Begini Historikal Ambrolnya Saham AISA, Kini Hanya Tersisa 12,5 Persen
Penurunan harga saham ini tertekan kondisi perusahaan pasca persoalan bisnis beras
Penurunan harga saham ini tertekan kondisi perusahaan pasca persoalan bisnis beras
Bareksa.com - Harga saham PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) kembali amblas, seiring dengan kinerja keuangan perusahaan yang tidak sama seperti dulu. Saham emiten pengolahan pangan ini ternyata telah berfluktuasi sejak terhempas kasus pengoplosan beras pada pertengahan tahun lalu.
Hingga perdagangan hari ini, Selasa, 26 Juni 2018 pukul 14.00, saham AISA turun 13 persen menjadi Rp240 per saham. Penurunan harga saham ini tertekan kondisi perusahaan pasca persoalan bisnis beras, sehingga kondisi keuangan perusahaan tidak berjalan sekondusif dulu. Hal ini disampaikan perusahaan melalui keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, hari ini.
Harga saham AISA hanya tersisa sekitar 10 persen dari level tertingginya Rp2.360 pada tahun lalu. harga saham AISA selalu menjadi sorotan, setelah tersandung kasus beras oplosan pada pertengahan 2017.
Promo Terbaru di Bareksa
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri mengumumkan telah menetapkan TW, Direktur Utama PT Indo Beras Unggul (IBU), anak usaha Tiga Pilar sebagai tersangka. TW dijerat dalam kasus dugaan kecurangan dalam memproduksi beras.
Meski begitu, Ombudsman mengumumkan telah menemukan indikasi adanya tindak maladministrasi dalam pengusutan dugaan penyimpangan tata niaga beras oleh PT IBU dalam laporan akhir pemeriksaannya. (Lihat : Produsen Beras Maknyuss Optimistis Bisa Meraih Kepercayaan Investor)
Bentuk maladministrasi itu adalah penyampaian informasi yang tidak akurat dan menyesatkan kepada publik, pengawasan dari instansi terkait yang tidak berfungsi sesuai peraturan, pembentukan regulasi yang tidak wajar, dan dugaan maladministrasi dalam proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana PT IBU.
Mereka yang dinilai melakukan maladministrasi yakni Kementerian Pertanian, Kepolisian, Kementerian Perdagangan, dan KPPU
Kejadian tersebut membuat ambrolnya harga saham AISA yang sempat menyentuh level Rp2.200 pada 31 Mei 2017, dan tinggal tersisa Rp276 pada penutupan perdagangan kemarin, 25 Juni 2018. Artinya, harga saham ini sudah anjlok hingga 87,5 persen.
Grafik: Pergerakan Harga Saham AISA Sejak Awal Tahun 2017
Sumber: Bareksa.com
Setelah ambrolnya harga saham AISA karena tertimpa kasus beras oplosan, kejadian demi kejadian ikut mewarnai naik turunnya harga saham AISA.
Seperti pada penutupan perdagangan 7 Desember 2017, harga saham AISA sempat berbalik arah (rebound) naik 9 persen menjadi Rp530.
Sebelumnya perseroan berencana untuk melakukan transaksi divestasi anak usaha di bidang beras. Rencana transaksi tersebut telah disetujui rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 2 November 2017. (Baca Juga : Ini Penyebab Saham Induk Produsen Beras Maknyuss Longsor 26,5 Persen)
Mengutip penjelasan AISA di keterbukaan informasi Bursa, sejatinya tanggal rencana transaksi divestasi anak usaha di bidang beras dilakukan pada 7 Desember 2017.
Namun transaksi divestasi tersebut gagal atau tidak dapat dilaksanakan oleh perseroan karena tidak mendapatkan persetujuan dari rapat umum pemegang Sukuk Ijarah TPS Food II Tahun 2016 yang dilaksanakan pada 6 Desember 2017 kemarin.
Meskipun rencana divestasi gagal, hal tersebut justru direspons positif para pelaku pasar. Hal ini terlihat dari saham AISA yang melesat hingga 9 persen menjadi Rp530 per lembar pada hari itu.
Lalu, pada akhir Januari 2018 kasus yang menimpa produsen beras PT IBU memasuki babak baru, karena telah mendapat keputusan dari Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Bekasi.
Dalam keterangan Corporate Secretary TPS Food Ricky Tjie tertanggal 26 Januari 2018, menyampaikan, perkara dengan nomor register 1370/Pid.Sus/2017/PN Bks telah mengeluarkan putusan antara lain menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 1 tahun 4 bulan, potong masa tahanan.
Selain itu, Ricky juga menyampaikan perseroan yang merupakan induk usaha PT IBU telah merumahkan hampir seluruh karyawan PT IBU dalam rangka pemutusan hubungan kerja.
Dia menambahkan, perseroan berencana melakukan penjualan bisnis beras yang akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku
Dengan semakin jelasnya kasus yang menimpa PT IBU, saham AISA sepanjang tahun ini justru mulai tumbuh baik.
Hingga Kamis, 25 Januari 2018, saham AISA berada di level Rp585 atau naik 22,89 persen dari periode akhir 2017 Rp476.
Sentimen positif datang karena ada pengumuman investor asing menambah kepemilikannya dalam saham ini. Fidelity Funds-Pacific membeli saham AISA sebanyak 16,69 juta lembar di harga Rp484,04 per saham.
Dengan adanya transaksi tersebut, kepemilikan Fidelity bertambah jadi 197,56 juta saham atau 6,14 persen dari sebelumnya hanya 180,86 juta saham atau 5,62 persen.
"Adapun transaksi penambahan saham dimulai pada perdagangan 6-7 Februari dengan tujuan investasi saja dan tidak bertujuan mempengaruhi kontrol atau arah perusahaan," ujar Kevin Lo, Head of Regulatory Reporting Asia Pacific dalam keterbukaan informasi ke BEI.
Fidelity adalah perusahaan yang memberikan layanan investasi, seperti dana pensiun, bank, asuransi dan pengelolaan aset. Saat ini, Fidelity mengelola aset senilai US$411 miliar dari 2,2 juta klien di Asia Pasifik, Eropa, Timur Tengah dan Amerika Serikat.
Lalu pada 23 Februari 2018, saham AISA sempat menguat terdorong adanya rumor bahwa Grup Sinarmas dan Grup Salim tertarik mengambilalih bisnis beras emiten pengolahan pangan ini. Meski demikian hingga kini belum ada kejelasan atas kabar tersebut.
Sementara itu hingga perdagangan hari ini emiten beras lainnya masih banyak yang belum melirik rencana AISA untuk mengikuti penawaran pabrik beras. Seperti, PT Buyung Poetra Sembada Tbk (HOKI)
Direktur Utama HOKI, Sukarto Bujung mengatakan, saat ini perseroan tengah menjalani proses pembangunan pabrik beras di Sumatra Selatan. Menurut dia, perseroan lebih suka membangun pabrik sendiri sebab bisa merancang sistem sendiri.
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah | 1.380,2 | 1,09% | 5,00% | 7,35% | 8,50% | 19,34% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.090,33 | 0,49% | 5,21% | 6,68% | 7,14% | 2,71% | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.838,73 | 0,53% | 3,93% | 6,33% | 7,43% | 17,20% | 39,76% |
STAR Stable Amanah Sukuk | 1.075,71 | 0,66% | 3,97% | 6,69% | - | - | - |
Insight Renewable Energy Fund | 2.259,31 | 0,74% | 3,72% | 6,02% | 7,00% | 19,69% | 35,52% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.