Bareksa.com - Harga saham PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) pada perdagangan Senin, 2 Juli 2018, ditutup anjlok tajam 21,72 persen dan berakhir di level Rp191 per saham.
Saham AISA ditransaksikan sangat atraktif dengan frekuensi perdagangan sebanyak 9.773 kali atau yang tertinggi kedua di Bursa Efek Indonesia, serta nilai transaksinya yang mencapai Rp42,98 miliar.
Berdasarkan aktivitas broker summary, anggota bursa yang menempati jajaran top seller atau sebagai penjual terbanyak saham AISA pada perdagangan kemarin antara lain Mirae Asset Sekuritas (YP) dengan nilai penjualan Rp8,03 miliar, kemudian BNI Sekuritas (NI) Rp4,4 miliar, dan Lotus Andalan Sekuritas (YJ) Rp4,18 miliar.
Ketiga broker tersebut masing-masing berkontribusi terhadap nilai transaksi AISA secara keseluruhan 18,68 persen, 10,24 persen, dan 9,73 persen.
OJK Restui Right Issue AISA
Langkah PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk (AISA) menghentikan bisnis beras pasca kasus hukum yang menimpa pada pertengahan tahun lalu membuat kinerja perusahaan memburuk. Selain pendapatan turun drastis, perusahaan makanan yang berdiri sejak 1992 itu harus menderita kerugian.
Berdasarkan laporan keuangan AISA per 31 Desember 2017 yang dirilis Jumat (29/6), kinerja keuangan AISA turun drastis. Pendapatan AISA sepanjang tahun lalu hanya Rp4,29 triliun, anjlok 24,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Persoalannya, beban pokok penjualan pada tahun lalu hanya turun 11,7 persen menjadi Rp4,3 triliun. AISA juga masih harus menanggung beban usaha Rp916,7 miliar. Sementara, beban keuangan meningkat hampir 10 kali lipat menjadi Rp314,5 miliar.
Akibatnya, hingga akhir 2017, AISA harus menderita rugi bersih Rp551,9 miliar. Padahal, per 31 Desember 2016, AISA masih mencetak laba bersih Rp581 miliar.
Dalam keterbukaan informasi pada awal pekan ini, Direktur Utama AISA, Stefanus Joko Mogoginta, mengakui pasca persoalan bisnis beras, kondisi keuangan perusahaan tidak sekondusif dahulu. Dia menyatakan meski tidak berjalan secepat yang manajemen kehendaki, upaya penjualan unit usaha bisnis beras saat ini masih berjalan.
Menurut Joko, manajemen percaya bahwa perusahaan pada akhirnya akan bersinar kembali setelah hal pokok permasalahan dibereskan. Nilai perusahaan juga akan kembali secara perlahan-lahan.
“Manajemen dan pemegang saham pendiri tidak lari meninggalkan perusahaan walau sesulit apapun persoalan yang dihadapi perusahaan,” kata Joko seperti dikutip Kontan.
Namun, laporan kepemilikan efek yang dirilis Kustodian Efek Sentral Indonesia (KSEI) justru menunjukkan hal sebaliknya. Pasca kasus beras menimpa bisnis beras Tiga Pilar, PT Tiga Pilar Corpora justru terus-menerus mengurangi kepemilikan saham di AISA.
Bahkan, sepekan terakhir, pemegang saham pengendali AISA itu kembali agresif melego saham AISA.
Selain kinerja menurun dan menderita kerugian, tantangan lain bagi Tiga Pilar adalah pembayaran bunga utang. Bulan depan, Tiga Pilar harus membayar bunga utang yang akan jatuh tempo.
Total bunga utang yang harus Tiga Pilar Rp109,4 miliar. Sementara, pada pertengahan Mei lalu, posisi kas Tiga Pilar hanya senilai Rp30 miliar hingga Rp40 miliar.
Analisis Teknikal AISA
Sumber : Bareksa
Menurut analisis Bareksa, secara teknikal candle saham AISA pada perdagangan kemarin membentuk bearish candle dengan body yang besar. Hal itu menggambarkan adanya pergerakan negatif pada saham ini dalam rentang yang sangat lebar hingga berakhir satu tick di atas level terendahnya.
Volume menunjukkan peningkatan yang signifikan menandakan adanya tekanan jual yang tinggi pada saham AISA. Kemudian secara tren, saham ini masih dalam fase downtrend yang sangat kuat dan terus membuat level terendah terbarunya dalam 11 tahun terakhir.
Indikator relative strength index (RSI) juga terlihat masih bergerak turun dan mulai memasuki area jenuh jual di level 16 mengindikasikan sinyal penurunan yang kuat.
(AM)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.