlihat kompak mencatatkan kenaikan pada perdagangan kemarin, Kamis, 19 Juli 2018. Ulasannya sebagai berikut :

1. PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN)


Sumber : Bareksa

Harga saham MAIN terpantau mencatatkan kenaikan tertinggi di antara dua saham peternakan lainnya, yaitu dengan ditutup meroket 12,41 persen.

Volume perdagangan saham MAIN terpantau mengalami lonjakan signifikan sekaligus yang terbesar sejak awal tahun ini.

Hal tersebut menandakan adanya aksi pembelian yang besar pada saham ini. Saham MAIN saat ini tengah mencoba kembali membangun momentum uptrend-nya setelah dalam beberapa hari sebelumnya terkonsolidasi.

2. PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA)


Sumber : Bareksa

Harga saham JPFA pada perdagangan kemarin ditutup melonjak 5,26 persen. Volume terpantau mengalami lonjakan yang disertai inflow investor asing senilai Rp4,01 miliar menandakan antusiasme pelaku pasar yang meningkat pada saham ini.

Selain itu, dilihat dari trennnya JPFA masih berada dalam strong uptrend sejak awal tahun yang dijaga dengan pergerakannya yang berada di atas garis MA 5,20,6.

Saham ini tengah berpotensi menguji resisten monthly sekaligus level all time highnya di level Rp2.150.

3. PT Charoen Pokhpand Indonesia Tbk (CPIN)


Sumber : Bareksa

Harga saham CPIN pada perdagangan kemarin ditutup naik 3,61 persen. Volume terpantau menunjukkan peningkatan disertai net buy investor asing senilai Rp10,66 miliar menandakan aksi beli yang besar dilakukan oleh pelaku pasar.

Dilihat dari jangka pendek, saham CPIN tengah berusaha membangun fase uptrend-nya.

(AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.