Bareksa.com - Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu memberikan angin segar bagi kinerja emiten-emiten yang ada di Bursa Efek Indonesia pada 2017 lalu. Salah satunya adalah PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, yang mencatatkan pertumbuhan bisnis yang terus meningkat dan semakin solid sepanjang tahun lalu.
Perusahaan tekstil dan garmen terbesar se-Asia Tenggara ini berhasil mencatat kenaikan pendapatan 12 persen menjadi US$759,3 juta pada 2017 dari US$679,9 juta pada tahun 2016 lalu. Hal ini membuat laba bersih Sritex naik 15 persen menjadi US$68 juta dari US$59,3 juta pada 2016.
Kenaikan pendapatan Sritex pada 2017 didorong oleh segmen permintalan yang naik 12,3 persen menjadi US$292 juta, segmen pertenunan naik 7,2 persen menjadi US$74,1 juta, segmen finishing kain naik 10,2 persen menjadi US$193,7 juta, dan segmen konveksi juga naik 14,4 persen menjadi US$199,1 juta. Semua segmen tersebut berkontribusi masing-masing sebesar 39 persen, 10 persen, 26 persen, dan 26 persen terhadap total pendapatan sepanjang 2017 dari emiten yang memasok seragam militer ke sejumlah negara dan NATO ini.
Beberapa indikator keuangan pada 2017 seperti margin laba kotor, margin laba operasi, dan margin laba bersih masing-masing sebesar 22,6 persen, 17,7 persen dan 9 persen. Hasil ini meningkat dibandingkan tahun 2016 yang masing-masing sebesar 21,4 persen, 17 persen, dan 8,7 persen.
“Melalui strategi multi product, multi customer dan multi country, maka kami mampu menyesuaikan pemasaran produk-produk kamu dengan situasi dan perkembangan yang ada. Dengan hasil 2017 yang cukup bagus, maka kami optimis untuk terus mencatatkan kinerja yang positif dan tumbuh secara berkelanjuatan untuk tahun 2018 dan tahun kedepannya”, kata Direktur Utama SRIL, Iwan Setiawan Lukminto dalam press release, Selasa (20 Maret 2018).
Sementara itu, seiring dengan naiknya pendapatan, beban pokok penjualan juga mengalami kenaikan sebesar 10,1 persen menjadi US$588,1 juta. Kenaikan beban ini lebih disebabkan oleh kenaikan bahan baku naik sebesar 14,7 persen dan juga biaya listrik dan air yang naik sebesar 10,7 persen.
Seperti diketahui, emiten yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah ini memiliki pangsa pasar yang cukup terdiversifikasi. Selain pasar domestik yang berkontribusi sebesar 47 persen terhadap pendapatan, Sritex juga memiliki pangsa ekspor ke Asia, Eropa, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, Afrika, dan Australia.
Menurut press release perusahaan, perusahaan juga melakukan beberapan strategi pada 2017 lalu, yaitu normalisasi kapasitas produksi yang baru, efisiensi produksi dan operasional, inovasi pengembangan produk , pengembangan dan peningkatan SDM, serta memperkuat struktur modal dan likuiditas perusahaan.
Sebagai informasi, belanja modal perusahaan tahun 2017 sebesar US$25,1 juta dipergunakan untuk pemeliharaan mesin dan bangunan serta penambahan kapasitas di segemn garmen yang akan memberikan tambahan kapasitas di tahun 2018, dari 27 juta potong per tahun menjadi 30 juta potong per tahun.
Selain itu, pergerakan harga saham SRIL sendiri sudah mengalami penurunan sebesar 8,6 persen sejak awal tahun. Pada penutupan perdagangan kemarin, saham SRIL ditutup pada level harga Rp340 per lembar saham dan tidak mengalami perubahan dibandingkan penutupan di hari sebelumnya. (hm)