Saham GDST dan JPRS Kembali Sentuh Batas Atas, Transaksi Lebih Kecil

Bareksa • 08 Jun 2018

an image
Gulungan baja di sebuah pabrik. REUTERS/Fabian Bimmer

GDST dan JPRS akan merger diperkirakan efektif 10 Agustus 2018

Bareksa.com – Saham PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) dan PT Jaya Pari Steel Tbk (JPRS) kembali menyentuh batas atas kenaikan. Dua saham yang akan merger itu masing-masing naik 34,69 persen dan 34,34 persen.

Namun kenaikan dua saham itu hari ini (Jumat, 8 Juni 2018) tak seperti kenaikan hari sebelumnya. Pada hari ini, kenaikan saham GDST dan JPRS tidak didukung dengan transaksi besar. Bahkan, jumlah harga yang terbentuk hanya sedikit.

Lihat saja GDST. Membuka perdagangan ke level Rp158, saham GDST membentuk tiga harga lain yakni Rp160, Rp162 dan Rp198. Dari harga yang terbentuk, level Rp198 menjadi harga yang paling banyak ditransaksikan dengan volume 91.561 lot bernilai Rp1,8 miliar.

Secara total, transaksi saham GDST mencapai 91.891 lot dengan frekuesni 137 kali bernilai Rp1,82 miliar.

Saham JPRS pun begitu. Bahkan, pembentukan harga saham ini jauh lebih sedikit alias hanya dua harga saja yakni Rp250 dan Rp266. Pada level Rp250, transaksi terjadi sebanyak 2 kali dengan volume 50 lot. Dan level Rp266 menjadi paling banyak ditransaksikan dengan frekuensi 113 kali bernilai Rp1,17 miliar.

Seperti diketahui, dalam publikasinya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), GDST dan JPRS akan melakukan merger. “Perusahaan yang menerima penggabungan adalah Gunawan Dianjaya,” tulis keterangan itu.

Untuk merealisasikan rencana itu, perseroan akan melaksanakan rapat umum pemegang saham (RUPS) pada 16 Agustus 2018.

“Perkiraan efektif pelaksanaan penggabungan atau merger adalah 10 Agustus 2018,” tambah keterangan itu.

Sebagai informasi, baik GDST dan JPRS sama-sama dikuasai pengusaha asal Surabaya Gwie Gunawan. Di GDST, Gwie Gunawan punya porsi kepemilikan 87,32 persen. Sementara di JPRS punya kepemilikan 83,95 persen. (hm)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.