Bareksa.com – Kepercayaan bisnis perusahaan-perusahaan di Asia menurun untuk pertama kalinya dalam tiga kuartal terakhir. Hal ini merupakan dampak dari kekhawatiran atas kebijakan proteksionis Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang akan memicu saling balas dan melemahkan sistem perdagangan.
Hal ini tertuang dalam The Thomson Reuters/INSEAD Asian Business Sentiment Index yang dirilis hari ini (Rabu, 20 Juni 2018). Survei yang berlangsung 1-15 Juni ini mencerminkan prospek 61 perusahaan dalam enam bulan yang turun dari level tertinggi 79 selama tujuh tahun, menjadi 74 pada kuartal dua.
Profesor Ekonomi sekolah bisnis global INSEAD Singapura Antoni Fatas menyampaikan, saat ini risiko terhadap pertumbuhan semakin nyata.
“Perang dagang bukan risiko, tapi kenyataan,” katanya.
Fatas menuturkan Amerika Serikat tak hanya akan menaikkan tarif kepada China saja, melainkan beberapa sekutunya seperti Kanada dan Uni Eropa. “Mereka akan melakukan balasan dan sepertinya tidak ada jalan keluar yang mudah,” tambah Fatas.
Belakangan, Trump telah membuat geram para sekutu utama karena kebijakan proteksionisnya dengan mengenakan tarif baja dan alumunium di Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko. Bahkan, pada Senin, Trump mengancam akan menaikkan tarif barang-barang tersebut hingga US$200 miliar ke China.
“Beberapa perusahaan mungkin akan mengakali tarif tersebut dengan memindahkan produksi ke negara lain, tapi ini mahal dan tidak efisien. Meski ini solusi jangka pendek, tapi tidak optimal,” imbuh Fatas.
Meski begitu, Kepala Ekonom RHB Banking Group Malaysia Arup Raha mencatat kondisi ekonomi di beberapa negara Asia dengan neraca pembayaran yang kuat, relatif tahan terhadap gejolak global.
“Selain itu, pertumbuhan global terutama di AS dan China masih bagus. Asia yang mencatat pertumbuhan upah juga menandakan kekuatan domestik,” tambah Raha.
Saat ini, pertumbuhan ekonomi China stabil pada level 6,8 persen selama tiga kuartal secara beruntun, meskipun ada kekhawatiran pertumbuhan kredit dan friksi perdagangan yang terlalu cepat dapat menimbulkan risiko bagi ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Survey Reuters juga menyebut, bisnis ritel dan rekreasi menjadi yang paling bertumbuh. Sementara, konstruksi dan mesin serta otomotif menjadi yang teremah. Sebagian besar sektor menyatakan keprihatinan tentang perang dagang dan suku bunga yang lebih tinggi.
(AM)