Bareksa.com - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis neraca perdagangan April 2018 kembali defisit sebesar US$ 1,62 miliar atau defisit terbesar dalam 4 tahun terakhir, setelah sempat surplus pada bulan sebelumnya. Defisit ini di luar perkiraan sejumlah ekonom yang memperkirakan neraca dagang bulan lalu mengalami surplus, tetapi menyusut dari bulan sebelumnya. (Baca Juga : Defisit Perdagangan Indonesia April 2018 Terbesar 4 Tahun, IHSG Terhempas)
Defisit itu disebabkan oleh nilai ekspor yang tercatat hanya sebesar US$14,47 miliar. Sementara nilai impor tercatat lebih tinggi sebesar US$16,09 miliar. Lantas apa saja yang menyebabkan neraca dagang defisit signifikan? Ini analisa Bareksa
1. Kinerja Ekspor Baik Migas Maupun Non Migas Turun Drastis dibanding Maret 2018
Kinerja ekspor turun 7,2 persen dibanding Maret 2018. Baik ekspor migas maupun nonmigas mengalami penurunan, masing-masing sebesar 11,32 persen dan 6,8 persen dibanding bulan sebelumnya.
Detail Ekspor Migas
Sumber : BPS
Penurunan ekspor migas disebabkan oleh nilai ekspor minyak mentah turun 39 persen di tengah kenaikan ekspor gas 4 persen sehingga menyebabkan pertambangan juga turun 12,5 persen. Padahal, kontribusi pertambangan terhadap ekspor Indonesia mencapai 8 persen.
Penurunan nilai ekspor migas ini juga seiring dengan berkurangnya volume ekspor dari 1.035 ribu ton di bulan Maret menjadi 589 ribu ton, atau 43 persen secara bulanan.
Ekspor Detail Non Migas
Sumber : BPS
Sementara penurunan ekspor nonmigas lebih disebabkan oleh penurunan ekspor bahan bakar mineral, ekspor perhiasan, ekspor bijih, hingga ekspor besi dan baja.
2. Ekspor Indonesia ke Tiongkok Turun Drastis
Ekspor nonmigas Indonesia ke China mengalami penurunan sebesar US$537 juta dari US$2,4 miliar menjadi US$1,8 miliar pada April 2018 akibat imbas ketidakpastian perang dagang.
Sumber : BPS
Di antara mitra dagang Indonesia, Tiongkok menjadi negara dengan transaksi ekspor terbesar bagi Indonesia per April 2018 yang mencapai US$1,8 miliar. Oleh sebab itu, penurunan ekspor Indonesia terhadap Tiongkok sebesar 22,8 persen, sekaligus angka penurunan persentase ekspor terbesar di antara negara mitra dagang Indonesia lainnya sangat berdampak secara langsung terhadap neraca dagang Indonesia.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto melihat penurunan ini disebabkan karena ada kecenderungan China menahan produksi akibat kondisi perdagangan internasional. (hm)