Harga Minyak Merangkak Naik, Ini Dampaknya ke Inflasi Indonesia
Riset DBS memprediksi setiap 10 persen kenaikan harga minyak akan mendongkrak inflasi 0,6 persen
Riset DBS memprediksi setiap 10 persen kenaikan harga minyak akan mendongkrak inflasi 0,6 persen
Bareksa.com – Setelah terus menurun dalam dua tahun sejak penghujung 2014 bahkan sempat di bawah US$30 per barel pada awal 2016, harga minyak dunia merangkak naik dalam satu tahun terakhir.
Seperti dilansir Reuters, pada pagi ini, Selasa 2 Januari 2018, harga minyak West Texas Intermediate dibuka di level US$60,29 per barel, sedikit turun 13 sen atau 0,2 persen dibandingkan harga penutupan pada akhir 2017. Level pembukaan perdagangan awal tahun tersebut merupakan tertinggi sejak 2014. (Baca : Tren Kenaikan Harga Minyak : Antara Pemerintah Untung dan Pertamina Buntung?)
Pemulihan harga minyak tak lepas dari kesepakatan negara-negara penghasil minyak pada November 2016 untuk memangkas produksi dan ekspor sebesar 1,8 juta barel per hari. Pemangkasan produksi dan ekspor tersebut diperkirakan akan diperpanjang hingga kuartal I 2018 untuk memulihkan harga minyak dunia.
Promo Terbaru di Bareksa
Rendahnya harga minyak dunia memang berdampak buruk. Tak hanya pada industri migas, tapi juga perkenomian sejumlah negara seperti Venezuela dan daerah penghasil minyak lainnya. Meski begitu pasar atau konsumen menikmati harga bahan bakar yang lebih murah. (Lihat : Ekspor Indonesia : Dominasi Komoditas dan Harapan Membaiknya Kinerja Manufaktur)
Rata-rata harga minyak pada 2018 diperkirakan akan terus meningkat. Selain pemangkasan, faktor lain yang mendongkrak kenaikan harga adalah tumbuhnya konsumsi minyak Amerika Serikat, Eropa, Cina, dan India.
Kenaikan Harga Minyak Dunia
Sumber : Nasdaq.com
Menurut analisis Bareksa, dengan memperhitungkan kenaikan permintaan minyak mentah pada 2017, maka pada 2018 ini harga minyak dunia diperkirakan terkerek di kisaran US$65 per barel. Kondisi tersebut tentu menggembirakan bagi industri migas dan negara produsen minyak. (Baca : Sri Mulyani Paparkan Indikator Makro, Ekonomi 2017 Diprediksi Tumbuh 5,05 Persen)
Namun sebaliknya bagi Indonesia yang dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi negara net importir, kenaikan harga minyak dunia akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nasional. Apalagi dalam APBN 2018, pemerintah memperkirakan harga minyak dunia berada di kisaran US$48 per barel
Kendati demikian, peningkatan harga minyak mentah juga akan berdampak positif terhadap anggaran pemerintah Indonesia. Sebab, pendapatan pajak dan non pajak dari sektor migas yang diperkirakan Rp113 triliun atau masih 20 persen lebih tinggi dibanding subsidi energi 2018 yang mencapai Rp94,5 triliun. (Lihat : Daya Beli Membaik, Bahana Proyeksi Prospek Saham Konsumer Positif Tahun Depan)
Gambar : Alokasi Subsidi Energi di APBN 2018
Sumber : Kemenkeu
Namun, kenaikan harga minyak dunia akan memicu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan berdampak pada naiknya harga bahan pokok yang disebabkan mahalnya biaya produksi. (Baca : Bingung Untuk Menebus Right Medco? Berikut Strateginya)
Meskipun bisa saja pemerintah Indonesia tidak menaikkan harga bahan bakar untuk menjaga biaya operasional, tapi kebijakan untuk mempertahankan harga BBM harus mempertimbangkan ketersediaan anggaran untuk subsidi.
Kenaikan harga BBM memang memiliki efek domino sehingga mendorong kenaikan harga bahan pokok dan jasa lainnya, dan menyebabkan tingginya inflasi. (Lihat : Kementerian BUMN : Pasca Holding Migas Terbentuk, PGAS dan Pertagas akan Dilebur)
Dengan menggunakan Consumer Price Index (CPI), indikator penghitungan tingkat inflasi di suatu negara, sektor transportasi dan listrik menjadi kontributor terbesar dalam menentukan di Indonesia, mencapai 25 persen dari seluruh kategori CPI yang ada.
Mengutip riset DBS, mereka memprediksi jika setiap 10 persen kenaikan harga minyak mentah dunia akan berdampak terhadap peningkatan inflasi sebesar 0,6 persen. Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah di tengah upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing untuk mendorong masuknya investasi. (Baca : Harga Minyak Tembus Level Tertinggi Sejak 2015, Saham ELSA Meroket)
Sebab, inflasi merupakan elemen penting yang mempengaruhi rating investasi sebuah negara. Namun pemberian subsidi untuk mempertahankan harga BBM dan menekan inflasi juga harus melalui pertimbangan matang. Tidak hanya ketersediaan anggaran, tapi juga dampak bagi upaya pengembangan energi terbarukan (renewable energy). (AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.